III. Look! who's there?

489 70 2
                                    

Enjoy!

Cw// Implied sexual activity.

Seharusnya Raki tidak perlu menoleh untuk memastikan penyebab bunyi deritan kursi di sebelahnya. Setelah sebelumnya berdiri terlalu lama di sebelah mejanya. Toh hanya diam, tidak mengudarakan puja dan kalimat pendukung yang sekiranya akan Raki perhitungkan.

Sehelai nafas kasar terdengar dari samping. Raki fokuskan atensinya pada gawai miliknya. Acuh.

"Yaudah sih, maaf." Katanya terdengar mulai kesal.

Raki mengerutkan keningnya kesal.
"Kalau enggak ikhlas jangan minta maaf!"

Ketus hingga Juan meringis di sebelahnya. Sebenarnya, Juan tidak mengerti di mana letak salahnya. Raki hanya kabur lalu ia menyusul dan berakhir didiamkan dari tadi.

Kalau diingat-ingat, seharusnya tidak ada masalah di antara keduanya. Oh ayolah, sejujurnya ini perselisihan ketiga dalam minggu ini dan ini baru hari kamis omong-omong. Juan mengingat kembali potongan-potongan kejadian kemarin dan menelaah yang sekiranya membuat Raki kesal. Atau kejadian hari ini. Kejadian Shinta yang menembaknya mungkin bisa jadi penyebab Raki marah. Juan menggeleng, tidak mungkin. Raki sudah kebal dengan rentetan orang yang menyatakan cinta padanya.

Lalu apa yang mungkin menjadi penyebab perubahan mood Raki?

"Tadi nasi gorengnya nggak dimakan, enggak laper?"

Raki menoleh dengan tampang galak. Siap memukul Juan saat itu juga dengan kamus tebal di atas mejanya yang sempat Juan lirik untuk berakhir meringis membayangkan seberapa pusingnya kalau buku tebal itu dipukul ke kepalanya.

"Makan tuh sama kak Shinta!"

Ahh... Nasi goreng ya...

Juan mengangguk-angguk. Mulai menguraikan benang permasalahannya.

"Lo kenapa sih, Ki? Kan cuma makan bareng."

Raki tidak menjawab apa-apa melainkan bangkit meninggalkan Juan di bangkunya. Kemana saja asal tidak bertemu dengan lelaki paling menyebalkan di hidupnya itu.

Juan muak.

Raki menjauhinya semenjak pertanyaannya tadi, terhitung semenjak istirahat tadi. Pulangnya tidak mau bareng dengan alasan mengantar Athalla membeli kado untuk mamanya. Yang mana Juan sadari sebagai aksi Raki untuk menghindarinya.

Kakinya mengetuk lantai tidak sabaran, jemari telunjuknya ikut mengetuk membentuk pola nada abstrak di meja kaca ruang makan. Matanya menatap tajam pintu yang tertutup.

Panggilannya ditolak Juan dan pesan-pesannya tidak dibalas semenjak mengatakan kalau ia dan Athalla sedang berada di mall dan akan makan. Athalla tidak membantu. Peduli setan mau Juan bombardir dengan pesan-pesan mengenai Raki atau bahkan tentang dirinya, Athalla terlalu patuh pada Raki yang mana tidak akan satu kata pun keluar dari mulutnya.

Kesal sekali. Giginya bergemeletuk juga rahang yang mengeras. Membayangkan Raki menghabiskan waktu yang lumayan lama dengan Athalla membuat darahnya mendidih. Marah dengan fakta mereka bersenang-senang di luar sana sedang ia harus menahan cemburu di sini.

Kesal saat Juan merasa tidak berdaya.

Matanya spontan menoleh saat mendengar bunyi pintu yang dibuka dari luar, bertemu tatap dengan raut malas Raki. Kentara sekali sudah lelah karena masih memakai seragamnya, sementara tangan kiri bergerak melepas dasinya tangan kanan secara masif membuka sepatunya.

"Bagus juga sikap lo."

Raki menghela nafas, emosinya kembali terpancing.

"Pergi lama banget dari pulang sekolah sampe jam berapa sekarang, Ki?"

drop of the clouds, wonki!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang