Orang bilang ayah Tedi hanya terjatuh di kamar mandi, ada juga yang bilang kalau ayah Tedi sakit saat tertidur, ada juga yang bilang kalau ada orang iri dengan dagangan ayah Tedi yang laris.
Semua omongan mereka berbeda, tidak ada satu hal pun yang bisa dipercaya.
Tedi yang saat ini masih kecil, tidak tau harus menanggapi dengan cara apa. Hanya bermain saat kedua orangtuanya pergi berobat, menjalani kehidupan TK seperti anak seusianya, menanam pohon di depan rumah walau tau besok saat pulang nanti pasti pohon yang dia tanam menghilang.
Sampai beberapa hari kemudian, ayah yang sudah lama tidak dia temui pulang, yang sebelumnya masih bisa melangkah walau menggunakan kayu sebagai tumpuan, kini tidak bisa menggunakan kedua kakinya.
Sekali lagi, rumah Tedi ramai, semua tetangga menjenguk, walau sebagian orang lebih suka bergosip tentang malangnya keluarga Tedi.
Di tahun ini tidak ada yang namanya BPJS, semua pembayaran rumah sakit ditanggung sendiri, tidak ada campur tangan pemerintah. Tanah hasil warisan dijual, motor yang baru ayah beli sebulan lalu sudah hilang, hanya menyisakan hutang yang menumpuk di bank.
Walau hanya samar-samar, Tedi mendengar tetangga yang saling berbisik di sampingnya.
Katanya... "Malang sekali nasib keluarganya. Baru mulai mempercantik rumah, tapi harus ditimpa musibah."