06.

186 18 0
                                    

Tamara terbangun dari tidurnya karena merasakan usapan dari kepalanya. Tak langsung mendongakkan kepalanya, Tamara tersenyum diam-diam. Ia tahu siapa yang mengelus barusan, parfum orang tersebut sangat familiar dengan indera penciumannya.

Setelah puas dengan agenda salah tingkahnya, Tamara mengangkat kepalanya dan terlihat Jeanine yang masih berdiri disamping bangkunya.

"Eh kebangun gara-gara gue ya? Maaf, Ta." Jeanine terkejut sambil mengucapkan permintaan maaf.

"Gak apa-apa, gak usah minta maaf." Tamara menenangkan Jeanine.

"Makasih ya."

"Buat apa?" Tamara bertanya heran dengan ucapan terima kasih Jeanine yang tiba-tiba.

"Makanan, sama susu kotaknya." Tamara tersenyum. "Iya. Gue gak salah beli, kan?" Tamara kembali bertanya.

"Enggak. Semuanya favorit gue." Jeanine menepuk pundak Tamara pelan lalu langsung keluar kelas untuk pergi ke kamar mandi, meninggalkan Tamara yang masih tersenyum.

"Ta? Halo?" Yuri melambaikan tangannya dihadapan wajah Tamara.

"Woi!" Disa menoyor pelan kepala Tamara yang tak kunjung merespon ucapan Yuri.

"Hah?" Kesadaran Tamara kembali memasuki jiwanya.

"Punya pacar ya lo?" Disa menyipitkan matanya curiga.

"Gak! Siapa bilang?" Tamara menjawab gelagapan.

"Santai aja, gak usah ngegas kalau beneran enggak mah." Disa menjawab perkataan Tamara santai.

Perhatian ditujukan kepada kelas 10, 11, dan 12 semua jurusan yang sedang tidak ada kegiatan, dimohon menuju ke lapangan sebagai suporter untuk pertandingan voli antar kelas 10. Terimakasih.

Suara dari speaker sekolah menginterupsi semua warga sekolah SMA 2.

Tamara, Disa, dan Yuri melangkah beriringan menuju lapangan sekolah mereka. Terlihat Jeanine sudah berada disana di barisan paling depan.

"Eh kalian, sini! Udah gue tandain." Jeanine menepuk kursi dibelakangnya. Ketiga temannya mengangguk, kemudian menuju kursi yang telah ditandai oleh Jeanine.

"Sorry ya gue kesini duluan." Jeanine berkata kepada tiga temannya, dan dijawab "Tidak apa-apa." oleh mereka.

Wasit meniup peluit sebagai tanda pertandingan telah dimulai. Salah satu tim mulai menservis bola lalu tim lain menyerang balik, dan seterusnya.

Menit demi menit berlalu, pertandingan semakin sengit. Tamara mengalihkan perhatiannya dari pertandingan itu, lalu beralih pada Jeanine yang sedang menyender pada teman disampingnya–Novia. Begitupun Novia yang merangkul pinggang Jeanine.

Tamara langsung menunduk, hatinya agak nyeri. Melihat mereka berbincang dan tertawa bersama sambil menyender dan memeluk dari samping membuat dirinya panas. Ia hanya menghembuskan nafas kasar, lalu mendongakkan kepalanya kembali. Mencoba mengabaikan perasaannya yang kian bergejolak. Ia cemburu.

Satu babak selesai ditandai dengan bunyi peluit dari wasit.

Tamara berdiri lalu berjalan keluar dari kerumunan.

Disa dan Yuri hanya berpandangan. "Kan. Apa gue bilang." Disa menekan perkataannya pada Yuri.

"Ah bisa aja karena dia bosen." Yuri tetap menyanggah.

"Terserah lo." Disa kembali memfokuskan pada pertandingan voli dihadapannya.

Sementara Tamara, ia menuju ke rooftop sekolahnya. Menghirup udara untuk melepaskan rasa sesak yang sedari tadi ia tahan.

Ia mulai mempertanyakan, bagaimana bisa dia menyukai temannya sendiri? Bagaimana bisa dia menyukai teman yang memiliki gender yang sama dengannya? Bagaimana bisa dia jatuh cinta dengan seseorang tak akan pernah bisa bersamanya?

Pertanyaan-pertanyaan itu berputar di kepala Tamara. Setelah 30 menit ia berdiri dan tak kunjung menemukan jawaban, Tamara memutuskan untuk kembali ke kelas.

"Ta, lo dari mana?" Yuri bertanya pada Tamara yang tadi pergi secara tiba-tiba.

"Gak kemana-mana. Nyari angin doang, sumpek." Tamara menjawab dengan malas.

"Gue sama Disa mau ke koperasi depan. Mau ikut atau nitip gak?" Ajakan Yuri mendapat gelengan dari Tamara.

Setelah Yuri dan Disa keluar, Tamara sendirian di kelas. Tak ambil pusing, ia memutuskan untuk tidur. Belum sempat ia terlelap, tangan yang ia letakkan diatas meja merasakan sentuhan lembut.

"Ta? Lo kenapa tiba-tiba pergi?" Suara membuat hati Tamara terhenyak.

"Gak apa-apa. Cuma sumpek aja tadi." Jeanine yang belum puas dengan jawaban Tamara lantas bertanya lagi, "Lo gak marah sama gue kan?"

"Soal apa?" Tamara berpikir, Jeanine sudah benar-benar menyadarinya, "Gue yang ke lapangan duluan, gak ngasih tau lo." Namun ternyata tidak. Jeanine tidak–atau belum mengerti.

"Ngapain marah soal begituan?" Tamara menjawab dengan meletakkan kepalanya kembali. Jeanine mengangguk, benar juga. Tapi mengapa Tamara begini?

"Yaudah gue keluar ya, Ta. Mau nyusul Novia. Kalau ada apa-apa telepon aja." Jeanine mengusap kepala Tamara pelan lalu pergi kembali ke lapangan untuk menonton bersama Novia.

Tamara tak ambil pusing, ia benar-benar akan kembali tidur daripada melihat Jeanine menempel dengan Novia.

Just Friend (?)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang