"Apa!?" aku terkejut, namun Doni memaksaku. Entah apa yang kulakukan. Doni menarik tanganku dan menyuruhku memasuki terowongan. Sebelum memasukinya, Doni memutar kepalanya agar tak ada yang melihat.
"Heeehehehe,,, ayohh!" Ungkap Doni tak sabar.
"Eh, kamu mau apa?" Bisikku meronta.
"Ayoohh,,, buka!?" Doni merengek. Wajahnya sudah siap menyergap kedua buah dadaku.
Doni menarik kedua tanganku agar aku membukanya. Dalam kecanggungan, aku mulai menyingkap kaosku. Perlahan, kulit perutku terlihat dan BeHaku yang berenda-renda juga terlihat. Lalu pemandangan itu beralih ke belahan dadaku.
"Haaauuuufffttt!" Mulai mencium buah dadaku. Kepalanya dengan ganas bergerak menggeseknya. Sensasi itu lebih terasa karena hembusan nafasnya menyentuh kulit sensitifku. Belum lagi, lidah dan hidungnya yang tumpul menyentuh bagian sesitif bernama puting susu.
"Mnnnnhhhh,,, hhhaaah,,," aku mencoba untuk menahan desahanku.
Mendengar itu, Doni menghentikan perlakuannya. Ia menatap mataku yang samar dan aku menatap wajahnya yang memerah padam. "Sayang kenapa?"
"Ih,,, pakai nanya-nanya!?" Aku merangkul lehernya dan menarik wajahnya kearahku. Doni kini berada diatasku, bibir kami bertemu dan lidah kami saling menyatu. Rasanya sunggu berbeda dari kemarin. Kini aku lebih leluasa karena sudah tak ada kecanggungan diantara kami. Badanku memanas dan kulitku meremang menerima rangsangan darinya. Mataku membias dan nafasku menghangat. Cukup lama sampai kesadaranku bangkit karena rasa pegah dalam tubuhku.
"Huufffttt! Eh,,, awas panas." Bisikku seraya mendorong tubuh Doni yang menimpa tubuhku. Aku duduk bersandar dan sadar bahwa jemari Doni sudah menyentil puting susuku yang mengintip di balik BeHa. Aku baru sadar ketika Doni memelintirnya. "Auuhhh!" Aku segera menepis tangannya dan menutupnya.
"Ihhh,,, kenapa ditutup!" Ia merajuk dan dengan beraninya menyingkap kaosku. Sontak aku terkejut menerima perlakuan seperti itu. Lalu jemarinya lincah menarik BeHaku.
"Heeeh! Nanti kelihatan orang," jantungku berdegup kencang walau aku penasaran dengan rasanya.
"Mnnnn,,, bentar aja yang?" Doni membujukku dengan mendekatkan bibirnya ke buah dadaku. Aku tak sanggup menolaknya. Bibirku terlalu kaki ketika ujung jarinya menarik BeHa yang kukenakan. Lalu terlihatlah puting susuku yang menyembul berwarna kecoklatan.
Doni tak menyia-nyiakan kesempatan itu. Bibirnya menghisap bagian sensitif itu, seketika aku mendesis sembari memeriksa sekitar. Padahal, mataku terlihat samar dan buah dadaku gatal. Keringatku merebak dan badanku menghangat. Bagian tubuhku tanganku lunglai ke samping karena Doni mulai menggerakkan lidahnya menyentuh puting susu yang selama ini menjadi impiannya.
"Ahhhh,,, suuuhdaahh!" Ucapku sembari menyadarkan kekasihku agar tak terlalu bernafsu. Aku masih takut jika seseorang melihat kami. Aku juga takut hubungan kami menjadi tak sehat akibat terlalu bernafsu—maksudku, nanti dulu aku masih ingin menyusun masa depanku.
Tetapi semua pemikiran itu seakan buyar ketika Doni melepas hisapan bibirnya. "Hmnn,,, satunyaahhh!" Ungkapnya sembari menarik BeHaku yang satunya.
"Ih,,, udahan yuk. Nanti ada orang yang!" Aku hanya dapat berkeluh kesah tanpa dapat melarangnya. Tubuhku yang semakin lemah karena bibir Doni melemahkanku. Ia menghisap puting susuku satunya sembari memainkan lidahnya. "Mnnnnhhh,,, auuuhhhh,,, Yaang!" Desisku tak sadar karena buah dadaku semakin mengkal karena penetrasi ini. Cukup lama Doni menetek padaku, sehingga membuat nafasku tersengal tak berdaya.
Doni melepas hisapannya dan menatapku. Mataku sayu karena aku harus menahan birahiku. Pipiku memerah padam merindukan sesuatu. Sesaat aku termenung dan sesaat aku tersadar bahwa semua ini hanyalah nafsu belaka. "Enak nggak?" Tanyanya seraya membelai buah dadaku yang masih terbuka untuknya. Kedua puting susuku basah kuyup oleh liurnya.
"Mnnnn,,, geli-geli ajaahh." Jawabku singkat sembari menepis tangannya. Namun tepisan itu ditahannya.
"Maj lagi?" Tanyanya seraya mencubit kedua puting susuku. Jemarinya kencang sehingga membuatku sedikit kesakitan.
"Aihh,,,mnnn,,,hhh,,, terserah." Jawabku genit. Aku yang seharusnya menjaga kehormatanku malah menjadi bulan-bulanan Doni.
Ia menjilat dan menghisap bagian coklatnya dengan ganas. Dimana ia memperlajari itu? Aku tak tahu. Sepertinya aku juga semakin tertekan karena selangkanganku semakin hangat saja. Wajahku memerah padam dengan pandangan yang sejenak kabur dan sejenak kembali lagi. Aku mendesah mengeluarkan segala rasa nikmat yang kurasakan. Sampai akhirnya Doni melepaskan hisapannya.
"Hmn,,, ini milikku!" Ungkapnya sembari menjilati puting susuku.
"Mnnn,,, bawa pulang ajaaah." Godaku karena Doni juga bertingkah aneh.
"Emang rasanya gimana? Kok desah-desah terus dari tadi." Tanya Doni seraya meremas buah dadaku yang makin mengkal karena otot-ototnya berkontraksi.
"Ya geli gitu lah. Soalnya sayang mainin pakai lidah." Ungkapku sambil menyentuh bibirnya dengan ujung jariku. "Ih,, udahan yuk. Nanti ada orang!"
Kamipun keluar dari lubang prosotan itu dan berpura-pura berolahraga. Tak ada seorangpun kecuali kami. "Yuk, kita pulang!" Ujarnya.
"Mnnn,,, pulang kemana? Ke rumahmu, sepi nggak!? Enak dong kalau sepi. Hihihihi, " Ungkapku. Aku sengaja mengatakan itu karena tak mungkin rumahnya sepi.
"Mnnn,,, yuk. Ayah dan Ibu pergi ke pesta pernikahan siang ini. Jadi aku dirumah sendirian." Doni semakin bersemangat untuk melecehkanku.
"Ahhh,,, nggak! Bercanda kok!" Ungkapku. "Mnnn,,, lain kali aja."
"Ihhh,,, katanya mau!?" Pinta Doni.
"Nggak ah, nanti aku nggak perawan lagi." Tegasku.
"Ya nggak usah dimasukin. Hehehe!" Aku semakin tak mengerti dengan apa yang dikatakannya. Doni yang kukenal, semakin hari semakin mesum saja.
Begitu juga diriku, "mnnn,,, emang enak apa nggak dimasukin!?"
"Enak donk!" Ungkap Doni sembari mencolek selangkanganku dengan jemarinya.
"Heeehhh! Kurang ajar!" Ungkapku sembari mencekik lehernya dari belakang.
"Aduuuhhh!!! Arrrkkkk!" Cukup keras aku mencekik lehernya. Lalu meregang, karena aku tak ingin secepat itu membunuhnya. "Tapi, kamu suka,kan?"
Pertanyaan macam apa itu? Jerit batinku. "Ihhh nggaklah!"
Aku masih bergelayut di punggungnya, sehingga buah dadaku menempel di pundaknya. Pikiranku, ah sudahlah. Lagian ia juga sudah menyentuhnya. "Kalau nggak, kenapa bisa basah kayak gitu?" Pertanyaan Doni semakin ngaco.
"Ya, nggak tahulah, coba cari tahu. Kamu kan pintar!" Ungkapku bersandiwara. Padahal rasanya sungguh nikmat. Tubuhku seperti melayang dan nafasku bergetar.
"Berarti enakkan!? Hahahaha..." Godanya.
"Dasar sayang inihhh! Godain aku terus." Ucapku seraya mendekatkan bibirku ke daun telinganya. Oh,,, aroma itu kembali tercium. Aroma feromon pria yang berasa lemon mint yang menyegarkan.
"Enak nggak!?" Tanyanya lagi.
"Mnnnn,,, enak,,, cup!" Jawabku sembari mengecup pipinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MIRAMAX
RomanceMira, gadis jangkung yang hobi bermain volly. Terlibat kisah cinta dengan seseorang siswa bernama Doni, siswa yang paling genius di sekolahnya. Namun tinggi badan Doni hanya 159cm, sedangkan Mira setinggi 189cm. Apakah selisih 30cm diantara mereka...