VI. No wonder.

367 57 4
                                    

selamat membaca!















Juan menghela nafasnya, mengangkat tangannya untuk meraih mangga yang baru saja dikupas bunda sampai bunda memukul tangannya pelan.

"abang, ditunggu dulu biar selesai sekalian!" bunda protes meskipun tetap melanjutkan kegiatannya, mengupas mangga.

mendengarnya Juan tidak kesal justru tersenyum gemas. bunda selalu cantik. apalagi saat mengupaskannya mangga seperti ini.
"bun, mangga belakang rumah kapan berbuah lagi, ya. kangen manjat."

dulu, Juan senang sekali memanjat pohon mangga di belakang rumah. biasanya ia akan memanjat sedangkan Raki akan memberi kontribusi berupa dukungan moril. ia akan duduk di bawah pohon lalu Juan harus berteriak agar Raki menyingkir, agar tidak terkena mangga yang Juan jatuhkan secara cuma-cuma. sudah lama Juan tidak melihat pohon mangga di belakang. untuk pulang ke rumah saja sudah jarang.

bunda menyingkirkan pisaunya, membuang sampah bekas kupasan mangga.
"kata ayah, mangga di belakang hampir mati jadi udah enggak berbuah. kalo abang mau nanti biar ayah suruh orang nanem mangga lagi."

Juan menatap halaman belakang melalui jendela besar dapur yang langsung menyuguhkan pemandangan halaman belakangnya. ada beberapa tanaman yang ditanam ayah dengan sengaja dan kebun bunga milik bunda. ayah tidak senang berkebun, ayah bahkan tidak tahu caranya berkebun. seringnya, tanaman-tanaman tersebut ada atas titah bunda. maka, ayah datangkan orang-orang yang mahir berkebun untuk menyenangkan hati bunda.

"loh bun, kok ada anggur? bisa tumbuh bun?" Juan bertanya saat matanya menangkap pemandangan asing di dekat tembok belakang. tanaman merambat dengan kawat yang sudah disiapkan sedemikian rupa.

bunda ikut menoleh, lalu tersenyum.
"bunda pengen nanem anggur, sama ayah baru dibuat kemarin."

dihadiahi pandangan aneh dari Juan, lebih ke bertanya.
"ayah yang buat sendiri?"

"iyaa, ayah yang pasang kawatnya juga. so sweet ya, ayah kamu, bang!"
bunda menjawab dengan kerlingan mata. kentara jatuh cintanya buat Juan ikut tersenyum.

"boleh juga."

Juan lanjutkan acara makan mangganya sambil melihat-lihat halaman belakang rumahnya. sedang bunda tampak sibuk di pantry entah sedang apa.

"Raki kok nggak ikut?"

Juan menoleh sejenak, lalu putuskan bangkit untuk mengambil air es.
"kalo bunda lupa, bunda udah tanya pertanyaan yang sama enam kali."

bunda berkacak pinggang, rautnya terkejut sebelum tertawa.
"iya? bunda nggak sadar. habis kangen sih sama Raki."

"Raki lagi pergi sama temennya, bun. nanti malem deh di vidcall."

bunda mengangguk, kembali pada aktivitasnya sedang Juan kembali ke kursinya.

"kapan-kapan diajak ke sini, bang. jangan digatekeep. Raki juga anak bunda."

Juan menghela nafas, "bun... attached banget sama Raki. iya kalo jodohnya Juan, kalo enggak nangis kali ya bunda."

terdengar gelak tawa bunda sebelum berbalik menghadap Juan dengan raut seriusnya.
"makanya sebelum bunda nangis, bunda jodohin kalian!"

Juan menelungkup di atas meja,
"ngaco ah bunda! Juan nggak mau sama anak mami kaya Raki!"

bunda tertawa lagi, mengalun lembut di telinga Juan.

"habis mau gimana lagi, bang? enggak mungkin Raki bunda jodohin sama warna, kan? she's way younger."

and by the time it goes by, Juan had realised that his mom is having a fat love for Raki.

drop of the clouds, wonki!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang