Perpustakaan tak selalu menjadi tempat untuk belajar. Terkadang, tempat ini adalah tempat menyendiri untuk sebagian siswa-siswi yang sedang tak ingin diganggu. Dan disinilah Jeanine, di pojok ruangan, dekat rak buku bagian novel.
Tamara, teman dekat Jeanine, yang selalu mencari tahu kemana temannya pergi dan apa yang ia lakukan secara diam-diam. Saat ini, batin Tamara menuntun raganya menuju ke perpustakaan, sampai tiba didepan Jeanine yang sedang melipat kedua tangannya diatas meja sebagai tumpuan untuk tidur. Tamara berjalan, berpindah posisi ke samping Jeanine yang sedang tertidur. Mengambil secara perlahan anak rambut Jeanine yang sedang terlelap, lalu menyelipkannya ke belakang telinga Jeanine tanpa suara. Tamara tersenyum tipis. Masih berusaha tanpa suara, Tamara melepaskan jaket abu-abu kesayangannya untuk menutupi tubuh Jeanine yang tertidur dibawah kipas angin. Setelah merapikan jaketnya, dan mengelus kepala Jeanine dengan sangat hati-hati agar temannya tidak terbangun, Tamara melangkahkan kakinya untuk pergi ke kantin sebelum jam kosong pelajarannya berakhir.
Tamara duduk di bangku kantin, menunggu pesanannya sambari memainkan ponselnya. Tak lama, bubur ayam miliknya sudah tersaji. Ia meletakkan ponselnya lalu fokus memakan sarapannya.
"Kebiasaan, beli makan gak sekalian beli minum." Jeanine datang dengan jaket abu-abu yang terlihat apik itu meletakkan dua botol air mineral dihadapan Tamara, "Bu, saya bubur ayamnya satu." Ucap Jeanine kepada ibu penjual bubur sebelum duduk disamping Tamara.
"Kapan bangun?" Tamara membuka segel tutup kedua botol dihadapannya. Lalu meletakkan kembali salah satu botolnya. "Dari tadi, gue kepanasan gara-gara jaket ini." Jawab Jeanine sambil melepas jaket yang melekat pada tubuhnya, lalu menyampirkan jaket tersebut ke tubuh pemilik aslinya. Tamara mengangguk pelan, "Daripada lo masuk angin." Jeanine mengedikkan bahunya sambil memakan perlahan buburnya yang telah disajikan.
"Makannya pelan-pelan." Baru selesai Tamara memberi peringatan, Jeanine terbatuk-batuk. Dengan sigap Tamara membuka tutup botol milik Jeanine dan menyerahkan air mineral tersebut untuk dia teguk.
"Gue bilang pelan-pelan." Tamara mengelus punggung Jeanine untuk menenangkannya.
Setelah reda, Tamara membuka ponselnya dan melihat grup chat miliknya, Yuri memberi tahu bahwa guru sejarahnya masuk ke kelas mereka.
"Nin, lo mau masuk kelas?" Jeanine yang merasa terpanggil menolehkan kepalanya pada Tamara, lalu menggeleng, "Males. Sejarah bikin ngantuk." Tamara mengangguk setuju dengan ucapan Jeanine barusan.
"Abis ini mau kemana?" Pertanyaan yang diajukan Tamara mendapat jawaban "Entahlah. Kemana aja asal gak masuk kelas." Dari Jeanine.
"Mau ikut gue?" Tamara menawarkan Jeanine untuk pergi bersamanya, "Kemana?" Tanya Jeanine memastikan.
"Rahasia. Yang penting gak ke kelas." Kedua mata Jeanine menyipit curiga. "Gak aneh-aneh. Tenang aja." Tamara menarik tangan Jeanine.
Mereka berdua menuju lantai dua, lalu berbelok menuju gudang. "Ngapain ke gudang?" Jeanine menghentikan langkahnya. "Bukan ke gudangnya. Ikut aja dulu." Tamara kembali menggandeng tangan Jeanine untuk masuk.
Tamara sampai didepan tumpukan meja dan kursi kayu yang tak terpakai, lalu menggesernya perlahan hingga terlihat pintu yang sangat usang. Setelah pintunya terlihat dengan sempurna, Tamara merogoh sakunya untuk mengambil kunci dan membuka pintu kayu tersebut. "Ayo masuk. Gak usah takut, ada gue." Tamara mempersilahkan Jeanine masuk terlebih dahulu. Dengan takut-takut Jeanine melangkahkan kakinya perlahan, "Hah ini ruangan lo?" Jeanine bertanya setelah Tamara ikut masuk dan mengunci pintunya. Pertanyaan spontan Jeanine mendapat jawaban anggukan dari Tamara.
Ruangan yang bersih, berisi satu kasur, satu meja, dan dua kursi tersebut membuat Jeanine heran. Bagaimana bisa temannya memiliki sebuah ruangan rahasia disini?
"Lo udah nonton episode 9?" Tamara bertanya kepada Jeanine yang masih terlihat bingung sambil menyalakan laptopnya
Jeanine menggeleng, "Belum. Gue semalem tidur awal."
"Ayo nonton bareng. Sini." Tamara yang sudah mapan di kasur, menepuk bagian sampingnya dengan laptop yang siap memutar series girlxgirl favorit mereka berdua yang kebetulan baru mengeluarkan episode 9 tadi malam.
Dengan ragu, Jeanine duduk disamping Tamara dengan menyandarkan punggungnya pada headboard kasur. Dikarenakan Jeanine memberi jarak yang agak jauh, Tamara mendekat, "Jangan jauh-jauh, nanti lo nontonnya kurang jelas." Tamara perlahan mengikis jarak duduk mereka, lalu memutar series tersebut.
Menit demi menit dan adegan demi adegan mulai berlalu, hingga saat episode tersebut akan berakhir, terlihat kedua pemeran utama dalam suasana romantis dan perlahan mereka berciuman. Jeanine sontak berdehem, "Ngantuk. Gue numpang tidur bentar ya, Ra." Tanpa menunggu persetujuan Tamara yang sedang kikuk, Jeanine merebahkan kepalanya pada bantal yang sedari tadi ia pegang, lalu berbalik memunggungi Tamara.
Tamara menghembuskan nafas pelan.
"Gak bisa ya, Nin?" Tamara berbicara sangat pelan. Tamara beralih untuk bermain game sambil menunggu Jeanine kembali terbangun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Friend (?)
Teen FictionApakah menyukai teman sendiri adalah hal yang salah? Tentu tidak. Namun, bagaimana jika teman itu memiliki jenis gender yang sama dengan kita? Bagaimana Tamara akan bersikap jika hal itu benar-benar terjadi padanya? Akankah berakhir indah seperti...