-
Raki terkekeh kecil, beberapa kali tangannya menepis Juan karena terlampau geli dengan kelitikannya. Tubuhnya segera ia bungkus dengan selimut lalu menetralkan nafasnya yang seperti habis lari maraton. Raki kira Juan akan menyerah, setidaknya keluar untuk ke kamar mandi. Tapi diamnya justru membawa Raki terkejut karena tubuhnya yang dibungkus selimut diangkat begitu saja oleh Juan.
Tak ayal buat Raki tergelak. Tawanya menguar seisi apartemen buat Juan susul tawanya.
"Haahhh udah.... Juanh... Capek." Ujar Raki lelah tertawa.
Juan mendusalkan hidungnya dengan hidung Raki setelah membuka paksa selimut yang tadinya membungkus Raki. Ia biarkan begitu saja selimutnya menyapu lantai, mendudukkan Raki di pangkuannya. Hidung keduanya bertabrakan, kekehan Raki mereda setelah Juan curi kecupan di bibirnya.
Ia pukul pelan bahu Juan sebelum jatuhkan keningnya di bahu lebar Juan. Meraup oksigen rakus setelah habis dicium Juan. Sedang Juan mengusap punggung telanjang Raki.
"Lemes, ya?"Dirasa anggukan, Juan mengecup puncak kepalanya.
"Bobo di sini dulu, ya? Gue mau beresin kamar. We were goin' wild y'know. Banyak yang harus diberesin."Raki kembali mengangguk. Ia ditidurkan Juan di sofa panjang ruang tengah seperti semalam. Sebelum pergi, Juan sempatkan mencium Raki sekali lagi. Ia saksikan saja Juan yang bertelanjang dada masuk ke kamar untuk membersihkan bekas permainan mereka. Raki memilih memejamkan matanya. Tidur sebentar tidak ada salahnya.
Cara ampuh meredakan emosi keduanya adalah seks. Well, siapa yang bisa bertahan di saat keduanya sudah sampai di ujung tebing. Siap melucuti satu sama lain dengan panas mengalir di darah keduanya. Lupakan kekesalan ingat saja saat pemandangan kotor keduanya. Lupakan umpatan yang ingin dilayangkan ingat saja saat Juan terlalu keras hingga Raki tidak sanggup untuk mengeluarkan desahannya. Dibanding mengumpat, dengar saja berapa kata enak yang dirasa keduanya.
"Lo udah tau belum."
Raki menoleh setelah melamun menatap telur mata sapi buatan Juan-setidaknya layak makan.
"Tau apa?" Raki mengerutkan keningnya pertanda tidak paham.
"Athalla jadian sama Gigi. Dania udah berisik minta pajak jadian."
Raki menyuap kembali telurnya.
"Bagus deh, males juga denger thalla curhat."Juan seduh teh chamomile-nya. Setelah bebersih dan mandi, keduanya memutuskan mencari apa saja yang bisa masuk ke tubuh keduanya karena demi tuhan Juan lupa mengisi kulkas dan bunda sepertinya lupa untuk mengingatkannya. Untungnya masih ada telur di kulkas, setidaknya Raki tidak akan rewel karena ini jam empat pagi dan sudah delapan kali driver membatalkan pesanannya. Juam mengalah dengan menikmati teh hangat dan bolu pisang yang bunda kirim kemarin.
Lagipula ide siapa melakukan seks setelah bertengkar hebat. Energi keduanya jelas habis, apalagi Raki. Setelah Juan membereskan kamarnya, disusul dengan Raki yang tiba-tiba memeluknya dari belakang dan mengagumkan maaf berulang kali lalu berakhir dengan kegiatan panas keduanya. Setidaknya masalah keduanya selesai, iya begitu.
"Dania ngajak king crab tapi Gigi enggak mau padahal mah Athalla iya iya aja. Jadinya mau ayce aja."
Raki mengangguk sembari melamun. Juan terkekeh gemas. Raki kalau sedang lelah pasti akan banyak melamun.
Ia kembali menyendok suapan terakhir telurnya, "kata gue beneran ayce aja sih, ngajak Devan tekor kalo ke king crab. Kapan perginya btw."
Juan setuju. Temannya yang satu itu memang perut karet.
"Iyakan? Katanya sih mau weekend ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
drop of the clouds, wonki!
FanfictionJuan terlalu sibuk buat berpikir kenapa dia ada di sini, di depan pintu putih. Menyandar pada dinding di sampingnya dengan harap yang tak pasti. sejak kapan dia menjadi sebegini terikatnya dengan Meraki Halmahera, teman masa kecilnya. [sub! ni-ki] a...