II. Do you count me in?

701 69 4
                                    

Selamat membaca!

Meraki menendang bolanya, memasukkan ke dalam gawang yang kosong. Ini jam istirahat omong-omong dan ia memilih menghabiskan waktunya di lapangan indoor. Bermain bola futsal sendiri. Tidak menoleh barang sebentar meskipun mendengar langkah sepatu yang berderit dengan lapangan yang licin.

"Ki!"

Raki tidak repot membalikkan badan untuk menemukan Gigi, Grietta Gisha, temannya menghampiri. Perempuan itu menghela nafas sambil merapikan rambutnya yang berantakan efek berlari.

Aneh. Hanya ada dua kemungkinan Gigi mau berlari yang mana mengorbankan rambut cantiknya yang akan berantakan. Ditambah keringat yang mengucur di dahinya.

1. Lari dari kejaran kak Amadea, temannya ini lelah karena kakak kelas dance modern yang satu itu masih saja mengejarnya meskipun ditolak berulang kali.

"Juan ditembak kak Shinta!"

2. Ada hubungannya dengan Juan.

Yang mana Raki akui kalau hal ini memang harus sampai di telinganya. Kakinya melangkah menjauhi lapangan disertai Gigi di belakangnya. Wajahnya jelas terlihat kesal.

"Di mana, Gi?" Tanyanya.

"Kantin, Ki!"

Gigi meraih lengan Raki agar setidaknya ia tidak perlu mengeluarkan energi lebih. Mengetahui jarak lapangan indoor ke kantin tidak sedekat itu.

"Si tolol!"

Gigi ngeri sendiri. Paham kalau Raki memaki Juan bukan dirinya. Yang lucunya adalah Gigi sendiri tidak mengerti jenis hubungan apa kedua temannya ini. Dibilang pacaran pasti keduanya menolak. Dibilang teman tingkahnya lebih dari itu.

Mereka ini tetangga. Dari kecil sudah bersama. Cuma, ada beberapa hal yang Gigi sadari berbeda. Kalau Raki dan Juan memiliki ikatan yang lebih krusial dari yang pernah ia pikir. Kejadian seperti ini juga bukan kali pertama.

Semester ini sudah empat kali Juan menerima pernyataan cinta, Gigi menggeleng kalau mengingat laki-laki di depannya ini yang entah sudah berapa puluh kali mendapat pernyataan cinta. Memang mereka berdua tampan dan punya pesona sendiri jadi Gigi sedikit mengerti.

Biasanya Gigi akan malas sekali memberi tahu Raki meskipun akhirnya ia berlari hanya untuk membiarkan Raki tahu. Demi Tuhan berada di antara mereka berdua cukup menguras tenaganya. Apalagi sekarang, kenapa ia pikir jarak kantin dari lapangan indoor sebegini jauhnya. Seperti dua kali lipatnya.

Baru sampai di pintu kantin, mata keduanya menatap kerumunan. Juan di tengah, berdiri dengan senyum andalan. Sedang di depannya berdiri perempuan dengan rambut badai yang memerah wajahnya. Di antara mereka, kerumunan tersebut bersorak untuk Juan menerima pernyataan cinta tersebut.

"Terima aja ju, Shinta cakep gitu!"

"Heran si Juan nunggu apa lagi."

"Cowoknya kali."

Raki tersenyum kecil. Menatap Gigi yang bingung saat Raki justru ragu melangkah. Berdiri menyandar pada tiang masuk ke kantin. Tangannya masuk ke kantong. Menatap kerumunan dengan pandangan yang tidak Gigi mengerti.

"Loh Ki! Ayo itu si Juan mau jawab tuh!"

"Gue nunggu di sini aja."

Senyumnya kian melebar saat kedua kontaknya bertemu tatap dengan milik Juan di seberang. Lempar kerlingan jahil yang dibalas sama jahilnya.

"Makasih ya, Shinta udah confess ke gue. Tapi gue enggak bisa, maaf ya."

Kerumunan bersorak atas jawaban Juan. Total kasihan pada Shinta yang kian memerah wajahnya karena malu.

drop of the clouds, wonki!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang