PROLOG

283 19 2
                                    

Mimpi adalah ilustrasi ... dari buku yang ditulis oleh jiwamu tentang dirimu -- Marsya Norman.

***

Langit cerah di atas sana, tidak membuat dua bocah yang sedang ada di balkon, pindah tempat untuk berbaring. Keduanya sedang asyik saling mengobrol di atas karpet berukuran sedang seraya ngemil dan baca buku dongeng.

Bocah lelaki dengan lemak bayi di pipi lantas bicara setelah makanan di mulut di telannya ke tenggorokan. "Andin, nanti kalau kita sudah tumbuh dewasa aku mau jadi seorang penyanyi terkenal."

Suara tawa mencemooh terdengar di samping bocah laki-laki yang baru saja bicara mengenai mimpinya.

"Menjadi penyanyi?" tanya Andin sekali lagi untuk memastikan apakah dia tak salah dengar.

Si bocah lelaki itu mengangguk sambil tersenyum lebar, memperlihatkan gigi-gigi putih bersihnya yang berjejer rapi.

Mendapati anggukan itu dan tatapan serius dari Bas, Andin menatapnya tak percaya, "Bas, apa sih yang kau pikirkan? Jadi penyanyi kau bilang? Kau bercanda ya?"

"Tidak bercanda, aku serius. Seribu persen sangat sangat serius."

"Bunda menginginkan kau menjadi dokter. Sama seperti paman. Kau tiba-tiba kepikiran ingin jadi penyanyi, pemikiran ini berasal dari mana?" Untuk pertama kalinya, Andin mengucapkan banyak kalimat dalam satu tarikan napas.

Ia masih belum percaya dengan ucapan sahabatnya tentang mimpinya itu. Jika bunda tahu kalau putra satu-satunya ingin terjun ke dunia hiburan, pasti tidak akan diperbolehkan.

Bas menarik napasnya dalam-dalam. Tatapannya kemudian tertuju pada langit cerah di depannya. Dia mengerti akan kekhawatiran yang Andin tunjukkan. Namun dia sudah memikirkan masak-masak kegiatan apa yang mau dia lakukan di masa depan.

Menjadi dokter seperti yang bundanya ingin bukanlah apa yang ia mau. Dengan otaknya yang pas-pasan, dia tak yakin dapat mencerna setiap pelajaran yang harus ditempuh. Dia hanya bisa memercayai kesejahteraan masa depannya dengan bakat yang dia miliki sekarang.

"Kenapa kau malah diam? Aku tidak bertanggung jawab kalau nanti bundamu mengetahui dan marah-marah padamu." Andin terus menggerutu. sedangkan Bas terus saja senyum-senyum.

"Aku ingin mencobanya, meski cuma sekali saja." kata bocah itu seraya mengingat pada pengumuman audisi yang ia lihat. "Temani aku datang ke sana, Ndin. Kumohon...."

"Tidak, kau saja yang datang." Andin menolak tegas.

Bas langsung berubah cemberut.

Andin melirik wajah tertekuk jelek itu, "Beri aku alasan kenapa kau kekeuh ingin jadi penyanyi. Biar aku dengar dulu alasanmu itu."

Kedua bocah berusia sepuluh tahun itu sedang berada di atas balkon kamar Andin. Nampak serius membicarakan cita-cita setelah mereka dewasa nanti.

Nama bocah laki-laki itu Baskara Rahadja merupakan sahabat Andini Kharisma Putri sedari kecil. Usia mereka terpaut hanya beda satu tahun saja. Sejak bayi, keduanya sudah sering bersama-sama karena kedua orang tua Andin dan Bas bersahabat dekat sejak masa kuliah orang tua mereka.

Sebab pesta di lantai bawah yang diadakan oleh orang tuanya dihadiri banyak orang, membuat Andin yang tidak suka keramaian memilih tinggal di kamar bersama dengan sahabat kecilnya tersebut.

"Aku sangat serius sekarang. Kalau ditanya alasannya... Emm, setelah aku dengar nyanyiannya Sir Calum, aku kepingin juga jadi penyanyi terkenal seperti dia. Menjadi super star di masa depan."

Tidak ditanggapi oleh gadis imut di sebelahnya, tak membuat Bas sakit hati. Bocah itu paham betul dengan sifat dingin dari gadis kecil bernama Andin tersebut.

"Ngomong-ngomong tau tidak kalau jadi penyanyi itu bisa punya banyak uang?" tanya Bas dengan mata polosnya yang berbinar senang. Mendengar kata uang banyak, membuat Bas berubah girang dan bahagia.

Andin mencibir melihat tingkah memalukan dari sahabatnya.

"Alasan macam apa itu, banyak duit tidak perlu jadi penyanyi kan bisa, seperti tidak ada profesi yang lebih mulia selain menjadi penyanyi," batin Andin diam-diam.

Namun Andin tidak mengucapkannya dengan lantang, dia menelan sendiri pendapatnya masuk ke dalam kerongkongan. Karena tak mau melihat netra jernih sang sahabat jadi layu sebab mulut pedasnya ketika bicara.

Walau betapa Andin tak suka dengan cita-cita absurd yang diucapkan oleh Bas, tapi sebagai seorang sahabat, dia akan tetap mendukung mimpi Bas yang katanya ingin menjadi penyanyi terkenal suatu hari nanti.

"Nanti, kalau aku sungguhan jadi penyanyi sukses. Aku mau ajak bunda pergi menemui kakak. Sudah lama sekali kita tidak bertemu. Dan bunda seringkali mengeluh mengatakan rindu padanya."

Kakak yang dimaksud merupakan kakak tirinya yang tinggal di luar negeri. Walau Bas dan kakak laki-lakinya tidak tinggal bersama, namun mereka memiliki hubungan dekat.

Andin pertama kali dikenalkan pada kakak laki-laki Bas saat pria itu tengah liburan sekolah dan tinggal untuk sementara waktu di rumah Bas selama beberapa hari. Itu sudah dua tahun lalu kejadiannya.

Bas mengenalkan Andin dengan kakaknya dan gadis itu memiliki kesan baik terhadap pria asing tersebut.

Tidak ditanggapi oleh gadis chubby di sisinya, Bas berubah gemas dan dia pun menarik kedua pipi Andin sampai memerah bengkak.

"Kenapa sih kau jadi orang dingin sekali...." Bas berseru gemas hingga tangannya terulur.

Andin yang merasakan sakit pada pipinya berteriak marah, "Baskara Rahadja ... sakittt!"

Teriakan keras itu sukses membuat tawa terbahak-bahak meluncur dari bibir mungil bocah laki-laki itu.

Bukan Cinta Biasa (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang