Bagian 2

13 6 27
                                    

Langkah kakinya berhenti tepat di depan gerbang SMAN 17. Menghela napas sejenak kemudian mendongak. Langit sangat cerah padahal masih pukul 06.38 WIB. Begitu cerah sampai rasa-rasanya sangat mustahil akan ada hujan.

Tapi memang harusnya Karina tidak boleh berharap pada cuaca. Karena meskipun langit cerah, 'hujan' akan tetap muncul di bawah hidungnya.

Iya. Di bawah hidungnya.

Hardian jongkok tepat di dekat Karina sampai ujung sepatu keduanya bertemu. Dia mendongak menatap Karina yang sudah menunduk–menatap jengah kepadanya. Senyumnya terbit.

"Hai, Na!"

"Hai juga, Pengganggu."

Hardian terkekeh pelan. Masih pagi dan mood perempuan yang disukainya ini sudah buruk saja.

"Apa itu? Panggilan manja buat gue?"

Karina bersedekap dada. Kadang dia berpikir apa isi otak dari Hardian. "Gue rasa ada yang rusak dari otak lo!"

Tidak tersinggung, justru Hardian merasa powernya full setelah dikatai begitu. "Memang pilihan terbaik pagi-pagi itu jumpain lo dulu baru masuk ke kelas. Batre gue langsung full."

Karina mendengus geli. Dia menginjak kaki Hardian, "Tuh listriknya!" Lalu beranjak pergi meninggalkan Hardian yang meringis. Tapi siapa pun yang mendekat pasti tahu kalau saat ini bibir Hardian membentuk senyum tipis.

"Ck! Bisa gila gue," gumamnya.

°

Ternyata belum cukup pagi tadi Hardian mengganggunya, di jam istirahat yang harusnya dia nikmati ini juga diganggu!

Karina mengumpat kesal.

"Pergi nggak lo?"

Hardian menyentuh dadanya. Berlagak seperti sedang kehabisan napas. "Na, gue butuh napas buatan! Tolong, Na!"

Dan sebuah buku tulis mendarat telak di wajahnya.

"Makan tuh napas buatan!"

°
TBC

Karina Galak Milik HardianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang