🍁 Sheet; 01 🍁

876 88 14
                                    

Tangannya meletakan kertas yang penuh coretan tinta hitam, gelas berisi coklat yang ia letakan di atas nakas ia raih kembali, suara derasnya air hujan menjadi alunan musik yang membuat hatinya tenang, kepalanya menunduk menatap tangan kirinya yang masih menggenggam bolpoin.

Coklat tadi kembali ia letakan namun kali ini dengan keras, kertas lain ia raih lalu kembali mencoretkan banyak hal di sana, sesekali bolpoinnya ia ketukan di meja mini itu, matanya melirik jendela yang masih terbuka dengan pandangan yang sangat sulit di artikan.

✧✧✧

Masih ingatkah kalian tentang Junkyu meminta Jihoon menjadi budaknya??. Oh tentu saja itu belum selesai, bukan Junkyu namanya bila sekali di tolak akan berhenti.

Junkyu mendatangi rumah sakit tempat Yoonbin di rawat, ia menemui pemilik rumah sakit untuk bicara empat mata.

"Tuan Junkyu, ada yang bisa saya bantu?"tanya si pemilik oh atau direktur?, Entah yang jelas itu.

Junkyu melirik lelaki di depannya dengan datar tanpa ekspresi. "Naikan harga perawatan dari Kim Yoonbin tuan Jungwoo"ucapnya, namun ekspresi wajahnya tetap datar.

Jungwoo si pemilik rumah sakit terkejut mendengarnya, ia terdiam sangat lama dengan mata memindai wajah si sulung Kim.

"Tuan, apa tuan serius??, Saya murahkan saja biayanya masih ada yang menunggak, apa lagi kalau saya mahalkan."ucapnya dengan bibirnya ia gigit dengan cemas,"taruhannya nyawa adik tuan"lanjutnya dengan mata tersirat permohonan agar si sulung Kim ingin berbaik hati.

Junkyu memberikan segaris senyum,"saya yang membayarnya, lakukan yang terbaik untuk adik saya, tapi itu nanti setelah kekasihnya menandatangani surat perjanjian dengan saya"balasnya dengan tenang.

Kim Jungwoo, lelaki itu akhirnya mengangguk, di dalam hati ia meminta maaf karena ia tau ada ancamannya kalau ia menolak perkataan si sulung Kim, dan perkiraannya tidak salah, karena lelaki itu saat bangkit langsung mendekati telinganya.

"Kau tak menurut, nyawamu taruhannya"ucap Junkyu dengan datar, lelaki itu memberikan dokumen agar Jungwoo tidak bisa mempermainkan dirinya, selama menunggu Jungwoo selesai menandatangani kontrak itu, ia memainkan pistol di tangannya.

"Su-sudah tuan"ucap Jungwoo, dengan gemetar ia memberikan dokumen tersebut.

Junkyu tersenyum menawan, yang dalam persekian detik membuat Jungwoo terpana melihatnya, wahh anak-anak dari keluarga Kim itu memang golongan orang menawan, apa lagi proporsi tubuh mereka yang tak main-main.

"Terima kasih tuan, kalau begitu saya permisi"ucap Junkyu menyadarkan Jungwoo dari lamunan memujanya.

.

.

.

Jihoon berlarian di koridor rumah sakit, kakinya lelah karena berlari dari halte bus yang jaraknya lumayan dengan rumah sakit. Sesampainya di ruang dokter ia mengambil nafas dulu, nafasnya yang memburu ia tenangkan sebentar, setelah di rasa cukup ia mengetuk pintu itu, setelah mendapat sahutan Jihoon memasuki ruangan dokter tersebut.

"Kak Yoshi, kenapa memanggil aku??"tanyanya setelah ia duduk di kursi depan dokter bernama Yoshi.

Yoshinori, dokter muda itu menghela nafas, ingin mengatakan namun rasanya ia tak tega, tapi bagaimana lagi Jihoon harus tau ini.

"Jihoon-na, maaf, tapi saya harus profesional dalam berkerja, saya di minta pak Jungwoo untuk memberikan seluruh nominal hutang dan biaya yang harus kamu bayar secepat juga"ucap Yoshi dengan tidak tenang, bahkan ia menunduk ia tak ingin melihat wajah sendu lelaki di depannya.

"Kalau kamu tidak segera membayarnya, Yoonbin harus di keluarkan dari sini dan kamu harus mencari rumah sakit lain untuk berobat"lanjutnya dengan lirih.

Jihoon menunduk mendengarnya,"akan aku usahain kak"balas Jihoon dengan senyum getir.

"Tapi masalahnya, kamu hanya di beri waktu 2 hari Jihoon"balas Yoshi, dokter muda itu menatap Jihoon dengan sendu, ia merasa kasihan dengan Jihoon yang harus menanggung semua ini, ia ingin membantu tapi tidak bisa, ia sudah memiliki keluarga sendiri yang membutuhkan biaya besar juga, apa lagi istrinya sebentar lagi lahiran.

Bukan jawaban yang Jihoon berikan, lelaki itu langsung bangkit dari duduknya, ia keluar dengan beban memberatkan seluruh tubuhnya. Kepalanya menunduk mengingat seluruh perkataan Yoshi, dan nominal yang harus ia bayar bukan uang yang sedikit, gajinya tidak seberapa namun pengeluarannya lebih dari gajinya.

Dimana ia harus mendapatkan uang 150jt??. Itu yang terus terputar di kepala Jihoon.

Jihoon mengintip kekasihnya dari celah pintu, ia memperhatikan mata kekasihnya yang terus tertutup entah kapan terbukanya, ia memasuki ruangan itu membuat dadanya semakin memberat, kursi yang di letakan dekat brankar ia tarik dan mendudukan bokongnya di sana.

"Binnie, aku harus apa untuk mendapatkan uang sebanyak itu"ucapnya, kepalanya menunduk membuat air matanya menetes dengan cepat.

"Ben, aku sayang sama kamu, sampai kapanpun itu aku tetap cinta sama kamu, bahkan aku ikhlas kalau nyawaku menjadi taruhannya"ucapnya kepalanya ia sandarkan di tangan kekasihnya dengan otak mengingat banyak hal.

"Kamu mendapatkan apa yang di butuhkan, dan Saya juga mendapatkan apa yang Saya inginkan. Bukankah itu adil??."

Kepala Jihoon kembali tegak mengingat itu, bibirnya ia gigiti dengan cemas, cincin tunangan di tangannya ia pandangi, ia juga memperhatikan jari tangan Yoonbin yang juga ada cincin sama seperti miliknya.

"Ben, maaf, tapi percayalah aku memilih ini bukan ingin berpaling, kamu akan tetap di hatiku"ucapnya, ia mencium kening kekasihnya lama dan bangkit dengan cepat.

Tidak ada pilihan lain.

#$#$#$#$#$

TBC

Don't be fooled || Kyuhoon Ft YoonbinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang