0.3

68 5 2
                                    

Entah sudah berapa lama dan pukul berapa sekarang, Dazai masih dalam posisinya menyembunyikan wajah pada dada bindang milik Mori. Mori sama sekali tak merasa terganggu, sepertinya Ia masih terus bertengkar dengan pikirannya sendiri.

"Mori-san" setelah sekian lama, Dazai akhirnya membuka suara, memecah hening yang terus diselimuti detik jam dinding besar yang berada dirumah ini.

"Ya?" panggilan itu menerima sahutan, Mori menatap ujung kepala Dazai yang masih terus Ia benamkan pada dirinya.

"Aku baik-baik saja, tidak perlu diobati" Mendongak menatap Mori, Dazai tersipu malu akan ucapannya sendiri.

"Tidak bisa, luka itu tetap harus diobati-" Mori mengulas senyum untuk Dazai, "-dan aku yang terpaksa harus mengobatinya" Mori tertawa, mengangkat tubuh ringan Dazai dan membawanya pada sofa ruang keluarga.

Mengambil kotak P3K, Mori mulai fokus mengobati luka pada wajah Dazai. Sang pemuda memusatkan atensinya pada gerak tangan Mori yang sangat teliti dalam membantunya. Dazai merasa dirinya telah kembali tenang, pikiran buruknya seolah lenyap termakan waktu ketika Mori mulai berusaha menenangkannya. rasanya ada perasaan aneh yang merayap pada dada Dazai, perasaan yang Ia kenali tapi tak bisa Ia pahami. Dazai berusaha mengaitkan beberapa kilas balik kejadian hidupnya dengan menutup mata hingga akhirnya Ia berhasil menarik tipis ingatan rabun tak jelas dalam lamunan berpikirnya. seseorang berambut pendek, berkemeja putih, serta gerakan bibir tanpa suara turut muncul dalam ingatan Dazai. Matanya tak dapat Dazai lihat, struktur wajahnya tak dapat Dazai kenali, bahkan gerak bibirnya sama sekali tak dapat Dazai artikan. berusaha berpikir keras mengenali siapa orang dibalik lamunannya yang muncul tiba-tiba, Dazai tertegun mendapati Mori menepuk-tepuk pipinya.

"Kau melamun? Ada apa?" Mori menyadari pemuda di hadapannya tak menggubris panggilan darinya.

"Ayah?" kembali memusatkan fokusnya, Dazai menjadi terkejut karena tanpa sadar mengatakan kata yang membuat dirinya juga Mori bingung bersama.

"Ayah? Siapa yang Dazai panggil Ayah?" pada akhir kalimat Mori tersenyum kecil sebagai respon tak terduga dari pernyataan Dazai.

"Tidak tahu, Maafkan aku" Jujur saja, Dazai merasa aneh dengan kalimat itu.

"Dazai merindukan Ayah Dazai?" Mori merapikan dan memasukan beberapa barang kedalam kotak P3K, Ia menurunkan tubuhnya untuk dapat bergabung bersama Dazai dalam sofa nyaman ruang keluarga.

Dazai diam, berusaha mencerna pertanyaan Mori yang cukup asing untuk dapat masuk kedalam telinganya, "tidak" akhirnya jawaban dari sang pemuda muncul setelah Dazai menjadi bingung akibat pertanyaan tersebut.

"hee.. kenapa tidak?" membalikan badannya, Mori sekarang berhadapan dengan Dazai. menatap mata Dazai lekat-lekat seraya menganggap topik perbincangan yang Ia bawakan merupakan topik santai yang dapat dengan mudah Dazai jawab. jujur saja, Mori tak munafik. Ia tahu bahwa ayah Dazai telah tiada, Ia sengaja melontarkan pertanyaan tersebut untuk menarik respon dan mencairkan suasana diantara mereka.

"Dazai tak kenal Ayah" menatap Mori bingung, wajah bertanya-tanya muncul dalam rautnya tanpa alasan.

Mori terdiam, mencerna sebaik mungkin maksud dari kata 'tak kenal Ayah' tersebut. "Ayah Dazai masih hidup?" tak peduli lagi, Mori merasa Ia salah karena menganggap topik yang Ia bawakan merupakan topik santai. Mori sengaja bertanya seperti itu, memancing emosional dalam diri Dazai untuk menangis atau marah karena Ia mengungkit masa lalunya.

"Entahlah aku tak tahu, tapi aku tak kenal siapa Ayahku sensei!" merasa kesal karena pusat percakapan terus berputar dalam topik ini, Dazai meninggikan suaranya.

Mori diam, berpikir untuk kesekian kalinya demi bisa menguak perlahan-lahan latar hidup pemuda didepannya ini. bagaimana bisa Ia tak kenal Ayahnya kan? atau mungkin dia ditelantarkan oleh Ayahnya dan hidup miskin?

TAKSA [Dazai Osamu, Bungo Stray Dogs]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang