Bab 08 - The Devil Comes

18 13 1
                                    

+┉┉┅┄┄┈•◦ೋ•◦❥•◦ೋ°

Wumuti berusaha menyembunyikan senyum sumringahnya dan berakting sedih kala orang tuanya akan dimakamkan.

Akhirnya setelah bertahun-tahun, penantiannya ... ? Dia akhirnya terbebas dari neraka bernama orang tuanya dan menemukan kebahagiaannya sendiri.

Wumuti begitu bersyukur atas musibah yang menimpa keduanya malam itu.

Satu per satu para pelayat mulai meninggalkan rumah duka, langit telah menjinga dan lampu-lampu rumah juga taman mulai dinyalakan, wangi karangan bunga semerbak di ruangan tersebut, foto kedua suami-istri yang tengah tersenyum lebar itu dipajang dengan bingkai besar berwarna silver sampai sebuah tangan menyambar satu per satu foto tersebut dan membantingnya ke lantai.

Bingkai kaca itu pecah berkeping-keping, berserakan di lantai, Wumuti berjalan tanpa alas kaki, membiarkan kedua telapak kakinya terkena pecahan beling hingga berdarah.

“Membusuk lah kalian berdua di neraka!”

Wumuti berjongkok, dia berbisik dengan suara dalam penuh dendam. Tangan kirinya memunguti pecahan kaca tersebut dengan tangan kosong, tahu bahwa ada seseorang yang berdiri di depan pintu, bersiap masuk, tetapi berhenti karena terkejut mendengar suara bantingan dari dalam.

Wumuti menoleh kala pintu itu terbuka lebar, menampilkan sosok pria berjas hitam dengan tatanan rambut klimis, kaca mata minus bertengger dihidung banggirnya dengan tangan kanan yang mengapit dokumen bersampul kuning, berjalan menghampirinya dengan raut cemas.

“Apa yang terjadi?”

Wumuti memamerkan senyum teduhnya. “Tidak ada apa-apa, Paman. Aku tadi hampir jatuh pingsan dan tak sengaja menabrak foto-foto mendiang orang tuaku,” bohongnya. “Paman jangan ke sini, banyak pecahan beling, aku akan membersihkannya dahulu, tunggulah di sana.”

Wumuti bangkit, menuju ke ruangan belakang untuk mengambil sapu dan peralatan lainnya.

Disetiap langkah Wumuti, pria yang sekiranya berusia kepala 4 itu memperhatikan dengan ngeri jejak kaki Wumuti yang berwarna merah karena darah.

Beberapa saat kemudian, ruangan duka itu telah bersih, Wumuti menghampiri pria tersebut setelah membalut kakinya dengan perban dengan senyum mengembang teduh dan duduk bersila di depannya.

“Aku turut berdukacita atas kematian kedua orang tuamu, Nak,” ujarnya dan Wumuti berterima kasih untuk itu. “Tetapi aku tetap harus menyampaikan apa yang harus aku sampaikan.”

Wumuti menunggu dengan serius.

“Kedua orang tuamu meninggalkan banyak sekali utang, dan kau sebagai satu-satunya ahli waris, wajib membayar semua utang mereka. Rumah dan aset lainnya akan disita oleh bank, kau diberi uang 5 juta yuan untuk mencari tempat tinggal baru.”

Wumuti lagi-lagi hanya tersenyum, miris. Setelah mereka mati pun, mereka tetap membuat hidupnya sengsara.

“Aku akan ... melunasi semua utang mereka.” Dan sejak saat itu, Wumuti tak pernah lagi menyebut keduanya sebagai orang tuanya.

Wumuti pergi dengan membawa semua barang-barang yang dia dapatkan dari para gadis-gadis di sekolahnya, dan meninggalkan barang-barang dari Senna dan Adam yang kebanyakan sudah tak layak pakai.

Ia awalnya datang ke rumah Baoyu, ibu angkatnya dulu, tetapi dia diusir, Wumuti lalu pergi ke rumah sanak saudara yang lain, tetapi mereka pun sama, tak ada yang sudi menampungnya. Bagi keluarganya sendiri, Wumuti adalah sampah yang tak layak dipungut.

EXCHANGE WORLD ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang