🍁 Sheet; 15 🍁

407 48 12
                                    

Mulai malam tadi langit sudah menangis, langit juga tampak kelabu, tetapi cuaca basah itu tidak sedikit pun membuatnya urung pergi keluar. Tangannya mengeratkan pegangannya pada gagang payung, payung berwarna biru tua dan bermotif bunga warna-warni itu membuat tubuhnya tak terkena percikan besar dari air hujan.

Tepat di jalanan sepi yang tidak ada satu pun bangunan payungnya ia singkirkan dari atas kepalanya, kepalanya mendongak dengan mata terpejam, senyum kecil mampir di tubuhnya ketika rintikan air hujan terasa lebih besar dari sebelumnya.

Payungnya ia jatuhkan, kedua tangannya mengkadah ke atas, air matanya ikut deras menetes setelah otaknya mengingat banyak hal, ia benci ini, ia benci ketika berusaha berfikir malah sebuah ingatan lain yang hadir di kepalanya.

Bersamaan dengan guntur yang terdengar keras, bibirnya berteriak penuh emosi, api kemarahan juga tercetak jelas di wajahnya, bibirnya bergetar dengan air matanya yang mengalir dengan deras; sama derasnya dengan hujan. Kepalanya tertunduk dengan segala ingatan tak jelas mampir memenuhi isi kepala.

✧✧✧

Di setiap kata yang Yoshi baca hanya semakin membuat hatinya pedih, tangannya gemetar ketika kata demi kata seperti berubah menjadi belati untuknya. Otaknya juga mengingat banyak hal tentang kejadian waktu itu.

"Orang lain hanya bisa melihat luarnya saja, ibaratnya… mereka hanya bisa menikmati bangunan tua yang terkenal indah, tanpa tau ada beberapa pekerja yang ikut terkubur dalam bangunan, tanpa mereka tau bahwa ada penyiksaan sebelum bangunan itu terbentuk dengan cantik".

Benar, selama ini Yoshi juga termasuk dalam seseorang yang penikmat saja, dia tidak ingin mencari tau kejadian sesuangguhnya.

"Kakak kenal Junkyu??, tidak kan?, kakak hanya outsider yang tau Junkyu dari orang lain. Kak, entah dia mafia, iblis, atau bahkan seorang narapidana, Junkyu juga manusia, dia bisa saja merasakan cinta, tetapi Junkyu gak tau bagaimana caranya mengungkapkan dengan benar!!".

Tangannya ia kepalkan begitu teringat bantahan istrinya. Bantahan yang ia anggap angin lalu, bantahan yang ia anggap omongan kosong belaka. Dan kini semua itu menusuknya begitu saja.

Dan luka itu semakin di siram air garam begitu matanya membaca dengan jelas satu dokumen lain, dokumen yang telah di setujui oleh pihak rumah sakit, dokumen yang membuatnya tersadar seperti apakah sosok Kim Junkyu yang nyata.

"Ulurkan tangan anda, seperti yang anda ucapkan kepada saya".

Uluran tangan?, Yoshi menggeleng kecil, sosok Kim Junkyu ternyata lebih misterius ohh bukan lebih tapi sangat misterius. Dulu Yoshi bertanya-tanya, mengapa sosok berjiwa iblis itu banyak yang memuja?!, dan Yoshi selalu cepat menanggapi perkataan yang sekiranya cocok dengan realita, seperti—

"Memuja sosok seperti Kim Junkyu sama seperti kita menghianati dunia, modal visual saja di banggakan".

"Seperti tidak ada lelaki lain saja, mengapa harus mengagumi sosok iblis seperti Kim Junkyu, sosok iblis yang kerjaannya memandang rendah orang-orang di sekitarnya".

Dan Yoshi?!. Dulu ia hanya tertawa kencang dan menyetujui perkataan kawannya. Pernyataan yang ia baca jelas ini begitu membuat Yoshi tertampar dengan keras.

"Tapi kau tau, terkadang sedarah belum tentu sifatnya sama, ada yang terpaksa dan ada yang memang murni sifatnya".

Yoshi melenggang keluar, mata tajamnya kini menampung banyak air, dengan rasa sakit yang mendalam, dokumen penting itu ia perlihatkan dengan jelas ke sosok yang mengaku sebagai adik sepupu Kim Junkyu; Yoon Jaehyuk.

"Ini…?" Jaehyuk menatap kertas dengan nama kakak sepupunya dengan jelas, ia menatap Yoshi meminta penjelasan, namun yang ia dapati hanya wajah yang air mukanya sudah akan menangis.

Mata Jaehyuk terpejam erat, ia menoleh ke arah brankar, dimana tubuh si kakak sepupu di tutupi kain putih. "Kak Junkyu saat itu bilang kalau aku harus mengikuti alur dunia ya kak?" Lirih Jaehyuk, senyum getirnya terbit dengan tangan merogoh sakunya untuk menghubungi nomor seseorang, dan ia kembali menatap Yoshi yang kini ikut menatapnya dengan pandangan bingung.

"Kalau itu mau kak Junkyu, maka lakuin aja semuanya, karena alur seperti inilah yang kak Junkyu buat" Ucap Jaehyuk dengan air mata yang semakin keluar dengan berbondong, meski begitu seulas senyum kecil ia berikan dengan tulus.

Dua perawat yang sengaja di bawa Yoshi tatap satu-satu, nafasnya dengan berat ia hembuskan begitu saja. "Hubungi dokter Karina, kita harus melakukan oprasi mendadak" Ucap Yoshi dengan suara gemetar, untuk mengucapkan semua ini mulut Yoshi terasa berat.

"Donor mata pada pasien Kim Yoonbin" Lanjutnya dengan lirih. Dan dua perawat tadi berkedip-kedip sebentar lalu setelah tau maksud dari perkataan Yoshi mereka segera melakukan perintahnya.

Di dokumen tersebut tertulis dengan jelas, bahwa Kim Junkyu mendonorkan matanya, kepada sang adik; Kim Yoonbin.

✧✧✧

Sinar bulan semakin memancarkan keindahannya, semua kertas penuh coretan ia pandangi, sedikit miris karena seperti tak terurus sedikit pun. Tehnya yang sudah dingin ia teguk isinya hingga tersisa sedikit, sedangkan kedua bola matanya menatap lurus ke depan sana.

Kepalanya mendongak untuk menatap sekeliling, terlihat gelap dan tak ada kehidupan sedikit pun di dalamnya, penerangan utama memang sengaja tidak ia nyalakan karena dia lebih suka ruangan tanpa cahaya sedikit pun.

Ting!

Suara denting pesan masuk membuatnya meraih benda kotak itu, ranumnya tersenyum sumringah begitu rencana dan seluruh rancangan yang ada di dalam kepalanya begitu mengizinkan untuk menyelesaikan hobinya.

Handphone itu segera ia letakan, punggungnya di sandarkan dengan kasar, bibirnya di kulum dengan banyak rencana memenuhi isi kepala. Matanya terpejam membuat rasa kantuk datang begitu saja, mulutnya menguap kecil, tubuhnya di regangkan tetapi tidak berniat beranjak dari duduknya.

Seluruh kertas yang tertangkap matanya di pandangi sekali lagi, setelah mematikan komputernya dengan gerakan cepat kakinya segera di bawa untuk keluar dari ruangan gelap tersebut.

Anak tangga ia pijak dengan pelan, karena melupakan kalau kakinya tidak menggunakan alas kaki rumahan membuat suhu dingin dari lantai putih mengenai kakinya. Ruangan bau ribuan kertas ia buka, ini perpustakaan pribadinya, senyumnya terkembang begitu satu buku membuatnya merasa lebih baik.

Buku itu ia tarik dan ia bawa ke sofa yang tersedia, tanpa membaca daftar isi dari buku ia langsung membukanya seakan-akan buku itu milik-nya sendiri sehingga dirinya paham. Di halaman tersebut ia mulai serius membaca, kacamata baca yang di letakan dalam laci sebelahnya ia kenakan, tangannya juga bergerak untuk membuka lembar demi lembar isian cerita.

Suara jam dinding yang terdengar sampai luar kamarnya memberi tau bahwa waktu telah menunjukan pukul satu dini hari, dengan gerakan santai ia melepas kacamata yang bertengger apik di hidungnya, tangannya juga meletakan buku tadi dengan sembarang, langkahnya kini ia bawa menuju kamar pribadinya untuk memejamkan mata sebelum hari benar-benar telah pagi.

"Terkadang bila takdir memang sudah terlanjur berantakan, maka sekalian saja dibuat semakin berantakan" Ucapnya meski tidak ada sedikit pun suara balasan dari setiap sudut ruangan.

"Tidak ada manusia sempurna, setiap manusia pasti memiliki satu keburukan di hidupnya, seperti… sebuah kanvas tidak akan indah di pandang bila tak ada lukisan di dalamnya" Lanjutnya lagi, punggungnya ia nyamankan dan menikmati hangatnya selimut yang membalut tubuhnya.

"Sekarang tidur saja, waktu sudah menunjukan pukul satu dini hari".

Dan saat itu pula tubuhnya ia miringkan ke arah kanan, matanya berkedip-kedip pelan, dan akhirnya tertutup menunggu hari esok yang sebenarnya sangat indah untuk di capai.

#$#$#$#$#$

TBC

Don't be fooled || Kyuhoon Ft YoonbinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang