𝙆𝙖𝙧𝙞𝙣𝙖 𝙖𝙚𝙨𝙥𝙖 - 𝙎𝙖𝙙 𝙒𝙖𝙡𝙩𝙯
__________"Berhenti ketawa!"
Zafran memelototi Berlian yang terus tertawa tanpa henti karena wajahnya yang rupawan berubah seperti orang pinggiran yang habis kena begal. Bonyok. Lebam ungunya kini berubah hijau kekuningan. Tak bisa diselamatkan.
Saat ini gadis itu sedang memasangkan dasi dengan suara cekikikannya yang mengganggu.
"Lucu. Kamu gak bisa banggain lagi wajah tampan kamu," tangan Berlian selesai mengikat sampul dasi. Lalu kembali mengangkat wajah dan menatap wajah Zafran secara dekat. Dan bibirnya kembali tertarik ke atas, meledek wajah masam Zafran.
"Siap-siap jadi gunjingan orang kantor," ledek Berlian dengan binar jahilnya. Zafran sampai menghela nafas lelah.
"Tau gue, tau! Lo ya, sedari bangun pagi terus aja ngeledekin gue," Zafran berjalan ke arah meja rias. Duduk tegak dengan tangan yang menyerahkan sisir pada Berlian menyuruh gadis itu juga men-stylish rambutnya. Berlian mendekat segera mengambil sisirnya lalu tangannya bekerja. Mereka berdua saling menatap di pantulan cermin.
"Perasaan yang sakit muka kamu deh? Kenapa tangan kamu juga ikutan sakit," Berlian hanya heran kenapa juga Zafran seolah manja selalu mengandalkannya. Lebih heran lagi juga dirinya yang mau saja diperintah.
"Kali-kali ngandelin tangan lo apa salahnya," Zafran tau istrinya sedang protes karena terus diperintah ini itu olehnya. Sejak semalam dirinya memang menggunakan sakitnya itu. Jadi manja, apa-apa selalu Berlian.
"Sekarang jawab aku! Siapa yang nonjok kamu?" Berlian sudah selesai dengan acara stylish nya. Rambut suaminya sudah rapi dengan gaya dahi terbukanya. Sekarang dirinya ingin tau siapa yang menjadi penyebab rahang itu bisa membiru. Karena sejak semalam dirinya tanya, suaminya ini tetap bungkam.
Zafran malah menatap pantulan istrinya. Dengan ekspresi serius dan tatapan tajam lalu rambut yang terikat, wajah Berlian terasa dingin kembali. Seperti masa remajanya yang diam dan sepi.
Lalu bingung apa yang harus dirinya jawab. Malas sebenarnya menyebut nama sepupunya ini. Tapi, Berlian akan terus bertanya. Kalau jawabannya tak dirinya dapat hari ini, esoknya lagi, lagi dan lagi gadis itu akan menagih sampai dapat jawaban yang dirinya inginkan.
"Yang jelas yang nonjok gue manusia bukan setan. Namanya gue gak tau. Gak penting juga gue harus tau namanya," Zafran tetap tak akan memberitahu bahwa sepupunya lah penyebab rahangnya lebam. Karena gadis itu akan mengorek lebih jauh masalahnya apa.
"Bohong! Aku tau kamu gak mau bilang dia siapa. Kenapa? Kamu belum bisa berbagi sama aku ya, kalau ada masalah?" Netra coklat gelap Berlian menatap sendu wajah Zafran di cermin.
"Ya itu, lo tau alasannya. Jadi, berhenti tanya-tanya terus!" nada bicaranya sedikit ketus. Berakhir dengan Berlian yang bungkam. Dan sadar diri. Meski sudah suami istri, dirinya tau mereka berdua belum dalam ranah saling berbagi apa itu masalah. Mereka menikah bukan karena cinta tapi terpaksa. Jelas! Tidak semua harus mereka ceritakan. Berlian harus tau batasan, dimana dirinya pun belum bisa jujur pada suaminya.
Sebenarnya Zafran juga merasa dirinya terlalu kelewatan. Apalagi melihat bungkam dan diamnya Berlian setelah tertawa sedikit lepas tadi. Apa suasana hatinya menjadi sendu?
Karena sekarang mereka dilanda keheningan panjang. Lalu Zafran yang memecah hening.
"Gue berangkat," pamit Zafran segera berdiri. Sedang Berlian hanya meresponnya dengan anggukan. Zafran paham pasti suasana hati istrinya benar berubah sekarang.
Mengambil tas kerjanya. Untuk sarapan dirinya memang sudah makan subuh tadi. Tiba-tiba saja dirinya memang menyuruh Berlian membuatkannya bubur. Karena rasanya yang enak, Zafran jadi ketagihan.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐏𝐞𝐧𝐠𝐚𝐧𝐭𝐢𝐧 𝐏𝐞𝐧𝐠𝐠𝐚𝐧𝐭𝐢 (End)
FanfictionBerlian terpaksa menjadi pengantin pengganti atas kaburnya adik kandungnya tepat di malam sebelum pernikahan itu terjadi. Tak ingin membuat dua keluarga tambah malu dirinya harus rela menjadi istri lelaki yang tadinya akan jadi suami adiknya. Harusn...