Hinata meremat tepian meja rias kuat-kuat saat Naruto dengan hangat merengkuhnya sekaligus menyentak pinggulnya.
Naruto memeluk perut ramping wanita itu sambil bergerak melesakan kejantannya di dalam wanita itu.
Hinata mengatur napasnya dengan benar, dia tidak tahu Naruto akan meminta di saat waktunya begitu sempit begini. "Kau akan terlambat." ucapnya dengan gumaman tertahan.
Naruto mengecup bahu wania itu dan tetap menyentak lambat namun begitu kuat. "tidak akan."
Hinata menyentuh lengan kekar pria itu yang melingkari perutnya. "bergegaslah."
Mereka masih mengenakan pakaian, hanya saja tersingkap di bagian bawah untuk bisa menyatu. Naruto baru saja mandi dan bersiap untuk berangkat, Hinata datang ke kamar untuk membantu pria itu bersiap namun mereka justru berakhir di situasi ini.
Saat Naruto kembali dini hari tadi, Hinata sudah tertidur jadi Naruto belum meminta kepada wanita itu.
Karena Hinata minta bergegas maka Naruto mempercepat hentakannya, agar segera tiba di pelepasan luar biasa itu.
Meja rias kayu itu berdiri kokoh, tidak bergeser meski jadi tumpuan dari pergumulan mereka pagi itu.
Naruto rasa dirinya nyaris gila karena sebegini tidak tahannya untuk bercinta, padahal penerbangannya pukul sebelas dan ini nyaris pukul sepuluh sedangkan dirinya masih sibuk bercinta dengan kekasihnya.
Hinata meremat lengan Naruto saat ia mencapai pelepasannya sendiri, namun karena diminta bergegas, Naruto tidak berhenti dan terus menyentaknya.
Naruto menggigit leher jenjang wanita itu untuk menahan geraman keluar dari bibirnya seraya melesak masuk begitu dalam di tengah pijatan yang tengah tejadi di dalam wanita itu.
Hinata memejamkan kelopak matanya dan merasakan pria itu masih berdiam di dalamnya.
"Aku akan merindukanmu." Bisik Naruto kepada wanita itu dengan suara baritone yang terdengar berat.
Hinata melepaskan rengkuhan di pinggulnya, dia ingin menyadarkan pria itu betapa gegabah keinginannya untuk bercinta padahal kurang dari satu jam lagi dia harus sudah tiba di bandara.
Naruto mengecup belakang kepala wanita iu secara singkat sebelum menarik kejantannya keluar dan mendudukan wanita itu di kursi meja rias.
Hinata rasa separuh tubuhnya masih melayang dan kelelahan namun Naruto mendudukan dirinya dan membantu mengusap sisa penyatuan di bawah sana seraya berlutut. "kurasa kau akan benar-benar terlambat."
"Kalau tidak melakukannya aku akan tersiksa selama pelatihan berlangsung." Naruto tersenyum menggoda lalu menutup kembali pakaian terusan yang Hinata kenakan dan mengurus kejantanannya sendiri sebeum beranjak bangkit dan mengenakan celananya kembali.
"Pesawatnya akan segera meninggalkanmu" Hinata menatap pria itu yang kini berdiri di hadapannya.
Naruto menggeleng "aku mahir bergegas." dia lalu pergi ke toilet dan merapikan penampilan sekali lagi sedangkan Hinata menarik napas dalam-dalam sebelum beranjak bangkit dan melakukan hal yang sama seperti Naruto, merapikan diri.
"Apa kau masih mabuk?" Hinata membantu pria itu mengenakan coat hitamnya.
"Tidak, kalau mabuk aku pasti masih bercinta denganmu putaran ke dua." Naruto membelai surai indigo wanita itu dengan lembut.
Hinata memukul dada pria itu dengan pelan. "kau menyebalkan."
"Jangan merajuk, kau akan merindukanku." Naruto mengusap dagu lancip wanita itu seraya bergegas mengambil koper dan tas menuju lantai satu.
KAMU SEDANG MEMBACA
By Your Side
FanfictionJika bukan keterpaksaan mungkin mereka tak akan berada di sana. Bagi seorang yang biasa melalui segala hal seorang diri, memiliki orang lain di sisinya bukanlah hal yang penting bagi Naruto. Namun Hinata merubah presepsi itu dalam sekejap menjadi...