15

4.5K 63 1
                                    

[Yuk ngobrol di IG : @aryan_asma]

Duaaarrrrr!!!! Suara petir kembali terdengar. Terdengar suara benturan entah suara apa.

"Don, doni. Kau tak apa? Hujan petir lho." Kataku khawatir.

"Halo, sudah disini aman." Ucap Doni.

"Eh, emangnya kamu dimana?" Tanyaku penasaran karena ia mengatakan bahwa disini aman.

"Mnnn,,, dikolong tempat tidur." Ungkapnya dengan suara sengau.

Aku terbahak dan bangkit dari tidurku. Aku mengaktifkan Video Call dan ia langsung membukanya. Dikamarku tak gelap karena aku punya lampu emergency yang hidup ketika listrik mati. Namun di kamera Doni gelap gulita.

"Ngapain kamu nelpon aku? Bukannya kamu marah tadi." Ujarnya sengau.

"Nggak ah, aku nggak marah." Kataku pura-pura lupa.

"Mnnn,, yaudah kalau nggak marah." Ucapnya santai.

"Kamu nggak takut hujan petir begini, mana mati lampu." Aku menatap layar yang gelap itu. Mungkin yang terlihat hanyalah hidung Doni yang mancung.

"Hmn,,, Takutlah, makanya kamu tadi nggak nemenin aku." Perkataannya membuatku terperangah. Udara dingin membuatku kembali meringkuk di kasur dan menarik selimutku sembari bertelpon dengan Doni. Tak lupa aku menutup pintu agar Ibu tak masuk ke kamarku. Lalu kututup seluruh tubuhku dengan selimut dan membawa smartphoneku kedalam sana.

"Mnnn,,,nggak ah, nanti kamu peluk aku!?" Bisikku.

"Bukannya enak dipeluk kek gitu." Ucap Doni.

"Yeee,,, ngarep!" Aku mengelak. "Eh, kok gelap, nggak pakai lampu emergency."

"Ada genset dirumah, tapi males hidupin. Paling bentar lagi hidup." Ucap Doni. Sejenak kami terdiam karena entah apalagi yang akan dibicarakan.

"Eh, aku mau tanya?" Cetus sembari memikirkan pertanyaan apakah pertanyaan ini pantas kulontarkan atau tidak.

"Ya, tanya aja." Jawabnya.

"Kenapa kamu tahu kalau,,, mnnnn,,, aku keenakan ketika dipeluk?" Kataku canggung, namun aku masih penasaran dengan hal itu.

"Kamu ingat pas ditaman kemarin pas hujan seperti ini." Ujar Doni.

"Ya, aku ingat." Ungkapku.

"Bukannya kamu meronta, malah kamu menekan kepalaku dan membelai rambutku. Apalagi, mnnnn,,,maaf, ketika wajahku mengenai payudaramu. Kamu seperti mendesis kesakitan, namun kamu enggan untuk melepaskannya." Perkataan Doni yang jujur seakan menampar wajahku beberapa kali. Ia yang kuanggap lugu malah lebih pintar dariku. Malah aku yang terlihat lugu seperti ini. "Bukankah itu yang namannya keenakan?"

"Mnnnn,,, aduh gimana yaaa?" Ucapku canggung, apakah aku ingin mengakuinya atau tidak. Tetapi seperti itulah yang kurasakan. "Tapi untunglah aku pulang sebelum hujan ini!?"

"Kenapa emang?" Tanyanya pura-pura nggak tahu.

"Kamu pasti peluk-peluk aku,kan?" Ucapku.

"Eh,,, itu—mnnnn, itu refleks ajah sihhh." Ungkapnya malu. "Tapi kamu malah suka-kan?"

"Ah, basi, masa' nanya itu lagi." Aku mengelak.

"Soalnya tadi belum dijawab." Ia mencela.

"Ahhh,,, nanya yang lain aja." Utusku karena aku masih terlalu malu untuk mengakuinya.

"Tadi sakit nggak?" Tanyanya.

"Sakit apa?" Aku kembali bertanya kebingungan.

"Gigitan tadi, maaf,,, aku nggak bisa nafas jadinya kugigit aja." Pertanyaan itu membuat darahku berdesir apalagi dibagian puting susuku bekas gigitan tadi. Walau pelan namun masih terasa ngilu apabila diingat.

"Ih,,, sakit tahu! Aku sampai menjerit tadi." Keluhku manja.

"Makanya, jangan suka nyiksa aku kayak gitu." Ungkapnya.

"Oke, siap." Jawabku. "Eh, Essainya gimana. Mau lanjut besok atau gimana?"

"Mnnnn,,, besok kamu ada acara?" Tanyanya.

Aku bangkit dari pembaringanku, aku berpikir sejenak apa yang ingin kukatakan. "Mnnn,,,tidak. Kalau kamu?"

"Oke, kita ketemu di Grand Mall Square jam 11 siang. Essainya biar kukerjakan malam ini. Tinggal diketik aja." Ajaknya. Tetapi aku masih ragu dalam hal apa ia mengajakku.

"Eh,,, ngapain ketemu di GrandMall?" Tanyaku dengan memberanikan diriku, "kau mau mengajakku kencan?"

"Mnnnn,,, bisa dibilang seperti itu. Jangan lupa, kupesankan Maxim pukul setengah sebelas. Oke?" Ucapan Doni terputus sebelum aku menyetujuinya. Akupun berteriak girang entah karena apa. Cowok sok pintar itu malah mengajakku berkencan. Sekarang aku salah tingkah sendiri.

Hujan telah reda dan listrik hidup dengan sendirinya. Aku membuka celanaku dan terkaget karena aku tak mengenakan celana dalam. Kuraba buah dadaku ternyata Bra dan celana dalamku tertinggal di rumah Doni.

Dalam keadaan telanjang bulat, aku tertunduk lesu di depan lemari baju. Aku melihat puting susu sebelah kanan yang digigit oleh Doni. Kuraba sesaat, desir darahku kembali bergerak. Lalu tanganku mengarah ke perut dan berlanjut ke area selangkanganku. Rasanya hangat karena aku merasakan tonjolan itu. "Oh,,, Doni,,, kenapa kau buat aku seperti ini!?" Bisikku lirih. Aku juga memikirkan jika Doni menemukan Bra dan celana dalamku di pintu dekat kolam renang. Betapa malunya ketika ia melihat bentuk pakaian dalam itu yang begitu menggoda. Apalagi, besok kita akan bertemu. Akhirnya aku menarik handuk dan bersiap untuk membasuh tubuhku.

Pagi itu, aku memakai pakaian yang serba tertutup. Aku memakai rok panjang dan baju kemeja oversize yang berbeda warna dengan kemarin. Dibagian dalam aku mengenakan tangtop dan sportbra untuk menyembunyikan buah dadakh agar ia tak tergoda. Tak lupa tas selempang untuk menyimpan smartphoneku.

Nada deringku berbunyi ketika Doni sudah memberi tahu bahwa driver ojol sudah siap menjemput. Aku berpamitan dengan alasan pergi bersama Agnes dan Rosa untuk menonton film horror di bioskop.

"Sejak kapan kamu suka film Horror, awas nanti kalau nggak bisa tidur!" Ejek Ibuku seakan tak percaya bahwa aku akan nonton film horror. Padahal gadisnya yang penakut diajak kencan untuk pertama kalinya.

Ditengah perjalanan, jantungku berdegub kencang. Aku memikirkan beberapa pertanyaan yang akan kulontarkan, terkadang terkesan basi seperti, "sudah makan belum?", "kamu suka film apa?", "biasanya kamu kesini ngapain dan sama siapa?" Pertanyaan itu membuat tubuhku bergelayut dan pak driver protes.

"Non, duduk yang bener non. Jangan goyang-goyang." Ujar abang Driver yang berusaha mengimbangi tubuhku yang jangkung. Apalagi dudukku yang miring membuat motor matic buntutnya tidak seimbang.

"I—iya pak maaf." Ujarku.

Tak sampai setengah jam, aku sampai di depan GrandMall Square. Aku berjalan ke pintu sembari meraih smartphone untuk menghubungi Doni. Namun lagi-lagi suara Doni mengejutkanku. "Ayohhh, masuk!" Ungkapnya.

Entah kenapa, suasana Mall di minggu pagi cukup sepi karena mungkin terlalu pagi untuk sebuah Mall. "Eh, kamu kok pakai Rok!?" Tanyanya.

"Kenapa emang!?" Tanyaku balik.

"Aku mau ajak main trampolin. Tapi nggak mungkin kamu lepas rokmu terus pakai celana dalam G-String aja kayak kemarin." Ucapan Doni seakan membuatku geram. Kulingkarkan tanganku ke lehernya dan bermaksud mencekiknya.

"Eeeekkkhhh,,, ampun,,, ampunnnn!" Ia memohon ampun. Namun aku teringat dengan pakaian dalamku yang masih tertinggal di rumah Doni. "Mnnn,,, itu pakaian dalammu ada di tasku. Nanti aja pulangnya, ambilah!"

"Eh, Iya aku lupa kemarin. Nanti aja kalau mau pulang ingetin?" Timpalku.

"Sudah kucuci kok, kalau mau pakai, pakai aja di kamar mandi." Ucapan Doni makin lama makin kurang ajar. Namun bukannya marah, aku malah menggertak bercanda dengannya.

"Dasar kau ini! Kau apakan Bra-ku itu." Aku juga terpancing dengan perkataannya.

"Kalau Bra-nya sih nggak masalah, yang aku heran,,,mnnn,,, celananya?" Ungkapnya keheranan. Wajahku memerah malu ketika mendengar perkataan itu.

MIRAMAXTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang