Tedi mulai sadar dengan keadaan keluarganya. Dia tidak lagi meminta hal yang memerlukan uang. Seragam SD yang dia kenakan kekecilan, rok yang dia pakai sudah jauh di atas lutut, kaos yang dia gunakan sehari-hari lungsuran dari ketiga kakaknya. Lusuh, saat sobek, Tedi hanya membiarkannya sampai sang ibu menjahitnya.
Dia tidak iri saat teman-temannya memamerkan baju bagus, sepatu baru, bahkan ada yang sudah memiliki HP padahal harganya mahal.
Saat bermain, Tedi cenderung mengalah. Dia sering menjadi penengah saat ada dua teman yang saling melemparkan kerikil. Saat mencari buah yang tumbuh di sawah dan dikumpulkan sebelum dibagi rata, Tedi selalu mendapat pilihan sisa.
Tedi mulai menolak sepatu yang setiap kenaikan kelas selalu ibu belikan, Tedi selalu menolak saat sang ibu membawanya ke toko baju. Selalu menolak saat ibu menawarkan baju yang sebenarnya Tedi inginkan.
Kenapa? Karena Tedi tau harga yang harus dibayar itu tidak murah.