Tamara adalah anak 12 IPS 2 yang pertama kali datang ke kelas hari ini. Bukan untuk mengerjakan tugas, maupun melakukan kegiatan piket, Tamara kembali tidur dengan tangan sebagai tumpuannya sambil menunggu teman-temannya yang lain datang.
"Udah sembuh, Ta?" Tanya Jeanine yang baru datang, ia berdiri tepat disamping bangku Tamara.
Mendengar pertanyaan yang ditujukan padanya, Tamara mengangkat kepalanya, lalu menatap netra coklat itu samar-samar, "Udah." Jawab Tamara masih menatap temannya itu.
"Baguslah." Jeanine berjalan menuju bangku belakang Tamara, lalu mendudukkan dirinya disana. Setelah itu disusul suara riuh teman-teman kelas lain yang mulai berdatangan.
"Udah enakan, Ta?" Kali ini Yuri yang bertanya.
"Udah, aman." Jawab Tamara yang mendapat anggukan dari Yuri.
"Disa mana?" Baru saja Tamara menutup mulutnya, Disa muncul dengan langkah ceria mendekati bangku Tamara.
"Wuish, udah beneran sembuh lo? Awas kalau lo bilang udah tapi nanti tiba-tiba pingsan." Sarkas Disa yang baru datang.
"Bawel. Gue udah sembuh beneran." Sahut Tamara dengan memutar bola matanya malas.
"Tugas yang semalem gue kasih tau udah dikerjain belum?" Yuri bertanya pada Tamara.
"Udah." Tamara mengangguk.
"Guys, Pak Haris ada kepentingan. Tugas beliau 2 hari lalu dikumpulin ke gue ya. Yang belum ngerjain bisa dikerjain sekarang." Suara lantang dari ketua kelas 12 IPS 2 menginterupsi perbincangan mereka. Tanpa menunggu, satu persatu siswa kelas tersebut mengumpulkan hasil tugas mereka, begitupun dengan Tamara.
"Ri, Dis, gue keluar ya. Nanti kalau ada guru tolong call gue." Tamara memberi tahu pada kedua temannya agar mereka tidak kelimpungan saat dirinya tiba-tiba hilang dari kelas.
"Nin, lo ikut keluar juga?" Yuri bertanya.
"Lo aja kemarin bolos, Nin. Mau kemana lo sekarang?" Giliran Disa bertanya pada Jeanine yang akan keluar menyusul Tamara.
"Gue ikut Tamara." Jawab Jeanine singkat.
Namun, Tamara sudah menghilang dari pandangan Jeanine. Ia menuju toilet sambil mengirim pesan pada Tamara.
Tamara R.
Ta
Lo kemana?
Gue ikut
Ta?Jangan ikut
Kasih gue waktuBuat apa, Ta?
Lo lagi ada masalah?
Kenapa gak cerita?Stop, Nin
Gak ada apa-apa
Gue mau sendiriTa
Gue ada salah sama lo?
Ta, jawab duluPesan terakhir Jeanine tak dibalas oleh Tamara. Ia memutuskan untuk ke perpustakaan jika ia tak bisa ikut dengan Tamara. Jeanine yakin Tamara kini berada di ruangan dibalik gudang tempo lalu. Namun ia tak bisa sembarangan kesana karena itu termasuk tempat pribadi Tamara.
Jeanine memilih tempat duduk seperti kemarin, dibawah kipas angin di dekat rak novel.
"Jeanine yang angkatan kita? Masa iya?" Terdengar suara bisik-bisik yang lumayan keras di perpustakaan yang hening ini.
"Iya. Lo liat aja katanya 2 hari lalu ada yang liat Tamara sama Jeanine keluar dari gudang sambil benerin baju. Lo pikir mereka abis ngapain?" Tambah seseorang yang menjadi sumber berita.
Mendengar hal tersebut, Jeanine tak bisa menahan amarahnya, ia menggebrak meja lalu bergegas dengan cepat menghampiri dua orang yang sedang bergosip tentang dirinya dan teman dekatnya.
"Kata siapa lo?" Jeanine mendorong perempuan tinggi dengan nametag Sera.
"Lo Jeanine ya?" Sera bertanya balik.
"Jawab gue, anjing. Malah nanya balik. Lo tolol apa gimana?" Emosi Jeanine semakin tersulut.
"Santai bos. Udah lumayan banyak yang tau soal ini. Jadi, ini beneran atau cuma gosip, Jeanine?" Sera melipat kedua tangannya di depan dada, sedangkan perempuan yang satunya berusaha untuk mengajak Sera kembali ke kelas agar tidak terjadi keributan.
"Apa sih, Fa? Gue kan cuma mau mastiin aja." Sera menyingkirkan tangan Rafani yang sedari tadi mengguncangkan tangannya.
"Bacot. Lo daritadi ditanya tapi jawabnya muter-muter. Beneran tolol." Jeanine mendorong kepala Sera menggunakan jari telunjuknya.
"Sopan dikit lo jadi orang." Sera yang tak terima langsung mendorong tubuh Jeanine hingga mundur beberapa langkah.
"Apa? Mau ribut? Maju sini, anjing." Jeanine kembali mendekat.
Panik Jeanine semakin mendekat, Sera melayangkan tamparannya pada wajah Jeanine. Hal tersebut membuat amarah Jeanine meledak.
"Bajingan, berani lo nampar gue?" Jeanine menampar balik Sera dengan kekuatan maksimalnya. Tamparan Jeanine tentu sangat sakit, karena sejatinya Jeanine adalah salah satu anggota klub voli sejak sekolah menengah pertama hingga sekarang.
"Berhenti kalian berdua!" Keributan mereka terhenti karena suara kepala sekolah menginterupsi. Sial, kenapa beliau harus keliling hari ini.
"Kalian berdua, ikut ke ruangan saya." Lelaki berumur itu menatap tajam Jeanine dan Sera. Jika kalian bertanya kemana perginya Rafani, dia pergi karena tak mau ikut terseret masalah mereka.
Sesampainya di ruang kepala sekolah, mereka langsung disambut dengan hembusan nafas kasar dari Pak Andy.
"Apa-apaan kalian?" Pak Andy mulai membuka suaranya.
"Dia yang mulai duluan, Pak." Sera menunjuk Jeanine.
"Bohong. Dia duluan pak. Dia menyebar berita bohong soal saya pak." Bantah Jeanine.
"Bohong apanya? Fakta kok." Sera melirik Jeanine.
"Jangan sampai lo gue ributin disini." Tangan Jeanine terkepal.
"Gak takut sih gue." Sera menjawab dengan santai.
"Intinya kamu menyebar berita bohong soal dia, kan?" Pak Andy menunjuk Sera dan Jeanine bergantian.
"Minta maaf sekarang." Tak sempat Sera membuka mulutnya, Pak Andy dengan tegas memerintahkan Sera untuk meminta maaf pada Jeanine.
Tak ingin berdebat panjang dengan kepala sekolah, Sera langsung menatap Jeanine, "Maaf." Dengan suara yang terdengar malas.
"Ya. Udah pak? Saya permisi." Jeanine jengah berada satu ruangan dengan orang aneh itu.
Tamara menegakkan tubuhnya ketika melihat Jeanine keluar dari ruang kepala sekolah.
"Lo kenapa, Nin?" Tamara mendekat, lalu memegang dagu Jeanine pelan, "Lo ditampar siapa, Nin?" Jeanine menyingkirkan tangan Tamara dari dagunya.
Belum sempat Jeanine menjawab, suara Sera kembali terdengar, "Oh, bukan gosip ya? Harusnya lo gak usah marah lah." Perkataan Sera yang baru keluar membuat darah Jeanine kembali mendidih.
"Ini yang namanya Tamara? Cakep sih emang. Langgeng ya lo berdua, hahaha." Sera melangkah pergi sebelum terkena amukan Jeanine lagi.
"Nin." Panggilan Tamara tak Jeanine hiraukan. Ia pergi tanpa mengucap satu kata pun pada Tamara yang telah mengkhawatirkannya sedari tadi.
Tamara yang merasa diabaikan hanya diam, lalu turut pergi dari sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Friend (?)
Teen FictionApakah menyukai teman sendiri adalah hal yang salah? Tentu tidak. Namun, bagaimana jika teman itu memiliki jenis gender yang sama dengan kita? Bagaimana Tamara akan bersikap jika hal itu benar-benar terjadi padanya? Akankah berakhir indah seperti...