"Ck, sial." Naruto menyesap kopi hangat di dalam cangkirnya seraya menatap televisi yang menampakan berita duka dari kematian dua pebisnis dan seorang politisi ternama di sebuah gedung perkantoran di daerah Kobe akibat gas beracun yang keluar dari pendingin udara.
Para peneliti sibuk menelaah gas racun apa yang mengakibatkan kematian tiga orang itu.
Kenapa kali ini kekaisaran tidak membungkam media? kenapa beritanya naik ke stasiun TV nasional? Ini berisiko dan berbahaya. Biasanya tak satupun berita memunculkan kasus pembunuhan yang ia lakukan atas perintah kekaisaran tersebut.
Suara pintu kamar Hinata dibuka, Naruto mematikan televisi di detik yang bersamaan, wanita itu terjaga sedikit terlambat karena insomnianya. Ia bahkan mendapati wanita itu membelai surainya dengan lembut pukul lima pagi tadi seolah wanita itu telah melakukannya semalaman. "selamat pagi."
Hinata menghampiri pria itu dan duduk di sampingnya di sofa. "maksudnya selamat siang?"
Naruto tersenyum simpul dan mengecup bibir wanita itu secara singkat. "kau melewatkan jam sarapan."
Hinata menggeleng "aku sarapan lebih awal, pukul lima pagi." dia membuat sup jamur untuk sarapan Naruto pagi tadi dan menyantapnya juga selagi memasak.
Naruto mengamati wanita itu, cantik sekali siang hari ini, setelah ciuman menuntut malam kemarin, ia menjadi merasa sangat bersalah karena Hinata sudah meminta maaf dan bersumpah tak ada penyelewengan yang dia lakukan dengan mantan kekasihnya. Mungkin sikapnya terlalu keras kemarin.
Hinata menyentuh bawah mata pria itu. "kau tertidur selama delapan jam, kenapa masih memiliki kantung mata?"
"Biasanya sepuluh jam, Hinata." Naruto membiarkan wanita itu membelai wajahnya.
"Tidurlah lagi kalau begitu." Hinata dengar pria itu libur bekerja hari ini karena pelatihannya dibatalkan, dia bisa beristirahat di rumah.
"Kau tidak pergi ke resto?" Naruto tahu wanita itu sibuk.
"Kupercayakan resto pada pekerja magang, mereka ingin belajar mengelola." Hinata senang mendapat beberapa pekerja magang yang baik dan senang bekerja di bidang kuliner.
"Pantaulah sistem kasirnya." Naruto memperingati, pengkhianatan pekerja marak terjadi belakangan ini.
"Em, jangan khawatir." Hinata lalu bangkit berdiri dari sofa. "ingin makan siang apa hm, akan kubuat untukmu."
"Apapun itu kuserahkan padamu." Naruto kemudian ikut beranjak dan menghampiri wanita itu di dapur. "aku bisa jadi asistenmu hari ini."
Hinata terkekeh saat pria itu berdiri di belakangnya dan mengikat tali apron yang sedang ia kenakan dan membantunya mengikat surai. "terima kasih."
Naruto memeluk bahu wanita itu dari belakang dan berbisik. "selepas makan siang apa kau punya rencana?"
Hinata meletakan dua butir lemon di atas meja dan tersenyum "tidak."
"Kalau begitu, ayo buat rencana." Naruto putuskan apa yang ingin dia lakukan setelah makan siang.
Hinata menyipitkan mata dan menatap pria itu. "rencana apa?"
Naruto tertawa mendapati raut curiga itu. "aku tidak sedang meminta padamu."
Hinata tersenyum kali ini menampakan raut lega "kau benar, bahkan pengantin yang baru menikah tak melakukannya di siang hari."
Naruto menatap wanita itu penuh arti, sesungguhnya ia tadi ingin meminta sebelum wanita itu menatapnya dengan raut curiga. "apa kau mau menikah denganku, Hinata?"
KAMU SEDANG MEMBACA
By Your Side
FanfictionJika bukan keterpaksaan mungkin mereka tak akan berada di sana. Bagi seorang yang biasa melalui segala hal seorang diri, memiliki orang lain di sisinya bukanlah hal yang penting bagi Naruto. Namun Hinata merubah presepsi itu dalam sekejap menjadi...