18. Kesepakatan atau keterpaksaan?

17 7 0
                                    


Sah..

Setelah debat yang menguras air mata, emosi dan tenaga. Akhirnya pernikahan antara Bama dan Binta dilakukan waktu itu juga, Bama harus menyerah pada keadaan, jika menolak akan ada banyak orang yang terkena dampaknya. Dengan satu tarikan napas, Bama mampu mengucap ijab kabul di depan penghulu dan tentunya ada Prasetya Danadyaksa yang menjadi wali nikah Binta.

Tidak mudah membawa Prasetya keluar dari penjara, namun dengan power Baskara semua seakan mudah seperti membalikan telapak tangan. Tidak mudah juga membujuk Prasetya memberikan izin untuk menikahkan anaknya dengan laki-laki yang tidak anaknya cintai itu.

Tapi lagi, Prasetya tidak berdaya.  penolakannya bersifat alot karena Baskara terus mengancam tidak akan menolongnya keluar dari penjara dan bahkan kalo Prasetya tidak menuruti keinginannya, jeratan hukuman yang di jatuhkan padanya akan Baskara buat lebih parah dari vonis hakim sesungguhnya. Jadilah semua orang yang berada di ruangan rawat VVIP itu tidak berdaya, mereka hanya bisa menuruti laki-laki tua itu yang bahkan napasnya harus di bantu dengan oksigen.

"Binta." panggil Prasetya dramatis seusai Binta bertukar cincin dan menandatangani beberapa berkas terkait pernikahannya dengan Bama . "Ayah minta maaf. Ayah tidak bisa berbuat apa-apa."

Binta mendekat pada sang ayah, ia memeluk erat tubuh lelaki itu, tak ada suara yang ia keluarkan ia hanya ingin menikmati pelukan ayahnya yang kini tidak bisa sering ia peluk.

Dalam pelukan Prasetya juga, Binta menangis sembari membatin mengasihi dirinya yang menikah dengan seadanya, pernikahan impiannya musnah seketika. Tak ada Kebaya atau brokat indah yang membungkus tubuhnya, yang ia kenakan hanya baju yang kebetulan Bama belikan sebelum dirinya ke makam Bundanya tadi sore.

Mahar yang di berikan pun hanya uang senilai satu juta, namun ada satu benda yang nilainya puluhan juta, yakni white gold dengan   berlianya yang berada di tengah-tengah cincin.

"Te...terimakasih kalian semua sudah mau menuruti kemauan saya." ucapan Baskara itu terdengar bising di telinga Binta, Bama maupun Prasetya.

Bama memijat kepalanya yang terasa pusing sekali, permintaan katanya? Yang ada pemaksaan yang kalau mereka menolak hidup mereka akan terus tak tenang. Bama sungguh-sungguh ingin muntah, asam lambungnya sepertinya naik membuatnya sedikit memegangi perutnya yang tiba-tiba perih.

"Kamu kenapa, Bam?" melihat bibir anaknya memucat, Fara hendak mendekat. Bagaimanapun meski di mata Bama dirinya ibu yang jahat, karena ikut pula memaksakan kehendak, Fara juga khawatir jika penyakit anaknya kambuh. "Mau di panggilin dokter?"

Belum sempat Bama menjawab kakinya yang panjang bergegas menuju toilet kamar rawat Baskara. tak tinggal diam Fara pun menyusulnya, wanita itu mendapati anaknya sedang membungkukkan punggung, mengeluarkan segala makanan yang ia makan.

Pijatan di leher, Fara berikan. Meski anaknya sudah dewasa dan bahkan sekarang sudah menikah perlakuan itu akan terus Fara lakukan karena bentuk kasih sayangnya yang tidak akan habis di makan masa.

"Maafkan keegoisan mama." permintaan maaf Fara tak di gubris Bama.

Setelah selesai memuntahkan segalanya lelaki itu hendak menghidupkan keran westafel dan membasuh wajahnya. Ia benar-benar frustasi, mamanya yang tak gila harta kini telah berubah menjadi serakah.

Ia tau tujuan mamanya menyetujui perjodohan ini. Ya karena kalau sampai Binta menikah dengan orang lain harta benda yang Baskara miliki tidak akan bisa ia nikmati lagi, bahkan jika nanti Baskara meninggal pun keluarga mereka bisa saja dengan mudah Binta usir tanpa memberikan sepersenpun harta benda.

Untuk itu Fara harus bisa memanipulasi keadaan, dengan adanya pernikahan ini kelak Bama dan Binta akan memiliki anak yang bisa ia panggil cucu dan lewat cucunya itulah kehidupan dirinya, Bama dan anak-anaknya yang lain akan aman terjamin.

BAMA BINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang