Chapter 1

5.4K 356 9
                                    

  Pada suatu hari, terdapat anak yang menyebalkan. Dia sangat menyebalkan sampai-sampai tidak mengetahui bahwa banyak hal bisa terjadi karena kesalahannya.

Contoh saja, pagi itu anak tersebut hanya memiliki satu tugas. Ngabsen.

Setelah mengisi absen kampus, dia bisa santai dan membolos kelas (memang dosen mengajar lebih cepat) namun sialnya, dia membolos bukan menuju tempat favoritnya melainkan akhirat.

Rafael, seperti anak muda pada umumnya yang suka mencari tantangan untuk menghilangkan stress, dia juga punya caranya sendiri. Masalahnya adalah, tantangannya itu juga merupakan kelemahannya yang paling fatal.

-El, lo udah sampe belum? Dari tadi perasaan nggak kelihatan.

Tanya seseorang dari handphone milik Rafael.

"Sabar, lagi nyetir. Btw ini belok mana? " Balas Rafael sambil menunjukkan jalan melalui kamera handphone miliknya.

Dia memotret gambar didepannya dan mengirimkan ke teman itu.

Iya, Rafael susah ingat arah.

-nanti di depan situ belok kiri. Terus di pertigaan belok kanan.

"Oke sip. "

Rafael menyalakan mesin mobil dan mengikuti arah yang diberikan temannya.

Saat ini mereka sepakat untuk mencoba makan di kafe yang baru buka. Disana menjual berbagai jenis cake dan diantaranya adalah Muffin. Yang sangat dicintai Rafael.

-Sebenarnya tinggal ngikutin gugel maps aja susah banget si ni anak.

"Hehehe, maafin aku wahai daddy, nanti aku traktir es teh kok" Canda Rafael.

-hem, sakarepmu aja lah. Minimal Frappuccino sih.

"Aku low money mas."

-dahlah. Gw ke wc dulu ya. Jangan sampe ilang lagi.

"Iyaa"

Yang berbicara dengannya adalah Dimas. Meski merupakan kakak tingkat, Dimas selalu berperan sebagai kakaknya dan menjaganya dengan baik. Misalnya saja tadi. Ketika orang-orang ngumpul, Dimas akan menjadi orang pertama yang mengirim lokasi atau menghubunginya agar tidak tersesat.

Saat Rafael sedang asik mengemudi, sebuah mobil besar melaju tepat dari belakangnya dan menabrak mobilnya.

PRANKK

suara pecahan kaca dan besi yang bengkok memenuhi pendengarannya.

Disertai dengan rasa sakit karena terhimpit oleh kursi mobil dan setir mobil.

"Ughh… "

Mungkin karena paru-parunya terluka, baik mulut dan hidung Rafael dipenuhi darah.

".. Sa.. Kit.. "

Kulitnya yang pucat entah berwarna ala sekarang. Rafael hanya merasa perih yang mungkin disebabkan oleh pecahan kaca yang masuk di kulitnya.

".. Ma…, Pa.. "

Mungkin karena otaknya mengerti bahwa ini adalah saat-saat terakhirnya, dia akhirnya memutuskan untuk mengucapkan kata-kata yang selalu ingin dia ucapkan.

"Ma… af.. "

Setelah kata itu, Rafael pingsan. Tidak, mungkin sudah mati.

.
.
.

Rafael membuka matanya setelah merasa bangun dari tidur siang yang panjang.

Yang dia lihat adalah langit-langit putih disertai dengan bau disinfektan rumah sakit.

It's SilentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang