0.2

86 5 1
                                    

Pepohonan berhembus tenang kala angin santai menyapa, panas menyengat muncul mengingat matahari telah berada pada garis ekuator. Pendingin ruangan di nyalakan berharap dapat meredakan panas dari luar yang tak segan masuk memenuhi ruangan rumah. Mori tengah menghidangkan dua mangkuk gyūdon, nasi putih hangat dengan irisan daging serta telur yang berada di atasnya menjadi hidangan santap pada siang ini. ini pertama kalinya setelah beberapa tahun Ia memasak dua porsi makanan. Ia berniat berjalan memasuki sebuah kamar untuk membangunkan pemuda lesu yang sedang menari ceria pada awan mimpi, namun siapa sangka ternyata pemuda tersebut telah melangkahkan kakinya keluar menuruni tangga, celana pendek selutut juga kaus putih serta tak lupa perban yang menutupi sebagian pandangnya menjadi hal yang menarik atensi Mori saat ini.

"bagaimana keadaanmu Dazai?" tidak ada jawaban dari pihak lain, seperti yang Mori duga Dazai masih berusaha memulihkan fisik juga kesadarannya yang sempat hilang bagai tertelan angin malam. "aku sudah menjelaskan kepada rekanku bahwa Tuan Dazai yang terhormat sedang memulihkan dirinya di dalam rumah seorang dokter" Mori tertawa di akhir kalimat, Ia sengaja mempermainkan Dazai yang sudah duduk dihadapannya seolah siap memenuhi isi perut dengan gyūdon.

"Mori bisa memasak?" pertanyaan yang entah benar polos atau tidak Dazai lontarkan untuk membalik keadaan mempermainkan Mori.

"panggil aku Sensei dan aku bisa memasak!" penegasan pada kata terakhir memancing tawa yang tertahan pada Dazai.

"heee ternyata Mori bisa memasak ya! ku pikir pria tua yang tak memiliki pasangan sepertimu tidak tahu caranya membuat makanan.." menatap Mori yang tengah mengunyah, Dazai kembali memancingnya.

Mori tahu ini merupakan bentuk penghinaan untuknya, tapi Ia menyadari bahwa Dazai hanya ingin mempermainkannya dan memancing emosinya agar berada di puncak. "sudah selesai berbicara? makanlah dengan perlahan." alih-alih marah, Ia menyodorkan segelas air untuk Dazai.

merasa terabaikan, Dazai memasang wajah cemberut sebagai bentuk rasa kesal atas perkataannya yang tidak di gubris. ini mengundang tawa singkat untuk Mori mengingat beberapa jam lalu pemuda dihadapannya ini ketakutan saat ingin dibawa kembali menuju rumah sakit.

"Dazai" membuka kembali sebuah percakapan, Mori menatap Dazai yang tengah menyuapkan sesendok makanan ke dalam mulutnya. lirikan singkat menjadi balasan yang Dazai berikan untuk Mori. "berapa usiamu?" Mori menaruh penasaran pada Dazai karena pemuda tersebut sepertinya belum berkuliah apalagi bekerja, jika usianya dibawah usia legal Mori merasa tubuhnya terlalu tinggi untuk ukuran anak seusianya, ataukah Mori yang melupakan pertumbuhan dan perkembangan anak di zaman kini yang sangat pesat?

"menurut Mori berapa umurku?" enggan menjawab, Dazai malah melemparkan pertanyaan balik.

"panggil aku sensei atau setidaknya tambahkan kata 'san' didepannya, hormatilah aku Dazai." menekankan ucapannya, Mori menghela napas.

"biar ku tebak, umur Mori sekarang empat puluhan tahun. apa aku salah?" kembali mengabaikan permintaan Mori, Dazai juga enggan menyebutkan umurnya. Ia sengaja memancing emosi Mori.

"panggil aku sensei, aku tak setua itu! umurku tiga puluh tiga tahun" menatap tajam ke arah remaja di hadapannya, Mori kembali memberi penekanan di akhir kalimat.

"hee.. kau terlihat tua! ternyata kita hanya memiliki jarak delapan belas tahun" meraih gelas berisikan air, Dazai meminumnya.

"delapan belas tahun? umurmu lima belas?" Mori tak menyangka Dazai berumur lima belas tahun, teman-teman pada zamannya dulu jauh lebih pendek ketimbang Dazai saat ini. sepertinya benar bahwa pertumbuhan anak pada era modern lebih pesat.

"mengapa kau terkejut?" menaruh bingung, Dazai menaikan salah satu alisnya. Ia merasa Dokter didepannya sangat aneh terlebih Ia juga membuka pintu lebar-lebar untuk seseorang yang bahkan bisa meracuni atau membunuhnya kapan saja. sejak Dazai diperbolehkan menginjakan kakinya di rumah besar ini Ia sudah sangat curiga, Ia meyakini pekerjaan orang dewasa didepannya tidak hanya menjadi seorang Dokter.

TAKSA [Dazai Osamu, Bungo Stray Dogs]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang