- 10 -

24 16 5
                                    

"Kemana dia? Seharusnya dia benar ada disini," gumamnya kecil

"Apakah tidak ada orang? Disini kenapa sangat gelap?" Setelah berucap begitu Putri berinisiatif menyalakan lampu kamar. Ia membalikkan badannya dan terkejut menampakkan Kakeknya yang diam terpaku, "Kakek...?" Muka Putri berubah tampak pucat tak percaya, ia belum memercayainya sampai ia mengecek denyut nadinya lewat lehernya─sudah tidak berdenyut menjadi bukti Kakeknya sudah tidak bernyawa. Dia duduk bersandar pada papan kasur seperti memang sudah diatur begitu. Wajahnya pucat seakan khawatir dan takut akan sesuatu.

Benih-benih air mata mulai jatuh satu-persatu membasahi pipi dan gaunnya. Seumur hidupnya Putri tidak pernah menangis kecuali pada saat bayi karena Kakeknya keras terhadap hal itu, dia mengatakan kepadanya sedari kecil. "Perempuan bukan berarti bisa lemah, perempuan juga harus mencobai dirinya yang lemah ubah menjadi kuat. Sebab di dunia ini tidak ada orang yang dapat kita percaya, termasuk Kakek. Jangan memercayai Kakek, Floresta. Karena Kakek bisa saja juga menyakitimu bahkan mencelakai mu. Perempuan juga tidak boleh terpaku oleh orang lain, jangan mengandalkan yang bukan diri kita sendiri, karena nantinya akan menyebabkan sakit hati yang dahsyat. Begitu kita sangat memercayai mereka dan mengandalkan orang itu lalu diabaikannya atau bahkan ditinggalkan, kamu yang hanya dapat ampasnya dan menderita seorang diri."

"Kakek, apakah aku boleh menangis?" Putri berdiri diam disana tanpa memasang ekspresi sedihnya, ia malah tampak datar dan bingung. Namun tatapan matanya tidak bisa berbohong, ia memang sangat sedih merasa kehilangan. Sangat sakit.

Tidak ada bukti dari fisiknya yang menyatakan ia dibunuh dengan senjata tajam, Putri menghentikan tangisannya lanjut memeriksa obat yang kemungkinan menjadi penyebab Kakeknya meninggal. Dan benar saja, ia mencium aroma obat yang biasa dia suka cium berbeda dengan yang Kakek konsumsi.

"Seseorang membunuh Kakek."

Selain obat itu, tidak terlihat ada bukti jejak yang tertinggal lainnya. Pembunuh ini pintar dan banyak akal. Kemungkinan besarnya ia orang yang sangat benci pada Kakek atas kekuasaan miliknya atau mungkin memiliki niat lain.

Putri segera bergegas pergi, meninggalkan segala buktinya disana agar dapat diselidiki lebih lanjut tanpa ada perubahan sedikitpun dari apa yang telah terjadi. Putri segera berlari dengan ngos-ngosan menuju kamar pelayanannya Kreya, ia salah satu orang kepercayaannya, ia berniat memberitahu apa yang dilihatnya barusan.

"Apakah itu benar Putri?"

"Aku serius Kreya, aku tidak pernah berbohong padamu."

"Ya Putri, apapun yang Putri ucapkan saya percaya. Tapi apa tindakan selanjutnya yang akan dilakukan Putri?"

"Pastinya investigasi. Aku akan mencari detektif hebat untuk menyelidiki masalah ini."

"Menurut saya sebaiknya Putri memberitahu Tuan Duke terlebih dahulu, mungkin beliau dapat membantu Putri."

"Tidak, aku tidak akan memberitahu Paman. Aku akan mencoba selidiki ini dulu sendiri."

Kreya dulunya adalah seorang bangsawan yang mengalami penyusutan dan masalah. Kakek dahulu kala yang membantu keluarga Kreya dari marabahaya kemiskinan hingga membuat terjadinya krisis pangan, ia memberikan sumbangan berupa uang untuk membantu operasi keuangan dan dapat berjalan di alurnya lagi, dia juga men-transfer banyak pangan primer. Karena merasa amat berjasa, keluarga Kreya pun mengirim Kreya sebagai pelayan pribadi Putri yang akan menemaninya hingga Putri beranjak usia yang pantas untuk menikah. Kreya sangat setia dan baik, dialah yang merawat Putri dari kecil hingga dapat menjadi sangat dekat. Putri sudah menganggap Kreya ini layaknya ibunya, dia sangat penuh perhatian dan mengerti segalanya tentang Putri.

***

Banyak bangsawan berkumpul menghadiri pemakaman Raja, mereka bergumul saling berbincang-bincang dan prihatin. Putri hanya termenung diam di kamarnya─belum merelakan kepergian Kakek yang ia sayangi. "Selamat malam para hadirin semua." Salam Grand Duke Sessyl, Paman dari Putri Floresta membuat kebisingan sekejap menjadi kesunyian, semua mata tertuju padanya. Tak ada yang berani mengoceh atau mengalihkan pandangan satupun.

"Terima kasih telah memberikan perhatian. Saya Grand Duke Sessyl Domeon Archied mewakili keluarga Archied berterima kasih karena telah hadir pada hari sibuk ini. Saya senang sekaligus sanjung."


Mungkin banyak kesalahan yang telah dibuat oleh Raja dahulu, tolong dimaafkan agar ia bisa tenang."

"Dan hak asuh dari Putri Floresta telah berpindah ke tangan saya, Raja telah mempercayakannya. Jadi, jangan asal dekati keponakan saya, karena akan berurusan dengan saya langsung."

Para bangsawan yang hadir tertawa kecil mendengar kalimat terakhir Sang Duke. Mereka tersenyum memiliki minat untuk mendengarkan.

Setelah lama waktu yang dihabiskan oleh Duke Sessyl untuk pidato-pidato dan kalimat-kalimat harunya yang menyatakan kematian Kaisar, sekarang berbeda topiknya. "Karena waktu sudah banyak kita habiskan tadi, sudah saatnya mendengarkan yang satu ini." Para bangsawan saling berbisik, mereka sepertinya cukup kepo.

Duke mengambil sebuah surat, mengangkatnya tinggi agar bisa dilihat banyak orang, ia meminta seseorang membacakan surat itu dan mulailah kalimat per kalimatnya dibacakan.

"Teruntuk para hadirin, surat ini memang harus dibacakan setelah saya tiada, saya mengucapkan amat teramat terima kasih dari hati yang terdalam karena telah memberikan kasih dan waktu dengan mendatangi acara pemakaman ini. Saya ingin menyampaikan kepada semua orang di negeri ini bahwa Raja di Kekaisaran ini akan berlanjut ke generasi Putri Floresta, cucu saya. Saya akan memberikan seluruh harta dan kekuasaan saya kepada Floresta. Tidak ada yang boleh membantahnya. Ini merupakan pernyataan mutlak. Salam kehormatan, Kaisar Vitellius de bia Archied."

Mimik wajah Grand Duke mengatakan isi suratnya benar-benar di luar ekspektasinya. Wajahnya seperti marah dan bingung tapi dia berusaha sembunyikan. "Baik, itu adalah pernyataan Sang Raja langsung, saya tidak bisa menyanggahnya. Namun dengan usia Putri yang terbilang masih muda, apakah anda sekalian menerima bila saya yang akan menjadi Raja sekaligus pembimbing harta yang dimiliki Putri hingga ia dewasa? Untuk mengelola ini semua dibutuhkan orang dewasa dan pemikiran yang matang, bukan?"

Para bangsawan saling melirik setuju dan mengangguk-angguk bersamaan.

"Apakah hal itu bisa diterima, Tuan Hukum?" Duke Sessyl menoleh pada orang yang membacakan surat wasiat tadi.

"Memang ada kebijakan yang disampaikan dari Raja anda memiliki wewenang untuk hal itu, tapi hanya sebatas mengajari bukan mengambil alih Putri Floresta."

"Itu bisa dikatakan perkataan ku dapat diterima kan?"

"Ya, Grand Duke." Balasnya dengan membungkuk.

Grand Duke Sessyl kembali membalikkan badannya ke hadapan kaum bangsawan dan lanjut berkata dengan sosok bijaksananya, "seperti yang saya katakan, ahli Putri akan dipegang dahulu oleh saya hingga Putri berada di umur dewasa dan sudah bisa saya percayakan."

Orang-orang disana berteriak-riak riang gembira merayakan kebahagiaan kembalinya Raja mereka.

Grand Duke melanjutkan acaranya dengan bercakap-cakap pada Bangsawan di bawah. "Selamat, Raja baru."

Duke Sessyl tertawa, "terima kasih, terima kasih. Percayakan segalanya pada saya."

"Tentu saja saya percaya Duke. Oh tidak, Raja Sessyl."

Mereka berbincang sembari tertawa-tawa menikmati dessert sekaligus alkohol di tangan mereka.

Hai, bunga!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang