"Anin mana, Ta?" Disa bertanya pada Tamara yang baru sampai di kelas. Mendengar pertanyaan tentang Jeanine, Tamara hanya mengedikkan bahunya seolah tak tahu. Lalu Tamara langsung duduk di bangkunya dan meletakkan kepalanya diatas lipatan tangannya yang telah apik di meja.
Disa dan Yuri hanya saling melempar pandangan heran.
Selang 20 menit, Jeanine turut masuk ke dalam kelas 12 IPS 2, lalu melakukan hal yang sama dengan Tamara. Hal tersebut membuat 2 teman dekat mereka yang lain semakin heran.
Tak berpikir lebih, Yuri dan Disa kembali ke bangku mereka masing-masing sambil menunggu guru mata pelajaran ekonomi masuk.
Mata pelajaran ekonomi dengan lama 3 jam pelajaran. Namun, baru satu jam dimulai, Pak Sadam menugaskan untuk kerja kelompok– dengan berisi 3 orang dalam satu kelompok.
"Kelompoknya milih sendiri atau acak, Pak?" Sang ketua kelas bertanya.
"Acak, ya. Terserah kalian mau undian atau bagaimana. Saya serahkan ke kamu, tugasnya dikumpulkan maksimal besok pagi jam 09.00 ya, saya pergi dulu." Jawab Pak Sadam panjang pada Harsa–ketua kelas sambil mengemasi barang-barangnya dan mulai berjalan meninggalkan kelas.
"Guys, kita undi namanya random pakai web ya. Gue harap kalian yang bisa kerjasama, jangan sampai ada yang kerja sendirian." Suara ketua kelas menginterupsi kebisingan kelas setelah perginya guru ekonomi mereka. Dia mulai menyalakan lcd proyektor agar semua anak kelasnya bisa melihat dengan jelas.
Satu persatu mulai mendapat kelompoknya, kini giliran Tamara.
TAMARA - JEANINE - AFRISTY
Ketiga nama tersebut muncul di cahaya lcd yang memancar.
"Tamara, Jeanine sama Afristy kelompok 5 ya." Ucap ketua kelas memperjelas. Terus dilanjut hingga kelompok 9.
"Udah dapet kelompok semua kan? Ayo duduk sesuai kelompok ya. Nanti kalau udah selesai, bisa dikumpulin ke gue." Ketua kelas menepuk tangannya untuk memberi instruksi pada anak kelasnya.
Posisi Tamara berada di depan Jeanine yang sedang membaca buku, dan Afristy yang sedang mencari jurnal maupun artikel melalui laptop– dengan posisi Jeanine yang menyenderkan kepalanya di bahu Afristy.
"Lo jangan kejauhan gitu, nanti kepala lo sakit." Kata Afristy sambil menggeser posisi Jeanine dengan cara memeluk pinggul Jeanine lalu menariknya perlahan.
Tamara yang melihat itu langsung mengalihkan pandangannya sambari menggenggam kuat tangannya, menahan rasa cemburu yang tak seharusnya ia rasakan.
"Ta, lo gapapa?" Afristy bertanya setelah melihat Tamara yang sedari tadi menunduk. Jeanine mengalihkan perhatiannya dari buku yang dia baca, lalu berdiri dan berpindah ke samping Tamara dengan posisi yang dekat dengan temannya yang satu itu.
"Kenapa pindah anjir?" Tanya Afristy kebingungan dengan Jeanine.
"Gak apa-apa. Gua mau diskusi dikit sama Tamara." Alibi Jeanine. Namun, setelah duduk disamping Tamara, Jeanine tak membuka mulutnya sama sekali. Dia kembali memfokuskan pada buku novel yang ia pinjam dari perpustakaan sekolahnya.
Tamara juga memfokuskan matanya pada laptop didepannya. Tangan kiri Tamara menumpu kepalanya yang mulai terasa berat dengan banyaknya paragraf yang ia baca. Lalu tangan kanannya menumpu di kursi–disamping paha kanannya untuk menumpu tubuhnya yang mulai kepalang pusing.
Jeanine melirik Tamara melalui ekor matanya, lalu tangan kirinya turut turun disamping tangan Tamara. Perlahan tapi pasti, Jeanine mulai menggeser tangannya pelan-pelan menuju jari jemari Tamara. Ketika jari kelingking mereka saling bertemu, Jeanine mengaitkan jari mereka dengan tujuan menyemangati Tamara.
Tamara yang sadar langsung menolehkan wajahnya pada Jeanine, namun pelakunya bersikap seolah tak terjadi apapun. Tamara tersenyum kecil, lalu diam-diam mengeratkan tautan kelingking mereka.
"Bagian gue selesai." Selang beberapa menit keheningan melanda, Afristy berbicara.
"Gue juga." Tamara menyahut ucapan Afristy.
"Yaudah, punya gue udah dikirim ke email lo ya, Ta. Trus Jeanine tinggal bikin powerpointnya buat presentasi." Jawaban Afristy final. Jeanine mengangguk mengerti.
Setelah mengecek email dan mengunduh file dari Afristy, Tamara menggeser laptopnya pada Jeanine yang bertugas membuat powerpoint tersebut.
"Gue tinggal ya, Ta, Nin. Gue disuruh kumpul sama coach gue." Pamit Afristy pada Tamara dan Jeanine.
"Ngapain? Lo doang yang dipanggil?" Tanya Jeanine.
"Iya, yang kapten suruh kumpul sama coach di gor. Nanti kalau ada info, gue share di grup." Jawab Afristy yang mendapat anggukan dari Jeanine.
"Lo mau lomba, Nin?" Tamara bertanya penasaran.
"Iya. Yang voli lombanya tanggal 18 besok di Smansa." Jeanine, sang pemain voli handal tersebut menjawab dengan perhatiannya yang masih terfokus pada powerpoint yang sedang dia buat.
Mendengar jawaban Jeanine, Tamara mengangguk mengerti. Diam-diam Tamara membuka aplikasi kalender dalam ponselnya, lalu menandai tanggal 18 dengan judul 'Anin lomba di Smansa Cup.'
Kesulitan mengetik dengan satu tangan, Jeanine melepaskan tautan kelingking yang sedari tadi terjadi. Tamara tersenyum penuh arti.
"Gue ke kamar mandi ya, Nin." Pamit Tamara pada Jeanine sesaat setelah tautan mereka terlepas. Jeanine merespon perkataan Tamara dengan deheman.
Ia benar-benar ke kamar mandi, kemudian berbelok ke kantin.
Tamara langsung menyambar susu kotak kesukaan Jeanine dan membeli makanan untuk Jeanine. Ia tahu bahwa temannya belum sarapan–sudah kebiasaan.
Setelah membayar semuanya, Tamara kembali ke kelas, ia berjalan menuju mejanya, mengambil dan menulis sticky-note, lalu ditempelkan di tas plastik berisi makanan serta susu kotak yang dibeli barusan.
Tamara berjalan mendekati Jeanine, ia meletakkan tas plastik tadi tanpa sepatah kata, kemudian Tamara kembali lagi ke bangkunya untuk tidur sebentar.
Jeanine yang masih mengerjakan powerpoint memasang wajah bingung. Diamatinya tas tersebut, lalu diambilnya sticky-note dari Tamara itu.
Semangat, Anin.
I always root for you.Jeanine tersenyum, lalu membuka tas plastik dan langsung mengambil susu kotak favoritnya. Dia kembali mengerjakan tugasnya dengan susu kotak dalam genggamannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Friend (?)
Teen FictionApakah menyukai teman sendiri adalah hal yang salah? Tentu tidak. Namun, bagaimana jika teman itu memiliki jenis gender yang sama dengan kita? Bagaimana Tamara akan bersikap jika hal itu benar-benar terjadi padanya? Akankah berakhir indah seperti...