First Day

346 31 11
                                    

Kabut pagi belum usai membelai wajah tanah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kabut pagi belum usai membelai wajah tanah. Tapi Sean sudah bersiap di beranda rumah. Seragam biru dengan aksen emas khas Ignatius sudah dia gunakan dengan rapi. Berkali-kali Sean mengusap jasnya, yang sudah licin itu.

"Semua sudah siap?"



Evander berdiri di hadapan putranya sambil bersedekap. Nyatanya bukan hanya Sean yang tidak sabar menanti hari pertama sebagai Prince Guard. Kendatipun, ayahnya berusaha tidak menampilkan emosi berlebihan.

"Sudah, ayah," jawab Sean, masih sambil menggigit roti gandum dengan selai dari buah berry liar.



Evander melangkah ke arah anaknya. Tangannya merentang, siap merengkuh. Jujur saja, Sean agak merinding. Ayahnya tidak pernah menunjukkan kasih sayang seperti ini.

"Ayah bangga denganmu, Sean," Ujar Evander saat anaknya berada di rengkuhannya.

Sean tersenyum, meski merinding, tetap ujung air matanya menetes.



"Dengar," Viscount Evander berucap. Matanya kembali tegas. "Kau harus menempatkan jiwa dan raga Prince Beau, bahkan sebelum nyawamu mulai saat ini"

Sean tersenyum, "Tentu." Katanya tegas, "aku akan menjadi Prince Guard terbaik sepertimu."



Sean berlalu, mengambil amore yang tersampir di samping pintu. Dan saat dia berbalik lagi, ayahnya menatapnya dengan tatapan cemas.

"Ada lagi yang ingin kau sampaikan, viscount?" Tanya Sean lagi, matanya mengerling nakal.




Sean selalu ingin memanggil ayahnya dengan panggilan tata susila macam itu. Memanggil ayahnya dengan sbutan viscount, saat Sean menjadi seorang prince guard tentu membanggakan baginya.

Viscount Evander menggeleng, matanya menunduk turun. Satu hal yang selama ini dia pikirkan. Evander kembali menatap Sean, kali ini lebih seperti tatapan memohon.





"Jangan buat kesalahan yang sama dengan yang ayah lakukan."

Sean mengernyit heran, "ke-kesalahan seperti apa?"

Pasalnya Viscount Evander tidak pernah melakukan kesalahan apapun di pandangan Sean.

"Berangkatlah Sean." Ujar Evander, dagunya menunjuk arah kastil, "Jangan bjarkan Prince Beau menunggu."

.
.
.

Terry membawa pinggan bertutup, dan meletakannya diatas nakas. Tutup pinggan itu dibuka saat sudah berada di tempatnya. Aroma semangkuk bubur hangat membelai hidung Beau.

Terry tersenyum pelan, dia sudah tau pasti. Hanya aroma makanan yang bisa membangunkan pangerannya.

"Kenapa dibawa kesini?" Tanya Beau dengan suara seraknya, "memangnya Ratu tidak mau makan bersamaku lagi?"

Sean BeauTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang