Suara burung gagak menyelimuti mansion, tidak terasa waktu berlalu lagi. Mungkin sudah 3 hari sejak Rafael masuk sekolah dan ulang tahun Clara tidak lama lagi.
Mungkin karena kelelahan akibat jadwal yang tiba-tiba berubah, Rafael memutuskan untuk rebahan sejenak daripada membuka buku sekolahnya.
Kalau dipikir-pikir, tadinya guru Rafael memberi mereka tugas yang akan dikumpulkan minggu depan.
Awalnya Rafael ingin menunggu hari minggu lalu mengerjakan tugasnya sebelum deadline tapi dia berjanji pada teman-teman sekelasnya untuk berbelanja di akhir pekan.
Kebetulan dia juga ingin membeli hadiah untuk Clara jadi sekalian saja ikut.
Setelah mengumpulkan niat yang cukup untuk mengerjakan PR, Rafael pun beranjak pergi ke meja belajarnya. Tubuhnya terasa berat bahkan untuk beranjak dari kasurnya.
Ditengah kesibukannya, Emma yang sudah lama tidak dia lihat kini muncul lagi. Mungkin sudah seminggu sejak insiden mimisan itu sehingga David tidak pernah membiarkannya bertemu siapapun kecuali Roger.
Dia bahkan tidak melihat Clara."Tuan muda, ini adalah teh untuk menemani anda seperti biasanya. "
Emma menyodorkan teh hangat yang berada didalam cangkir itu. Mungkin hanya khayalan dari Rafael saja atau memang Emma terlihat lebih lelah dari biasanya.
Dia bisa melihat kulitnya semakin keriput dan bawah matanya yang semakin gelap.
Mencurigakan.
"Letakkan saja disini. Terima kasih Emma. " Jawab Rafael seperti biasanya sambil menunjuk ke bagian pojok meja belajarnya.
Setelah meletakkan cangkir itu, Emma tidak langsung keluar melainkan berdiri dibelakang Rafael seperti biasanya. Menunggu Rafael menghabiskan teh dan membawa cangkir kosong itu ke dapur.
"Emma, aku sedang ingin sendiri saat ini. Aku perlu fokus untuk mengerjakan PR ini. "
Emma yang mendengar itu sedikit bingung dan terkejut.
"T-tapi tuan muda masih belum meminum..., "
"Aku akan meminumnya. "
Setelah mengatakan itu Rafael mengambil cangkir teh itu dan meminum semua isinya.
"Rasanya sedikit lebih pekat dari biasanya. " Ucap Rafael sambil tersenyum pada Emma.
Kelopak mata Emma melebar saat melihat itu namun langsung menjadi normal dan kemudian dia mengambil cangkir kosong yang diberikan Rafael kepadanya.
"Sekarang keluar. " Ucap Rafael serak setelah meminum secangkir air sekaligus.
Begitu Emma hendak keluar, Rafael berjalan menuju pintu seolah mengantar Emma namun langkahnya tiba-tiba aneh.
Rafael kemudian tersandung, untungnya Emma menangkapnya tepat waktu kalau tidak dia akan lebam.
"Tuan muda?! " Emma terlihat terkejut lalu wajahnya menjadi khawatir. "Apa anda baik-baik saja? Saya akan memanggil dokter..., "
"Tidak perlu. Keluar saja... "
Emma yang mendengar itu awalnya terlihat lega lalu keluar setelah memberikan saran agar Rafael beristirahat saja daripada mengerjakan prnya.
Setelah Emma akhirnya keluar, Rafael pun mengunci pintu dan menuju ke pokok anggur dibalkon kamarnya. Dia berdiri disana sebentar dan mengamati pohon anggur yang subur itu.
Yah, mau bagaimana lagi kan? Pikirnya.
Dihadapan pohon anggur yang indah itu, Rafael berjongkok dan menatap langsung ke pot anggur.
KAMU SEDANG MEMBACA
It's Silent
General FictionRafael, terbangun di tubuh asing dari seorang anak laki-laki biasa. Dan hari saat dia terbangun bertepatan dengan saat Rafael ini berusia 14 tahun dan masih seorang siswa SMP. Namun ada yang aneh dari keluarga ini. Ibunya yang cantik adalah pemil...