Entah sudah berapa lama aku sudah tidak memperhatikan rumah gubuk itu lagi. Dia tampak menghilang dari pandanganku. Atau, tak kasat mata?
"Kemana?" Pertanyaanku tertuju pada gubuk itu.
Aku mengambil kamera di atas laci mencoba memfotonya, tetapi tetap tidak ada.
Ada apa ini?
Rumah yang selama ini kuberikan tanaman-tanaman yang indah dan kurawat dengan baik menghilang begitu saja?
Sepersekian detik, pintu berketuk pelan, "Sastra, Mama bawakanmu susu."
"Iya! Tunggu Ma!" Teriakku tapi lembut. Kakiku langsung bersiap menopang badanku, bergerak membukakan pintu.
Mama membawakan segelas susu dan pinggiran roti yang sudah dikeringkan. Itu favoritku.
"Makasih, Ma."
"Biar fokus belajarnya, perut ga boleh kosong." Intonasinya tak ada beban, terdengar lembut.
"Siap!" Aku berdiri tegak, mengangkat tanganku, jemariku berdempetan bersikap seperti sedang hormat saat upacara pagi.
Sebelum Mama pergi, dia mengatakan sesuatu, "oh iya Sastra." Lanjutnya
"Iya, Ma?" Tadinya aku sudah mau berbalik badan, tapi tidak jadi karena perbincangan yang masih lanjut ini.
"Kamu benar-benar menyukai bunga?"
Kenapa Mama tiba-tiba bertanya begitu?
Aneh.
"Iya, Ma. Apakah ada sesuatu?"
"Tidak apa, Mama cuman asal bertanya saja karena setiap saat Mama memperhatikan anak Mama."
No comment
"Kalau gitu, kayaknya kamu bisa buka toko bungamu sendiri."
Seketika alam kesadaranku meningkat mendengar Mama ngomong seperti itu, aku membalasnya dengan antusias. "Beneran, Ma?"
"Iya," omongannya terjeda sedikit, "tapi omong-omong, Mama mau tanya satu hal sama kamu."
"Ya, Ma?"
"Kamu benar-benar merawat rumah gubuk kesayanganmu?"
"Ya, Ma. Dia sudah kubuat indah. Kalau ada kesempatan, akan kubawa Mama kesana."
Mama terlihat bingung dan ganjal, tapi dia tidak berkomentar apa-apa lagi. "Baiklah, Mama balik ke dapur dulu ya, kalau sudah habis taruh meja dulu aja, biar besok pagi Mama yang bereskan."
"Oke, Ma."
Karena perbincangan dengan Mama membuatku sementara tidak teringat lagi dengan surat-surat itu.
Tapi, aku teracuhkan sama respon Mama tadi, kenapa dia kaya merasa tidak nyaman begitu? Atau ini hanya sekedar perasaanku saja?
***
Keesokan paginya, hari ini adalah Senin, sudah biasa anak-anak sekolahan bangun kesiangan karena belum puas berlibur ketika libur.
Tapi aku berbeda, aku adalah anak yang biasa bangun pagi, karena untuk menyiram tanaman-tanamanku terlebih dahulu membuang waktu yang cukup banyak.
Satu-persatu ku sirami dengan hati sukaria juga dapat membuat mereka mudah tumbuh subur.
Mama sudah memanggilku, pas sekali timingnya, aku baru saja selesai memakai kaos kakiku dan menyisir rambutku agar terlihat rapih dan sopan nanti.
Terlihat seperti cowo feminim bukan? Haha.
Mamaku tak memberi respon yang berlebih, sebab dia sudah terbiasa. "Pagi sayang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hai, bunga!
RomancePerjalanan seorang anak kecil yang tak disangka-sangka. Dengan penuh kemisteriusan, ia menempuh alur dan berusaha menemukan jawaban yang belum terungkap. "Siapakah gadis gubuk itu?" ──