After Break Up : 03

17 1 0
                                    

Flashback on.

Ariana menenteng 8 gelas kopi susu di tangan kirinya, tangan kanannya sibuk memainkan ponsel yang menyita atensinya penuh. Dengan hoodie dan celana training berwarna abu-abu serta sepatu putih, rambut digerai ia menyusuri lorong gedung latihan agensi-nya menuju salah satu ruangan.

"Jalan dengan benar, kamu bawa kopi, bahaya kalo sampai nabrak orang." Seseorang berbicara dari belakang Ariana. Dahi perempuan itu mengkerut lalu menoleh ke belakang.

DEG.

Suara yang begitu ia kenal.

Tama.

Ariana yang masih mematung tak begitu sadar bahwa Tama melangkah mendekatinya. Perempuan itu mundur selangkah dan setelah itu jatuh terduduk membuat kopi ditangan kirinya menumpahi tangannya.

"Aww!"

"Ari!" Teriak Tama langsung bergerak cepat mendekat pada perempuan itu dan mengangkat tubuh Ariana agar berdiri, tak mengenai kopi yang sudah tertumpah di lantai.

"Ayolah Ar, biasa saja! Jangan lebay kayak gini." Ujar Tama dengan nada kesal sembari membuka tutup botol air mineral yang sedaritadi ia bawa ditangannya, menyiramkan air itu ke tangan Ariana tanpa memikirkan lantai, sepatu dan pakaian yang mereka kenakan akan basah terkena air tersebut.

"Kenapa disiram disini sih?! Lantainya basah." Protes Ariana.

"Keburu melepuh tanganmu kalo cari wastafel dulu," jawab Tama kemudian meniup-niup tangan Ariana. "Ariana, selama ini aku berusaha tetap waras tanpamu. Aku mohon, berhenti bersikap kayak gini setiap kali kita ketemu, kita begitu dekat, jangan bertindak konyol."

Tama mengeringkan tangan Ariana dengan baju yang ia kenakan perlahan agar tak menyakiti perempuan itu dan Ariana hanya memandang wajah Tama.

Laki-laki itu yang sadar akan atensi Ariana pun menoleh, "Stop look at me with those eyes."

"What eyes?"

"Dasar, mata dan mulut jauh berbeda. Apalagi pikiran dan hatimu."

"Berhenti memarahiku!" Kesal Ariana karena sedaritadi Tama terus-terusan menyudutkannya. "Aku tidak memarahi mu,"

"Lalu apa kalau bukan memarahi? Menyudutkan ku?" Ariana menarik tangannya dari tangan Tama dengan kesal.

"Merindukanmu,"

Ariana melotot mendengar hal itu lalu menampar wajah Tama pelan. "Dasar buaya darat,"

"Buaya darat? Ngomong gini juga cuma ke kamu, apanya yang buaya?"

"Nah yang barusan itu juga suara buaya darat!" Ariana bersedekap tangan, memalingkan wajahnya dari Tama. Laki-laki itu menghela nafas kesal, "Ar, pelukan dulu bisa ga? Jangan langsung bertengkar,"

"Hellowww, yang ngajak ribut kamu duluan ya!"

"Iya deh maaf, dah pelukan dulu,"

"Tidak mau,"

Tama mengerutkan dahi tidak terima, "Why? Your love is lost?"

"No, kalo aku peluk kamu, aku nanti hancur lagi. Gausah peluk-peluk Tama, kita kan ga ada hubungan lagi." Ariana tertawa garing. Entah apa yang membuat Tama tersenyum menatap perempuan yang tengah tertawa didepannya ini, "Terserah kamu deh, yang penting jangan nangis lagi."

"Dih, beneran jadi buaya kamu,"

Tama menghela nafas lagi, "Tanganmu pasti sakit, ayo diobati,"

Ariana menatap tangan kirinya yang tertumpah kopi berubah menjadi sedikit pucat. "Padahal aku akan ada jadwal pemotretan, huh, ini akan sangat menyakitkan."

TTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang