Selamat membaca 😉***
"Bisa kita bicara sebentar?"
Binta yang sedang menangis tersedu-sedu, sontak saja terhenti ketika mendengar suara pria yang tengah berdiri tegap di hadapannya. Pria itu memakai setelan jas begitu rapi, semula Binta berpikir ia adalah salah satu pegawai KPK, namun setelah Binta teliti tak ada lanyard yang menggantung di lehernya, yang artinya ia bukan bagian dari pegawai di gedung ini.
"Kamu siapa?" Tanya Binta sambil menghapus airmata di pipinya, ia kembali berusaha tegar.
"Aku Bama Mahaprana." Juluran tangan Bama berikan pada Binta sebagai jabatan tangan perkenalan, namun Binta hanya diam menatap tangan Bama, seperti kata ayahnya tadi ia tidak boleh percaya pada siapapun itu.
"Aku kerabat dekat Pak Baskara Wiyotomo. Kakek kamu."
"Kakek? Sedekat apa hubungan anda dengan kakek Baskara? Apa kakek ada di sini?"
Bama menggelengkan kepala. "Aku akan jelaskan sesuatu dan memberitahu dimana keberadaan Pak Baskara, tapi tidak di sini, Untuk itu bisa meminta waktu kamu sebentar?"
Dengan kaki yang lunglai, Binta kembali berdiri, ia mencoba mempercayai Bama meskipun tidak sepenuhnya percaya seratus persen pada pria itu.
"Mau bicara di mana?"
"Di Rumah yang kamu tinggali sekarang, bagaimana?"
Binta jelas menggeleng dan menolak cepat, tidak ada seorang pun yang bisa melindunginya sekarang. Ia hanya seorang diri dan jika mereka berbicara di rumah binta takut hal-hal buruk terjadi.
"Di dekat sini ada taman, jadi menurut aku kita bicara di taman aja."
Taman adalah akses yang dapat di kunjungi oleh banyak orang, jadi Binta pastikan Bama tidak bisa berbuat macam-macam padanya jika percakapan mereka di lakukan di tempat umum dengan banyaknya orang.
"Oke, saya setuju."
Bama berjalan mendahului Binta, Binta berharap keputusannya benar mengikuti Bama agar ia bisa mengetahui keberadaan sang kakek.
Di saat perjalanan keluar gedung, tepat sampai di loby gedung, langkah Binta terhenti melihat di balik pintu kaca bahwa wartawan masih setia menunggu di sana. Jika Binta keluar, para wartawan pasti akan menyerbunya dengan pertanyaan-pertanyaan yang entah bagaimana Binta harus menjawab.
"Ah.. iya. Para wartawan masih berkumpul." Bama melepas jas yang ia kenakan.
Jas itu ia berikan ke Binta untuk menutupi wajahnya dengan cara menggantungkan jas miliknya di pucuk ujung kepala Binta. Binta tidak menolak, apa lagi aroma parfum di jas itu tercium begitu soft di indra penciuman Binta, aromanya membuat refleksi ketenangan pada diri Binta yang memang sangat menyukai aroma-aroma wewangian.
"Aku akan bawa kamu menerobos wartawan, jadi kamu cuman perlu melingkarkan tangan kamu di lengan aku dan ikutin langkah kaki aku."
Segeralah Binta bersiap mengikuti instruksi Bama, pegangan tangannya begitu erat dan seberusaha mungkin menutupi wajahnya dari pandangan awak media.
***
Tubuh Binta otomatis menegang ketika di persimpangan jalan Bama membelokan mobil miliknya ke arah kanan, sedangkan taman kota adalah belok kiri. Pikiran negatif langsung menyerang di otak nya.
"Ka..kamu.. mau bawa aku kemana?" Tanya Binta panik.
"Setelah di pikir-pikir, Sepertinya kita lebih baik berbicara di cafe dekat sini, Kamu pasti lapar kan? kita bisa ambil makan." Ucap Bama sambil memberikan senyuman teduhnya di akhir.
KAMU SEDANG MEMBACA
BAMA BINTA
Teen FictionSimbiosis mutualisme adalah kata yang tepat untuk menyimpulkan hubungan antara Binta dan Bama. Keduanya saling membutuhkan satu sama lain agar saling menguntungkan. Namun lama kelamaan karena pertemuan keduanya yang begitu intens rasa simbiosis mut...