Keesokan harinya.
Tamara melajukan mobilnya dengan Jeanine disampingnya.
"Anin, feel better?" Tamara menengok Jeanine yang sedang menatap jalanan.
Yang ditanya tersenyum tipis lalu mengangguk. "Thank you ya, Ta." Tatapan Jeanine beralih pada Tamara yang sedang menyetir.
Tamara hanya mengangguk, "No need. Kita temen, kan?" Pertanyaan Tamara mendapat anggukan dari Jeanine lagi.
Dering telepon Jeanine berbunyi, memecah keheningan yang melanda dua siswi SMA 2 yang tengah sibuk dengan pikiran masing-masing.
Jari Jeanine menggeser logo telepon yang bergetar itu lalu mendekatkan ponselnya ke telinga kirinya.
"Jeanine, lo berangkat?" Seseorang dibalik telepon itu bertanya.
"Berangkat. Kenapa?"
"Kalau lo masih down, lo istirahat aja dulu, Nin. Absensi latihan lo nanti gue bilangin ke coach, absensi kelas kan lo bisa nitip ke Tamara." Suara Novia terdengar khawatir.
"Gue gak apa-apa, Vi."
"Lo sekarang berangkat pake ojol?"
"Sama Tamara."
"Yaudah. Nanti kalau udh sampai, kabarin gue ya. Gue mau ngomong sesuatu."
"Ok. See you, Vi."
"Ya." Novia mematikan telepon mereka lebih dulu.
Setelah telepon itu dimatikan, keheningan kembali menyapa mereka. Tak ada pembahasan apapun, tak ada lagu yang terputar, hanya suara mesin dari mobil yang mereka tumpangi.
Selang 5 menit, dua insan tersebut turun dari mobil hitam yang dikendarai mereka berdua.
Novia yang sudah menunggu di parkiran langsung menghampiri Jeanine.
"Ayo ikut gue. Tamara, tolong bawain tasnya Jeanine ya? Gue mau ngomongin sesuatu." Novia meminta tolong pada Tamara yang mengangguk dan langsung mengambil tas dari lengan Jeanine.
Tamara menatap kepergian dua pemain voli itu lalu melangkahkan kakinya menuju kelas.
"Anin berangkat gak ya, Ta? Tumben jam segini belum dateng." Yuri bertanya pada Tamara yang baru saja menginjakkan kakinya di kelas 12 IPS 2. Pasalnya, tak pernah-pernah Jeanine belum ada di kelas padahal jam sudah menunjukkan pukul 6.52 WIB.
"Gue ngechat dia gak dibales masa." Disa menimpali.
"Masuk. Dia lagi diskusi soal lomba besok." Tamara meletakkan tas Jeanine yang dititipkan padanya tadi. Yuri mengangguk mengerti.
"Eh lo kemarin kenapa telepon?" Yuri duduk dibangku samping Tamara yang masih kosong.
"Gak apa-apa."
"Bohong lo jelek banget tau, Ta." Disa mencibir, mulai ikut dalam percakapan Tamara dan Yuri.
"Nanti gue cerita." Yuri mengangguk mengerti, lalu mengisyaratkan Disa untuk bersabar, Tamara belum ingin bercerita sekarang.
"Oh iya, mungkin moodnya Anin lagi jelek. Tolong jangan ditanya-tanyain dulu, takutnya sensitif." Tamara menambahkan.
Yuri dan Disa saling berpandangan, 'ternyata ada kaitannya dengan Jeanine' mereka mengangguk paham.
Bel berbunyi, guru mata pelajaran pertama mulai masuk dan menjelaskan materi untuk kelas 12 IPS 2. Namun, Jeanine tak kunjung kembali. Dengan resah Tamara mengetikkan beberapa kata pada kolom obrolannya dengan Jeanine.
JeAnin
You
Anin, lo gak masuk?Tak mendapat balasan apapun, Tamara kembali menyimpan ponselnya untuk kembali mendengarkan guru yang sedang menjelaskan. Hanya mendengarkan, pikiran Tamara sedang dipenuhi oleh Anin yang tak berkabar dimana dirinya sekarang.
Ditengah lamunannya, suara ketukan pintu terdengar. Guru geografi tersebut mempersilahkan siswa yang mengetuk tadi untuk masuk.
"Anin.." Tamara tersadar.
"Anin, lo darimana? Trus ini lo mau kemana?" Tamara bertanya dengan tergesa.
"Latihan buat lomba besok. Gue dispen." Jeanine mengambil tasnya lalu berpamitan pada gurunya dan melangkah pergi meninggalkan kelas.
Ia belum mengetahui kabar lanjutan tentang Jeanine yang menjadi leader pertandingan besok. Apakah Jeanine sudah baik-baik saja? Pertanyaan itu masih berkecamuk di batin Tamara.
Tamara akan menunggu gadis itu selesai dengan latihannya hari ini, lalu menanyakannya nanti.

KAMU SEDANG MEMBACA
Just Friend (?)
Teen FictionApakah menyukai teman sendiri adalah hal yang salah? Tentu tidak. Namun, bagaimana jika teman itu memiliki jenis gender yang sama dengan kita? Bagaimana Tamara akan bersikap jika hal itu benar-benar terjadi padanya? Akankah berakhir indah seperti...