"Gimana kalau aku nggak keterima di negeri?"
"Harus negeri ya."
"Gimana kalau masuk SMA?"
"Kalau bisa SMK ya."
"Gimana kalau seandainya aku nggak bisa masuk negeri? Apa nggak boleh aku masuk swasta?"
"Kalau bisa negeri."
Tedi diam, kepalanya tertunduk dalam. Ibu yang saat itu merasa pembicaraannya sudah selesai, berdiri dari duduknya dan menghampiri ayah.
Gelisah, Tedi tidak tau apa yang harus dia lakukan. Dia tidak percaya diri dengan nilainya, hanya ada sedikit peluang bagi Tedi agar bisa diterima di sekolah negeri, tapi sang ibu tidak memberikannya pilihan untuk sekolah di SMK swasta.
Padahal... kakak ketiganya sekolah di SMK swasta dengan bayaran yang lumayan besar.
Tangan Tedi berkeringat memegang alat tulis, dia tidak mendengarkan senior yang menjelaskan tentang pilihan SMA atau SMK yang akan dituju untuk lulusan SMP.
Tedi harus menulis dua sekolah pilihan negeri dan dua sekolah pilihan swasta.
Tedi bertaruh, dia mengambil satu SMKN yang paling dekat dengan rumah dan satu SMKN yang jauh dari rumah tapi sudah pasti bisa Tedi masuki dengan nilai dia sekarang. Dan untuk sekolah swastanya, Tedi tidak mengisi satu pun.
Sangat sangat saaaangaaatttt melegakan bagi Tedi saat dia berhasil masuk ke SMKN yang paling dekat dengan rumahnya. Sangat melegakan, beban sang ibu berkurang, Tedi bersyukur dia tidak perlu membuat orangtuanya pusing dengan biaya sekolah yang tinggi.