"Sial, biayanya naik lagi." Naruto mengumpat pelan seraya menatap ponselnya. Sebuah pesan pop up di layar, menampakan jumlah tagihan properti sebesar nyaris separuh gajinya saat ini.
"Batalkan saja depositnya, untuk apa membeli rumah jika keberatan membayar cicilannya?" Shikamaru mendengkus pelan.
"Lalu biaya cicilan selama empat tahun yang sudah kubayar akan hangus bersama pembatalan depositnya dan aku jadi gelandangan, kau gila hm?" Naruto meletakan ponselnya di saku dan membuka kunci lokernya untuk mengambil sepatu.
"Kalau begitu bayarlah tagihannya tanpa banyak bicara." Shikamaru membungkam sobat keparatnya dengan segera.
Naruto duduk di kursi di tengah ruang loker dan mengenakan sepatunya. "dua puluh tahun cepatlah berlalu." keluhnya dengan kesal mengingat soal jumlah dan panjang tagihannya.
Shikamaru mendengkus "kau akan jadi kepala unit tahun depan, bukankah pelatihan selama enam minggu berjalan lancar?"
"Sangat lancar, kurasa mereka akan memindahkanku ke pasukan khusus dan menendangku dari unit pemadam." Naruto menoleh ke arah Shikamaru dan bicara dengan serius.
"Jadi mereka akan memberimu pekerjaan kotor lagi?" Shikamaru balas menatap Naruto dengan keseriusan yang sama.
Naruto mengikat tali sepatunya dengan kencang. "aku sudah pensiun dari pekerjaan itu, akan ku tolak mentah-mentah tawaran mereka." dia kemudian tersenyum simpul "kita tak akan kembali ke sana kan, Shikamaru?"
Shikamaru mengikat surainya tinggi-tinggi dan meraih jaketnya yang tersampir di lengan kursi. "kau takut mati sekarang?"
Naruto tertawa. "aku hanya ingin hidup normal, membayar cicilan properti selama dua puluh lima tahun, minum bir murahan, dan makan ramen sepuasnya."
Shikamaru menghela napas pelan. "kalau begitu berhentilah mengeluh soal cicilan propertimu itu."
"Baiklah, baiklah." Naruto bangkit berdiri dan menutup pintu lokernya "namun kalau boleh mengatakan kejujuran, terkadang ini terasa membosankan."
"Jika ingin hidup dengan sangat normal, temuilah seorang wanita dan menikah. Kurasa kau akan jadi benar-benar normal." Shikamaru membuka lokernya, tepat di samping Naruto.
"Menikah." Naruto bergumam. "siapa wanita gila yang mau hidup denganku huh?"
Shikamaru mengedikan bahu "entahlah, kau bukankah sangat menyukai pemilik cafe di ujung jalan, kau menenggak kopi hingga masuk rumah sakit musim semi lalu."
Naruto melirik tajam ke arah Shikamaru. "sial asumsi apa itu?" bagaimana bisa si nanas berpikir begitu.
Shikamaru menarik sudut bibirnya "kau tak pernah bisa menipuku, Naruto."
Naruto mengunci pintu lokernya rapat-rapat. "aku hanya mengamati dan kurasa dia tipikal wanita yang tidak cocok untukku."
"Ternyata benar kau jatuh cinta." Shikamaru mencemooh.
Naruto menggeleng "berhentilah bicara soal omong kosong, kau terlalu banyak waktu luang untuk memikirkan hal tak perlu sekarang huh?"
"Ya, aku terkadang rindu pekerjaanku, apa yang kita lakukan ini terasa seperti main-main." Shikamaru mengenakan jaketnya.
Naruto menepuk bahu sobat nanasnya itu. "ingatlah soal malam itu tiap kali kau rindu pekerjaan kita yang dulu dan kau akan bersyukur kita bermain-main di sini sekarang."
Shikamaru tak mengatakan apapun, separuh menyetujui ucapan Naruto.
"Akan kusewakan satu kamar di rumahku untuk meringankan beban tagihan properti keparat ini. Jika kau punya teman wanita yang cantik dan tak banyak bicara, beritahu aku Shikamaru." Naruto kemudian berlalu pergi dengan tergesa karena mendengar sirine panggilan berbunyi.
KAMU SEDANG MEMBACA
By Your Side
FanfictionJika bukan keterpaksaan mungkin mereka tak akan berada di sana. Bagi seorang yang biasa melalui segala hal seorang diri, memiliki orang lain di sisinya bukanlah hal yang penting bagi Naruto. Namun Hinata merubah presepsi itu dalam sekejap menjadi...