KCHM 7√

78 8 2
                                    

Perayaan konser itu berjalan lancar. Hanya ada sedikit insiden dari fans yang untungnya dapat tertangani dengan sigap dan baik.

Setelah Andin menyelesaikan konser akbarnya yang dipenuhi kejutan, gadis itu sekarang dalam perjalanan pulang menuju ke apartemen pribadinya.

Andin tidak sendiri. Melainkan ada Aldebaran yang kini menyetir untuknya.

"Siapa yang membuat ide seperti itu di konserku?"

Atmosfer yang tadinya hening langsung berubah tatkala suara Andin terdengar bertanya.

Al yang tahu akan maksud dari perkataan gadis itu hanya bisa menghela napas tak berdaya.

"Mereka hanya ingin memberimu dukungan. Jangan marah, tidak ada maksud apa pun selain kejutan itu murni untuk menyemangatimu." Al berusaha menjelaskan kesalahpahaman.

Jika itu sudah menyangkut adik tirinya dan Andin, gadis ini bisa berubah menjadi orang yang tidak dapat berpikir jernih dan rasional.

"Menyemangatiku?" Beo Andin menarik sudut bibirnya meremehkan.

"Aku menyetujuinya. Aku tahu kau mungkin merasa keberatan---"

"Aku sangat keberatan, Aldebaran! Bukan mungkin lagi! Sangat keberatan!" Sela Andin memotong kalimat Al yang belum selesai terucap.

"... tapi mereka lakukan ini murni demi kau. Mereka sudah tahu kalau hari itu akan datang sebentar lagi. Dan mengingat kau pada saat itu memiliki mood yang buruk, mereka bermaksud untuk memberitahumu... kau tidak sendirian."

Tatapan serta kalimat yang terucap itu begitu tulus sampai-sampai membuat Andin membeku kaku di kursinya. Gadis itu menatap lekat lelaki dewasa di sampingnya. Ingin mencari tahu apakah ada kebohongan dan maksud lain dibalik kalimat bernada perhatian itu. 

Mobil berwarna hitam itu tiba di gedung hotel bintang lima. Al memarkirkan mobilnya di basement. Ia keluar dulu, lalu berjalan ke sisi bersebrangan untuk membuka pintu yang lain. 

"Tidak perlu pakai topi, tidak ada orang di sini." Pria itu mengingatkan ketika dilihatnya Andin mau memasang topi dan masker penutup mulut demi menyembunyikan diri. 

Walaupun matahari hampir terbit dan hari berganti pagi, lingkungan tempat Andin tinggal sudah terjamin akan keamanannya. Tanpa akses masuk yang dimiliki oleh penghuni gedung hotel ini, tak sembarangan orang bisa masuk sampai ke basement ini. 

Namun bukan Andin namanya kalau dia menuruti begitu saja ucapan Al yang notabene adalah direktur perusahaan entertainment di tempatnya bernaung sekarang. Tak mengindahkan pengingat baik dari pria itu, Andin melangkah keluar setelah dia selesai mengenakan atribut penyamarannya. 

Merasakan lagi kekeraskepalaan Andin, Al menghela napas tak berdaya. 

"Aku bisa pergi sendiri. Kau tidak perlu mengantar aku naik ke atas." Andin berkata acuh tak acuh. 

Sayangnya, untuk permintaan yang satu itu, Al juga tidak mendengarkan. Pria itu pura-pura menjadi tuli dan terus berjalan menuju ke lift berada. 

Jengkel sebab ucapannya diabaikan, Andin memanggil keras. "Al! Kau tak dengar aku bilang apa?!"

Al sudah masuk ke dalam lift. Tatapan matanya yang tajam terarah luruh menatap Andin yang memasang tampang kesal ke arahnya. 

"Aku mendengarmu dengan jelas. Kau tak lupa kan kalau siang ini kita harus pergi ke rumah orang tuamu."

"Apa?"

"Sudah kuduga kau akan lupa." Desah pria itu lagi tak berdaya. "Mama meminta kita pulang dulu ke rumah. Katanya ada yang mau dibahas soal pesta pertunangan kita."

Benar, pesta pertunangan. 

Andin yang sangat sibuk sebab jadwal penuhnya hampir lupa kalau pria yang notabene adalah bos serta saudara dari sahabatnya ini juga seseorang yang akan menjadi tunangannya dalam dua minggu mendatang. 

Demi mengukuhkan persahabatan dua keluarga, perjanjian konyol orang tua mereka masih terus berlanjut. Andin baru tahu kalau dia telah dijodohkan setelah ibunya memberitahu fakta sebenarnya. 

Awalnya, calon tunangannya adalah Bas, yang merupakan sahabatnya dari kecil dan sekaligus pria yang ia cintai. Akan tetapi setelah kematian Bas, si mempelai pria berubah menjadi Al. 

Dia sudah menolak dengan tegas dan hampir memberitahu keluarganya kalau pria yang dia cintai hanyalah Bas semata. Namun pengakuannya itu tidak bisa dia ucapkan setelah diagnosa dari dokter mengenai kesehatan ibunya Bas dan Al diketahui seluruh keluarga mereka. 

Demi memenuhi janji kedua keluarga, Andin terpaksa setuju untuk meneruskan perjodohan itu bersama dengan Al. 

Kedua orang itu tampak diam. Setelah kata pertunangan di angkat dalam pembicaraan mereka, baik Andin maupun Al terjebak dalam pikirannya masing-masing. 

Ding! 

Bunyi lift yang mengantar mereka ke lantai tempat tujuan menjadi penyadar dari dua orang tersebut dari melamun. Andin keluar dulu, di susul Al di belakangnya. 

Tiba di unit apartemennya, Andin menekan sebuah nomor sandi pada lock door. Begitu terdengar bunyi yang menandakan pintu tidak terkunci lagi, Andin melangkah masuk ke dalam dan lampu yang mulanya padam seketika itu menyala. 

Andin berjalan begitu saja menuju ke kamarnya yang ada di lantai dua. Al yang melihat gadis itu bersikap dingin dan acuh tak acuh menatap punggungnya lama. Setelah dia melihat Andin berada di tengah tangga, ia mulai mengambil satu persatu sepatu yang dipakai Andin dan menaruhnya di rak. 

Ia pergi ke dapur. Membuka kulkas dua pintu berukuran besar dan mendapati bau tak sedap dari sana. Makanan yang dikirim untuk Andin makan sudah berubah menjadi basi. Ia mengambil beberapa makanan bau dan makanan kaleng kadaluarsa, kemudian mencari plastik dan memasukkan makanan bau itu ke sana. 

Sejujurnya, Al sama lelahnya seperti Andin, namun karena melihat kulkas berantakan, dijejali makanan basi dan makanan sisa yang entah sudah berapa lama ada di sana, jadilah ia membantu bersih-bersih sebentar. 

Setengah jam kemudian, Al selesai membuat sarapan ringan untuk mereka berdua. Pria tampan yang serba bisa itu kemudian menaruh hasil masakannya ke pantri. Ia juga selesai membuat jus serta susu dan kopi untuknya sendiri. Setelah semuanya selesai, ia pergi ke kamar mandi, membersihkan dirinya sebentar lalu berganti pakaian di kamar tamu di lantai pertama. 

Barulah setelah dia melihat dirinya sudah rapi dan wangi, ia naik ke lantai atas untuk memanggil Andin turun. 

"Apa lagi sekarang? Aku lelah, mau tidur. Kenapa kau masih menggangguku?"

Itu adalah serangkaian pertanyaan ketusnya begitu didapatinya pintu kamarnya di ketuk dari luar. Siapa lagi pelakunya kalau bukan Al. 

"Aku membuatkanmu sarapan. Makanlah dulu sebelum lanjut tidur."

"Kau sendiri saja yang sarapan." Tolak gadis itu sambil menguap. Ia menutup mulutnya dengan satu tangan. Saat dia mau menutup pintu itu, sebuah kaki panjang terulur mengganjal pintunya. 

"Aku tidak akan mengulang untuk yang kedua kalinya. Turun ke bawah sekarang." balas Al tegas.

Menghadapi Andin yang keras kepala dan seenaknya sendiri, hanya satu cara itu yang mempan menghadapi gadis ini. 

Andin mendengus kesal. Meski begitu ia tidak lagi membantah dan ikut turun membuntuti Al yang sudah berjalan menuju ke lantai bawah. 

Dari kejauhan, ia sudah bisa merasakan aroma harum roti yang dipanggang, aroma kopi dan juga susu. Harum masakan ini sukses membuat Andin yang memang lapar sedari tadi, tak sabar ingin tiba di ruang makan. 

Bukan Cinta Biasa (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang