——
"Lagi diperiksa sih sama dokternya." Juan melirik pada pintu kamar yang sengaja terbuka. Tersenyum kecil kala maniknya bertemu dengan Raki.
"Jadi kalian nggak bisa ikut nih?"
Juan menggeleng, ponsel yang ia taruh di meja TV selagi ia menghabiskan makanannya di sofa ruang tengah menampilkan video call group. Niatnya malam ini mau ditraktir Athalla, tapi Raki sakit Juan harus di rumah. Jadilah ia mengabari teman-temannya.
Makanan di piringnya tandas, koki kiriman papi adalah yang terbaik. Seperti perbaikan gizi, lumayan juga salmon grilled dengan mashed potatoes. Meskipun ia juga merasa tidak enak badan, fisik Juan lebih baik. Ia hanya perlu makan dan beristirahat lalu semuanya akan baik-baik saja.
Dania dan Devan menghela nafas akan absennya kedua sahabat mereka. Juan sampai melirik mendengarnya.
"Udah sih, dienakin aja kalian. Gue sama Raki gapapa.""Yaudah, Ju. Gws buat Raki."
Panggilan ditutup.
—
"Lo nggak ikut acaranya Thalla?"
Juan yang menyandarkan tubuhnya pada headboards ranjangnya menatap Raki. Tangannya yang sedari tadi mengusap rambutnya ia arahkan ke dahinya untuk mengecek apakah Raki masih demam atau tidak.
"Enggak."Raki kian mendekatkan diri, tangannya memeluk pinggang Juan dan wajahnya ia tenggelamkan di dada bidang Juan.
"Padahal gue enggak apa-apa ditinggal. Kasihan juga kalo lo nggak jadi ikut cuman karena gue enggak pergi."
Tangan Juan menarik selimut yang sempat merosot. Ia tarik sebatas bahu Raki hingga yang terlihat hanya kepalanya.
"Kalo lo enggak pergi, what am I supposed to do if you're not there though?"Lalu keduanya hening. Raki menyamankan dirinya sementara Juan memastikan Raki mendapatkan nyaman tersebut. Kakinya memeluk tubuh Raki dengan tangan yang tidak berhenti mengusap sana dan sini.
"Juan.... Kita cuma temen tapi kenapa lo bertingkah kaya gini? Gue bingung jadinya."
Raki, suara di hati Juan seolah sudah berteriak karena bukan hanya kamu yang bingung. Juan pun habis dihajar kebingungan. Bagaimana rasa yang lama ia tekan itu seperti ingin meledak dalam dirinya. Ketika Juan merasa semuanya menjadi sulit karena orangnya adalah Raki. Megahnya nama di belakangnya membuat Juan merasa kecil, merasa tidak pantas. Bagaimana kalau Juan salah mengambil langkah. Bagaimana kalau Juan salah mengartikan kata. Bagaimana kalau Juan ceroboh dalam tindakannya. Mati Juan di tangan Halmahera.
Bounding dan attachment adalah dua hal berbeda di mata Juan. Bounding dapat ia tuai dari Devan dan yang lain. Tapi attachment, Juan tidak menemukan jawaban selain sosok Meraki Halmahera yang tertidur pulas dengan plester penurun demam di keningnya. Juan tidak menyadari seberapa terikatnya dia dengan sosok yang ia peluk rapat-rapat takut akan pergi begitu saja. Juan tidak mengetahui seberapa kuat ikatan tersebut hingga air matanya turun membanjiri bantalnya hanya dengan pemikirannya sendiri. Ya tuhan, Meraki Halmahera selalu berhasil membuatnya kalang kabut dengan rasa ingin memiliki.
"You should've told me earlier, am I a silliest jokes to you?"
Lagi dan lagi. Juan menundukkan kepalanya. Menghembuskan nafasnya kala matanya menatap Raki yang tengah mengecap kacang almond dan yogurt. Juan diam bawa kedua tangannya untuk mengusap wajahnya.
"I really am sorry, mi......"
Perempuan dengan rambut lebat yang digerai badai dan riasan elegan khas wanita sukses itu menatap Juan kesal. Juan jarang sekali bersinggungan dengan perempuan ini. Perawakannya yang tegas selalu bisa membuat Juan mati kutu. Rasanya sulit mengakrabkan diri dengan perempuan ini. Ia terbiasa menatap lelaki dengan tatapan jijiknya seolah lelaki adalah makhluk paling hina di dunia. Yet, ia memiliki hubungan yang sangat baik dengan suami dan anak laki-lakinya. Ironis bukan?
"A zoo date? How silly...."
"Mami! If you doesn't have something nice to say just shut up!"
Raki protes, Juan kira tenggelam dalam mangkuk yogurtnya. Juan sampai menoleh betulan untuk memeriksa Raki tidak tenggelam di mangkuknya karena ia tidak mendengar apa-apa dari lelaki itu semenjak maminya siap mengulitinya hidup-hidup dua puluh menit lalu. Syukurlah anak itu menaruh mangkuknya yang bersih di meja yang artinya dia sangat baik-baik saja dan mungkin begitupula dengan camilannya hingga ia tidak menggubris apapun di sekitarnya. Well, Juan akan coba menikmati camilannya juga nanti.
"Astaga, anak ini bahkan berani shut me up."
Juan terkekeh kecil tidak enak sedang Raki melipat tangannya. Plester penurun panas masih berada di keningnya setelah ia pasang lagi tiga jam lalu. Wajahnya memerah jelas tidak senang dengan bibir merekah karena habis menyantap yogurt—yang sebelumnya kering sekali sampai mengelupas, rambut brunettenya berantakan dan lepek karena keringat, piyama hijaunya yang lecek di beberapa sisi itu menatap mami tidak senang. Dipikir lagi Juan merasa konyol dengan ini semua.
Sekitar empat puluh menit lalu maminya Raki datang tiba-tiba dengan menyibak selimut yang menutupi Juan dan Raki, membuka korden hingga cahaya matahari mengenai Raki dan ia berteriak histeris, lalu beberapa orang yang datang entah darimana selain maminya Raki, dokter yang tiba-tiba mengecek keadaan Raki, ahli gizi yang melihat Raki dan meresepkan sesuatu pada chef yang juga ditarik ke unit atau lebih tepatnya ke kamar mereka berdua yang demi tuhan Juan sendiri tidak tahu bagaimana perempuan ini beserta rombongannya bisa masuk ke unitnya tanpa kartu akses, semuanya mungkin bagi Halmahera. Semuanya begitu cepat bahkan Juan belum sempat memakai kembali piyamanya. Lalu setelah melaporkan yang dirasa perlu, mami kembali menyeret Juan dan Raki ke ruang tengah. Dan di sinilah mereka.
"Mami akan libur sampai kamu sembuh. Mau pingsan mami baca laporan dokternya kamu kena tipes. Pulang ke rumah sama mami, Raki. This is a command, I don't accept any excuse"
Juan tidak diberi kesempatan untuk bersuara saat Raki dibawa begitu saja, digendong asisten pribadi maminya karena Raki masih terlalu lemas bahkan untuk protes. Ia hanya melempar senyum kecil pada Juan yang terpaku. Lalu heningnya unit apartnya buat Juan berpikir ulang tentang hal yang mengganggunya semalaman.
—
Tahu-tahu Raki tidak berangkat ke sekolah. Semua temannya sudah tahu kalau Raki tidak enak badan karena Juan. Jadi tidak ada yang bertanya lagi. Saat kelimanya duduk di kantin untuk menyantap makan siang mereka, Juan terdiam. Rasanya aneh tidak ada Raki di sekitarnya. Ia tidak begitu tertarik dengan obrolan sepak bola Athalla dan Devan, kemarin sehabis ditraktir mereka memutuskan menonton bola bersama dan Devan kalah taruhan jadilah Athalla tengah membual tentang hal itu. Juan juga tidak tertarik dengan obrolan Gigi dan Dania yang membicarakan event tahunan sekolah.
Juan diam sampai matanya mendapati seseorang yang tengah kebingungan di sekitar mejanya,
"Kenapa, Shev?"Sheva menoleh pada Juan, "anu kak, enggak dapet tempat duduk."
"Sini, ada kursi kosong." Kursi yang biasa ditempati Raki.
Saat Sheva mendudukkan dirinya di kursi yang menghadap Juan, tepat berada di samping Athalla sampai ia menoleh terkejut, Juan malah acuh.
"Umm.... What the fuck is he doing here?"
Gigi protes, Juan menatapnya.
"Cuman kursi, kasian ga dapet tempat duduk. Makan aja, Shev.""Makasih kak..... Raki sakit apa deh kak kok enggak masuk tadi?" Sheva bertanya sambil menyuap nasinya.
Juan menyedot minumnya, baru akan menjawab kala Athalla memotongnya.
"Bukan urusan lo kali, Shev. Di kelas mana pernah nyapa Raki terus sekarang tiba-tiba nanyain dia, situ oke?"Sheva merasa bersalah, wajahnya terlihat tidak enak. Juan menatap teman-temannya.
"Guys..... Please deh. Yang ramah dikit kek sama Sheva. Doi temen organisasi gue. Toh nanyain Raki karena mungkin dia baru ada kesempatan? Iya nggak, Shev?""Iya kak." Sheva mengangguk.
Devan jadi yang pertama bangkit. Diikuti yang lain dan meninggalkan Juan dan Sheva di meja sendiri.
"Udah lanjutin aja makannya, nggausah dimasukin ke hati tingkah mereka." Kata Juan kembali menyesap esnya.
—
Juan..... Juan.....
KAMU SEDANG MEMBACA
drop of the clouds, wonki!
FanfictionJuan terlalu sibuk buat berpikir kenapa dia ada di sini, di depan pintu putih. Menyandar pada dinding di sampingnya dengan harap yang tak pasti. sejak kapan dia menjadi sebegini terikatnya dengan Meraki Halmahera, teman masa kecilnya. [sub! ni-ki] a...