Chapter 7: a Kindness

61 7 124
                                    

Keknya cerita untuk Peridot jauh lebih banyak dari Calliope. Tapi ya sudahlah.

Btw, mungkin besok akan ada flashback untuk pelindung sebelumnya. Jadi nantikan saja, walaupun udah ada gambaran kayak gimana.

Dan akan ada plot twist nanti. Jadi Happy Reading

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Bersembunyi dibalik kepalsuan yang ada, Jade masih ingin mempercayai kalau keluarga nya dan orang-orang disekitarnya adalah sosok yang tidak menyembunyikan apapun. Mereka menyayangi nya sepenuh hati dan semua itu bukan sebuah kebohongan. Naif, memang Jade adalah sosok naif yang menyedihkan.

Dia tau sifat asli Demantoide kepadanya saat meminta bantuan, namun dia masih tidak ingin percaya akan apa yang dia lihat. Jade yang menyedihkan, entah sampai kapan dia akan terus seperti ini. Entah sampai kapan dia akan terus menganggap kalau semua orang disekitarnya masih menyayangi nya.

Efiáltis: "Apa yang kau pikirkan, bocah? Apa kau masih tidak percaya dengan apa yang kau lihat?"

Sosok Efiáltis Seijin kembali muncul dalam wujud bayangan. Efiáltis Seijin seperti tidak menyerah untuk memperlihatkan semua kebenaran pada Jade, namun Jade yang adalah sosok naif. Tidak pernah memperhatikan semua kebenaran itu.

Jade: "Pergilah, aku tidak akan mendengarkanmu"

Jade sudah tidak lagi ketakutan seperti saat pertama dia melihat Efiáltis Seijin. Namun jawaban dari Jade malah tertawa dengan suara yang hanya bisa didengar oleh Jade seorang.

Efiáltis: "Kau ini sangat naif~ mau sampai kapan kau terus bersikap seperti ini? Apa kau tidak lelah?"

Jade: "Aku... Tidak pernah lelah. Aku masih ingin percaya."

Efiáltis: "Kalau begitu, silahkan saja~ itu pilihanmu dan apapun pilihannya, aku akan mendapatkan hiburan yang luar biasa~"

Kembali Efiáltis Seijin pun menghilang dalam bayangan. Jade berusaha untuk menyingkirkan semua pikiran soal keluarga nya, sampai pada satu titik Jade kembali ingat bagaimana Demantoide melihat nya. Saat itu Jade merasa jika dirinya hancur, ayahnya yang selalu menatapnya lembut. Namun semua sudah berubah saat Jade ingin meminta bantuan dari ayahnya.

Tatapan dingin dan kata-kata yang terdengar dingin. Jade masih tidak percaya, Jade masih ingin mempercayai kalau yang dia lihat itu hanya ilusi. Tapi semua itu terlalu nyata untuk dianggap ilusi.

.
.
.
.

Jade duduk di halaman depan rumah nya yang terbuat dari kayu. Jade menyembunyikan wajahnya di balik sela tangannya yang memeluk kedua kakinya. Jade hanya ingin waktu sendiri, dia ingin mengingat lagi apa yang dia lewati selama ini.

Kelahirannya yang dianggap kecacatan, terpilihnya Jade sebagai pelindung oleh sang Cahaya, pertarungan dengan Kaiju, dan kebenaran soal pelindung yang sebelumnya. Semua kejadian itu seperti ingin menyeret Jade ke dalam sebuah jurang. Jurang yang akan menelan Jade dari kenyataan pahit ini.

Merelani: "kakak? Apa yang kakak lakukan?"

Jade mengangkat kepalanya dan menatap adiknya. Merelani menatap Jade dengan sedikit senyuman. Saat melihat senyuman itu, entah kenapa Jade reflek meminta sesuatu yang sama dengan ayahnya.

Jade: "Darah... Merelani, aku butuh darahmu"

Ekspresi Merelani pun berubah. Merelani seperti buru-buru menjauhkan dirinya dari Jade, wajah Merelani pun berubah seperti jijik sambil memegang pergelangan tangannya.

Ultraman Peridot: the Cowardly JewelryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang