15: Wasiat?

285 27 0
                                    

Tengah malam Satoru dapat mendengar nada dering ponsel Utahime berbunyi, Satoru beranjak dengan hati-hati sambil membawa ponsel Utahime ke dalam kamar mandi karena takut akan mengganggu Utahime.

Nomor Tidak dikenal

Satoru mengangkat panggilan itu.

Hanya ada hening, sebelum akhirnya Satoru buka suara duluan, "maumu apa?"

Satoru dapat mendengar suara tawa di seberang sana, "tentu istrimu yang sangat cantik itu."

Rahang Satoru mengeras, "berani menyentuh istriku setitik saja, kau akan mati ditanganku."

"Aku dulu bahkan hampir menyetubuhinya, tapi istrimu sangat pandai melarikan diri."

Darah Satoru mendidih mendengar penjelasan pria aneh itu, "kalau begitu kau akan mati."

"Aku yakin istrimu tidak mau suaminya menjadi seorang pembunuh, maka dari itu kau saja yang aku bunuh, agar aku bisa hidup bersama dengan Utahime, hm ... atau kalian berdua saja yang mati, setidaknya aku tidak sakit karena melihat kalian terus bermesraan."

"Coba saja bunuh aku kalau bisa, dasar pengecut, selama ini kau hanya bisa sembunyi, bagaimana mungkin kau akan membunuhku." Satoru tertawa mengejek.

"Oh rupanya kau sudah siap mati, baiklah kalau begitu, sebaiknya kau tulis surat wasiatmu malam ini." Sambungan telepon diputuskan sepihak, padahal Satoru belum sempat memaki pria misterius itu.

Satoru kembali ke ranjang, ia menatap Utahime yang sedang terlelap, tanpa sadar air mata Satoru menetes, ia marah dan sedih, perasaan itu bercampur menjadi satu, ia baru tahu fakta kalau Utahime hampir dilecehkan, membayangkan bagaimana Utahime yang sendirian berusaha untuk kabur membuat dadanya sesak.

Satoru terisak.

Satoru memeluk tubuh Utahime, ia berjanji akan menjaga Utahime, dengan cara apapun, dan ia rela berkorban apapun asalkan Utahimenya akan terus baik-baik saja.


***


Utahime bangun ketika mendengar suara alarm, ia meraih ponsel di nakas dan mematikan alarm, Utahime menoleh ke samping melihat Satoru yang masih terlelap.

"Satoru..." panggil Utahime dengan lembut sambil mengusap-usap lengan Satoru.

"Bangun..."

Satoru perlahan membuka mata, "kau habis menangis?" tanya Utahime dengan nada khawatir karena mata Satoru sangat bengkak tidak seperti biasanya, tangannya kini menangkup wajah Satoru karena pria itu hendak menghindar.

"Tidak..."

"Kenapa?" tanya Utahime.

"Aku tidak apa-apa."

"lalu, kenapa menangis?"

"Semalam aku mengangkat nomor telepon yang tidak dikenal itu, dan setelah itu aku menangis karena aku takut tidak bisa menjagamu dengan baik lagi." Satoru akhirnya jujur walaupun tidak sepenuhnya jujur karena ia tidak menceritakan rencana pria di telepon itu.

"Kau sudah menjagaku dengan sangat baik, kau yang terbaik, jangan menangis karena hal seperti itu, ah aku jadi terharu, bodoh."

Satoru memeluk Utahime, ia mengecup dahi Utahime cukup lama, "Jangan menangis..." desis Satoru karena Utahime mulai terisak.

"Aku tidak menangis."

Satoru terkekeh, "baiklah-baiklah, ssstt." Satoru menepuk-nepuk punggung Utahime dengan lembut.

Perasaan Utahime sudah sensitif, mendengar pernyataan Satoru yang selalu ingin menjaganya membuat hatinya sakit, pria itu selalu merasa gagal menjaga Utahime, padahal menurut Utahime, suaminya adalah yang terbaik, ya, Satoru yang terbaik.

"Maaf..." desis Satoru karena Utahime tidak berhenti terisak.

Utahime memukul lengan Satoru, matanya menatap tajam Satoru, "Jangan minta maaf...."

"Ah ...ok." Satoru tersenyum ia lalu menarik tubuh Utahime agar kembali ke dalam dekapannya.

"Kau tidak ke kantor?" tanya Utahime masih sambil memeluk Satoru.

"Tidak, hari ini aku mau denganmu saja."

"Hm ... ok." Utahime kembali mengeratkan pelukannya.

Pagi itu mereka berpelukan sampai keduanya kembali tertidur dan terbangun dua jam kemudian karena Utahime sangat lapar.

.

.

Utahime menyantap roti bakar dengan selai coklat buatan Satoru, sementara pria itu masih sibuk di dapur untuk membuat camilan manis lainnya, katanya ia menemukan resep baru cara membuat popcorn karamel yang lezat seperti yang dijual di bioskop.

"Harum...." puji Utahime dari kursi bar yang menghadap langsung ke arah dapur.

Satoru tersenyum senang, ia selebrasi sebentar dengan mengecup bibir Utahime, "ini akan berhasil."

Utahime terkekeh sambil menatap Satoru yang kembali ke dapur sambil berjoget kesenangan, merayakan keberhasilan yang belum tentu berhasil itu.

Kan bisa saja di tengah jalan karamelnya gosong.

"Sayang!"

"Kenapa?" Utahime menghampiri Satoru.

"Gosong!"

Utahime terbahak, padahal baru semenit yang lalu ia berpikir kalau karamelnya akan gosong. "Sini aku bantu." Utahime mengambil wajan baru.

Dari belakang Satoru memeluk tubuh Utahime dengan manja.

"Apimu tadi kebesaran."

Satoru cemberut, padahal ia benar-benar ingin unjuk kemampuan di depan Utahime.

Satoru masih memeluk tubuh Utahime dari belakang, sesekali ia menciumi lekuk leher Utahime. "Jadi...." Utahime tersenyum senang.

"Aku saja," sahut Satoru ketika Utahime hendak menuangkan popcorn yang sudah jadi ke dalam mangkuk besar.

"Hati-hati," desis Utahime seraya memperhatikan setiap gerak gerik sembrono Satoru.

Satoru berhasil menuangkan semua ke dalam mangkuk, "sekarang ayo kita nonton."

"Nontonnya bisa di kamar saja tidak?" tanya Utahime.

"Sure, let's go, sweetie." Satoru tersenyum, tangan kirinya memegang mangkuk berisi popcorn, tangan kanannya menggandeng tangan Utahime.

Utahime merebahkan tubuh di kasur, ia menarik selimut sampai dada, sementara Satoru memangku mangkuk popcorn sambil bersandar di kepala ranjang. "Ah aku tidak suka posisi ini." Satoru cemberut.

"Mau yang bagaimana?" Utahime kembali duduk sambil menatap bingung Satoru.

Pria itu menaruh mangkuknya di sebelah kemudian menepuk-nepuk tempat kosong di antara kedua kakinya. "here...."

Utahime menghela nafas, ia merangkak untuk duduk diantara kaki Satoru, tubuhnya kini bersandar di dada Satoru, pria itu kontan mengusap-usap perut Utahime, "aku suka begini."

"Kau bisa kram."

"Sampai satu film selesai saja."

"Setengah jam saja sayang ... kau tidak akan menyelesaikan film-mu kalau aku terus di posisi ini."

Satoru mengecup pipi Utahime, "kalau kau memanggilku sayang sekarang, aku jadi tidak ingin nonton film, kita lakukan kegiatan lain saja." Satoru lalu menciumi leher Utahime.

Utahime menghela nafas berat, ia pasrah saja karena sudah tahu akhirnya memang akan seperti ini.

To be continued

Empty Space // gojohimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang