Rasa-rasanya kepala Valerie mau meledak mendengar ocehan Gabriel seharia ini. Hanya perkara Valerie yang ingin memasak dan Gabriel yang menyarankan untuk memesan makanan online, telah menimbulkan perdebatan panjang.
"Udah aku bilang kamu gak usah masak. Kita delivery makanan aja apa susahnya sih! Ngeyel banget kamu kalau dikasitau!"
Valerie memutar bola mata jengah. Mendengar omelan Gabriel yang seperti ibu-ibu tukang kost itu. Well, karena kegiatan panas mereka yang berlanjut berjam-jam itu, Valerie harus melewatkan makan siangnya menjadi makan malam.
Berbeda dengan Gabriel, cowok itu santai-santai saja meski ia membolos mata kuliahnya hari ini. Sama sekali tidak ada beban di pundaknya.
Kadang Valerie iri, enak sekali menjadi Gabriel. Kehidupan cowok itu kelewat sempurna. Gabriel bahkan tidak perlu banting tulang.
Tidak seperti dirinya. Sehari saja Valerie tidak masuk kerja, gajinya akan di potong. Belum lagi jika dia ada ijin sakit, harus bawa surat kesehatan dari klinik terdekat. Kalau tidak, gajinya juga akan di potong setengah.
Memikirkan itu Valerie memijit pelipisnya. Bos di tempatnya bekerja tidak semurah hati itu. Semua ada prosedurnya. Dan sebagai karyawan, jelas Valerie harus mengikuti prosedur yang ada.
Hanya dengan mengenakan kaos oblong putih serta celana jeans pendek diatas lutut Gabriel duduk manis di meja makan.
"Vale kamu dengarin aku ngomong nggak?" decak Gabriel seraya berkacak pinggang. "Jalan juga masih pincang gitu---"
"Emang siapa yang buat aku pincang?" Valerie menoleh sengit. "Kamu tahu kan, aku juga masak buat kita. Sayang bahan makanan di kulkas aku masih banyak. Kalau gak dipake, yang ada busuk. Mending aku masak. Dibeli juga pake uang kan?"
"Dibeli memang pake uang. Gak ada yang bilang kalau dibeli pake daun," balas Gabriel.
"Apa sih El dari tadi jawab mulu. Bikin orang kesel aja. Kamu kalo lapar diam. Jangan ngerengek kaya bayi minta susu gitu," sengit Valerie, seraya mengerucutkan bibir.
"Oh, jadi kalau aku ngerengek kaya bayi kamu mau kasih aku susu lagi, Vale." Valerie berhenti mengaduk masakan di wajan mendengar ocehan Gabriel yang menjuru ke hal-hal mesum lagi.
"Aku mah mau-mau aja. Suka banget malah. Tau gitu ampuh kan, tiap hari aku ngerengek aja terus setiap menit, setiap detik, supaya dapat susu. Susu badan tapi aku maunya." Gabriel mengerling nakal.
Mendengar itu, Valerie langsung melempar Gabriel dengan spatula penggorengnya hingga mengenai tepat di kepala lelaki itu.
"Bisa gak sih El, kamu diam sebentar? Aku lagi masak. Kamu kalo gak mau makan mending pergi. Jangan ngoceh terus kayak Dora. Kamu mau aku samain sama anak kecil umur lima tahun hah!" pekik Valerie. Saking kesalnya dengan celotehan Gabriel yang seperti rel kereta api.
Gabriel itu jika sudah dalam mode cerewet, dia bisa mengalahkan penjual siomay yang bawa gerobaknya di pinggir jalan.
Akhirnya, usai Valerie mengeluarkan amarahnya, tidak ada lagi suara berisik milik Gabriel. Valerie memasak dengan tenang, tanpa gangguan, hingga masakannya selesai.
Valerie mengernyit karena tidak melihat tanda-tanda keberadaan Gabriel di ruang makan. Kemana lelaki itu?
Dengan langkah tertatih-tatih, Valerie mencoba melangkah menuju ruang tamu. Mungkin saja Gabriel berada disana. Duduk manis di depan televisi sambil memainkan play station digitalnya. Namun, baru beberapa langkah, Valerie merasa perih disekitar area intimnya. Valerie tidak sadar tubuhnya oleng. Dan beruntunglah, Gabriel datang di waktu yang tepat. Ia cepat menangkap pinggang Valerie yang nyaris jatuh mengenaskan mengenai ujung runcing meja makan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Passionate Sugar
RomanceGabriel Zacharie mencintai Valerie Anatasya sejak pertama kali ia bertemu dengan wanita itu disebuah kafe kecil tidak jauh dari kampusnya. Wanita lugu nan polos yang memiliki banyak luka rahasia di dalamnya. Tidak peduli dengan latar belakang gadis...