IV. You.

458 62 6
                                    

Enjoy!

Katakanlah Juan dan Raki adalah sahabat dari kecil. Tumbuh dengan pemahaman kalau mereka memang diciptakan untuk melengkapi satu sama lain. Orang tua yang bersahabat baik mendukung dekatnya mereka. Apalagi orang tua Raki yang sangat sibuk. Seringnya meninggalkan Raki dalam pengawasan Juan. Masuk ke sekolah yang sama sedari sekolah dasar hingga sekarang.

Kalau ada yang tanya, Raki mau lanjut di mana?

Jawabannya cuma dua, belum tahu dan ngikut Juan.

belum tahu yang dimaksud Raki juga karena dia yang belum tahu Juan lanjut di mana. Kalau sudah tahu, tidak mungkin jawaban tersebut keluar dari mulutnya. Kalau ditanya bosan, jawabannya pasti tidak.

Raki tumbuh dengan pemahaman kalau Juan adalah materi penting di hidupnya. Tidak ada Juan, Raki tidak ada. Ironis bagaimana Juan menjadi begitu penting di hidupnya daripada keluarganya sendiri. Kenyataannya, Raki lebih banyak bertemu dengan Juan daripada orang tuanya sendiri. Terakhir bertemu maminya pun tiga bulan lalu saat mami ada proyek di Jakarta, sempatkan makan siang bersama berakhir diajak keliling mall dengan telunjuk yang bebas menunjuk apa saja maka akan tersedia di kamarnya—kamarnya dan Juan keesokan harinya.

Mami seorang pengusaha perhotelan dan real estate sukses. Kantor induknya di Kuala Lumpur yang membuat mami jarang sekali pulang. Sibuk bepergian ke cabang-cabang perusahaannya. Raki bahkan tidak ingat kapan mami tampak tidak rapi. Pakaian dan make up nya selalu on point.

Sedang papinya, tidak banyak yang bisa Raki ceritakan selain papinya berwajah tegas dan galak. Kalau bertemu mami bisa sepuluh kali dalam satu tahun, kemungkinan bertemu papi cuma sepertiga darinya.  Sejauh yang Raki tahu, papi adalah pengusaha di bidang migas. Baru-baru ini bergerak di bidang IT dengan meluncurkan game dengan kecerdasan virtual terbaru yang Raki tidak begitu mengerti. Tahu kabar ini saja dari televisi. Papi tidak sesering itu menanyakan kabarnya lewat telefon. Setidaknya tidak sesering mami. Wanita itu tidak absen mengirim ucapan selamat pagi dan selamat malam untuknya.

Raki tidak begitu mengingat bagaimana rupa papi karena terakhir bertemu satu tahun lalu saat Raki dipaksa terbang ke Singapura untuk menghadiri Gala dinner yang diadakan papi. Untungnya Juan ikut. Begitu-begitu, Juan cukup akrab dengan papi. Hal yang masih tidak masuk di nalar Raki.

Papi baik tapi kaku. Wajahnya masih muda meskipun tidak lagi muda. Garis wajahnya tegas dengan tatap mata yang mengintimidasi. Satu yang diwariskan kepada Raki. Papi tidak suka terlambat, oleh sebab itu Raki duduk di sini, di ruangan VVIP restoran di atas hotel salah satu milik mami menunggu kedatangannya. Lebih baik menunggu daripada harus mendengar dengkusan papi karena ia yang terlambat. Kapok.

"Papi pikir kamu bakal telat kaya yang sebelumnya." Sapa papi begitu masuk ke ruangan di mana Raki berada diikuti pak Anton, asisten pribadinya.

Raki pasang senyum terpaksa, "kapok disinisin papi."

Papi hanya menatap sejenak sebelum menatap buku menu. Memesan makan siang sedang Raki sudah memesan sedari tadi. Seporsi nasi goreng salmon dan lemon tea. Memandang papi yang tidak jauh berbeda dari terakhir kali mereka bertemu, bedanya kini rambutnya yang legam mulai ditumbuhi uban.

"Kamu sehat, kan?"

Raki mengangguk sambil menyuap makanannya, "papi sendiri? Abis ini mau balik Hongkong?"

Papi memangku dagunya, "ke Jepang sebentar habis itu baru ke Hongkong."

Lalu hening, Raki tidak membangun percakapan sementara papi mulai menyantap makanannya yang baru saja sampai. Keduanya menghabiskan makanan masing-masing tanpa obrolan berarti.

drop of the clouds, wonki!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang