VIII. I claim you so proud.

467 53 14
                                    

selamat membaca!





"maaf Juan baru sampe."

selanjutnya diikuti tiga kepala yang menoleh serentak pada Juan yang berdiri di depan meja mereka. mulanya tidak peduli kalau-kalau Juan tidak menyapa terlebih dahulu atau bisa disebut meminta maaf atas keterlambatannya.

"duduk, Juan." perintah ayah lalu Juan duduk di sebelah Raki yang memakan dessert-nya.

berulang kali Juan mengatakan mampus dalam hati karena sesi dinner yang diadakan ayah sudah hampir selesai. apalagi tuan Halmahera yang terlihat beberapa kali menatap jamnya seolah di menit berikutnya ia sudah harus berada di Singapore.

pelayan restoran dengan sigap menyuguhkan appetizers untuk Juan. sup krim udang ini harusnya lezat dengan garlic bread kesukaannya. mengingat atmosfer yang tengah kaku ini membuat Juan menikmati supnya dengan hambar.

"enak nggak, Juan?" tanya papi melihat gelagat canggung Juan.

Juan mengangguk, masih menyendoki supnya.
"enak! tau aja Juan lagi pengen yang anget-anget."

"Raki tadi cerita." sahut ayah.

Juan meringis lalu menoleh pada Raki yang masih asik menghabiskan makanannya. tahu sekali kalau tidak sedang dalam mode marah  Raki pasti akan menimbrung dengan suaranya yang serak lembut. ikut berceloteh menanggapi atau jadi biang utama absennya hening di meja mereka. tapi Raki diam saja.

sebenarnya Juan tidak berniat membuat Raki marah. tapi pesan di dua puluh menit sebelum janji makan malam bersama sebagai syarat absennya Juan meskipun dengan kata penenang gue usahain nyusul, promise tak ayal buat Raki diam.

"baru kelihatan kamu, Juan?" tanya papi.

Juan lagi-lagi tersenyum kecil, "iya om, sibuk dikit."

Juan melihat ayah yang memangku tangannya di meja.
"baguslah telat, jadi bisa bebas ngomongin kamu."

"yah! kenapa sih suka banget ngomongin Juan?!" protes Juan.

"ya abis lo ngeselin! nggak nepatin janji! suka tebar janji doang!"

hening.

Juan sampai kaku dibuatnya saat Raki sudah mulai membuka mulut. wajahnya annoyed dengan menghabiskan makanannya. dari dulu, baik keluarga Juan atau keluarga Raki sama-sama saling mengerti Raki. kalau Raki sudah berkata apa, pasti benarnya memang begitu. Raki tidak pernah bohong. the shitiest things that came out of his mouth is still a purity. setidaknya begitu kepercayaan mereka.

jadi kalau Raki sampai berkata kalau seseorang menyebalkan berarti orang tersebut memang melewati taraf toleransinya.

"maaf??" balas Juan masih berupaya santai.

"emang bener harusnya dinner bertiga."

selanjutnya Juan tidak berselera makan.







"WOY GUE MAU GANTI BAJU!"

upayanya menggedor pintu di depannya tak kunjung mendatangkan hasil. Juan masih berupaya sedangkan Raki masih keras kepala.

"padahal udah janji! lo sendiri tahu gue enggak suka dibohongin!" teriak Raki dari dalam.

Juan menghela nafas, "iyaaa maafin gue, Meraki Halmahera. tadi tiba-tiba mundur karena pak Andi kasih wejangan banyak. benar-benar pas mau bakil. gue janji gue nggak akan ngulangin."

jantung Juan mencelos saat terdengar pecahan kaca dari dalam.
"jangan buat janji kalo nggak bisa nepatin!" disusul teriakan.

"terus lo mau gue ngapain, Ki?"

drop of the clouds, wonki!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang