3. Pembahasan masa lalu

49 21 4
                                    

Selamat membaca 😉

***

"Katakan kalau memang kamu anak tiri kakek Baskara, terus untuk apa kamu menemui dan menolong Aku?  Semalaikat itukah hati kamu sampai harus menolong aku yang sudah jelas aku adalah anak dari perempuan yang tidak merestui hubungan antara kakek Baskara dengan mama kamu."

Alis tebal Bama bertaut, bukannya menjawab ia malah mengangkat cangkir berisikan black coffe miliknya dan meminumnya sampai habis. Hal itu membuat Binta mendesah panjang dan kembali duduk, matanya menyorot segelas minuman mujito yang ia pesan tadi, minuman favorit nya itu begitu menggugah tenggorokannya tanpa  pikir panjang lagi ia langsung menyeruput minuman itu.

"Kamu mau tambah lagi minumannya?"

Mata Binta melotot, kesegaran Mujito membuatnya lupa kalau belum menerima penjelasan dari Bama atas pertanyaan nya tadi.

"Jadi apa alasannya?" Tanya Binta sambil menaruh kasar gelas kosong di atas meja, hingga menimbulkan bunyi yang membuat dirinya menjadi pusat perhatian semua orang yang berada di sana.

"Seperti yang aku katakan tadi, pak Baskara menyuruh untuk terus membantu kamu di dalam kesulitan yang sekarang sedang kamu hadapin. Dan itulah alasan mengapa aku ada di sini di depan kamu."

Binta menatap pekat mata Bama, ada bayangan dirinya di dalam sana kemudian ia tertawa mengejek karena jawaban Bama tidak menyimpulkan apapun.

"Berkat Pak Baskara. Aku, mama dan adik-adik bisa bertahan hidup. Kalau mungkin pak Baskara dulu tidak nekat untuk menikahi mama aku hidup kami semua sudah hancur dan memilih mengakhiri hidup secara tragis."

Karangan macam apa lagi ini yang di buat oleh Bama? Binta benar-benar di buat pusing dengan ucapan lelaki itu. Tanpa menyanggah apapun Binta pun memilih diam dan mempersilakan Bama melanjutkan apa yang mau dia jelaskan kembali.

"Dulu, Papa kandung aku adalah sekertaris sekaligus asisten kepercayaan Pak Baskara di perusahaan. Atas kepercayaan yang telah di berikan kepada papa aku, dengan seenaknya dia menggelapkan dana perusahaan untuk berjudi dan main wanita. Setelah perbuatannya di ketahui oleh komisaris perusahaan juga Pak Baskara, papa aku kabur dan sampai sekarang masih menjadi buronan. Di saat itu mama ku semakin frustasi, apa lagi dia sedang hamil adik bontot aku, di tambah papa aku juga berhutang ke rentenir yang terus-menerus meneror keluarga kami agar membayar hutangnya."

Binta mendengus sebal. Namun di saat ia mau menginterupsi, Bama malah mengangkat tangan seakan mengisyaratkan agar tetap diam.

"Dengan kebaikannya, Pak Baskara secara iklas menolong keluarga aku. Ia membayar hutang-hutang rentenir yang ayah kami tinggali, dia juga membayarkan biaya persalinan kelahiran adik ku, juga membantu membayar biaya sekolah aku dan adik perempuan aku yang nomor dua. Dia bahkan rela di benci oleh anak kandungnya sendiri karena memilih untuk menikahi mama aku."

Lagi-lagi Binta hanya bisa bergeming di tempat. Antara yakin dan tidak yakin, dirinya masih tak percaya akan apa yang di dengarnya barusan.

"Atas kebaikan pak Baskara itulah kenapa aku selalu berusaha menuruti apa yang di perintahkan." ucap Bama matanya menyorot mata Binta tajam.

"Kalau memang semua cerita kak Bama benar, kalau begitu pertemukan aku sama kakek Baskara. Aku mau denger ceritanya secara langsung."

Ada sebuah jeda sebelum membalas perkataan Binta, mimik wajah Bama pun berubah menjadi sedih. 

"Pak Baskara jantungnya Anfal setelah tau Bunda kamu meninggal dan papa kamu tersandung korupsi. Saat ini beliau sedang di rawat di rumah sakit secara intensif."

Bama mengeluarkan sebuah amplop coklat yang tersimpan di kantong jas bagian dalam yang saat ini di kenakan nya. Amplop itu berisi surat yang di tulis secara langsung oleh Baskara jauh sebelum dirinya terkena serangan jantung. Entah kenapa Baskara punya firasat kalau tau-tau tanpa terduga dirinya Anfal sehingga meski tak bisa bertemu langsung dengan cucu nya, Baskara bisa mengutarakan perasaannya lewat secarik kertas itu.

Tangan Binta menyentuh amplop coklat yang Bama berikan, dirinya masih agak shock mendengar fakta yang terkuak, sampai-sampai tangannya sedikit bergetar ketika membuka surat tersebut.

Surat dari Baskara berisikan tentang kerinduan juga permintaan maaf terhadap sang cucu.. Baskara menulis bahwa sejujurnya ia ingin sekali mengajak Binta bertemu, menginap di rumah nya, jalan-jalan dan pergi ke toko ice krim kesukaannya seperti dulu lagi. Tapi kebencian Bunda Binta teramat dalam pada Baskara sampai akhirnya tak ada kesempatan lagi untuk dirinya sekedar bercengkrama dengan Binta, ia hanya bisa memantau Binta dari jauh.

Setetes dua tetes air mata Binta jatuh membasahi pipi tirusnya, Surat dari Kakek nya ia lipat kembali dengan rapi. Kenapa Bunda dan ayahnya sama sekali tak pernah membicarakan hal ini padanya, perasaanya campur aduk tapi Binta pun tidak bisa berbuat apa-apa. Andai dia tau kakek nya masih hidup mungkin ia akan sesekali datang mengunjunginya tanpa sepengetahuan Bundanya.

Melihat Binta terus mengeluarkan air mata, dengan reflek tangan Bama tergerak menghapus air mata itu. Binta sontak terkejut, ia sampai berdeham agar Bama sadar dari perbuatannya.

"Maaf aku lancang." ucap Bama  supaya menghapus kecanggungan di antara keduanya.

"Tidak apa-apa. Terimakasih ya sudah menyampaikan surat ini maaf aku sudah berprasangka buruk sama kak Bama."

Meski Binta tersenyum, Bama masih bisa melihat ada linangan air mata di matanya yang terus berkaca-kaca. Sehingga bisa di definisikan Binta adalah sosok yang jika di depan orang lain ia akan berusaha tegar menyembunyikan segala rasa sedihnya.

"Aku udah jelasin semuanya, setelah ini kita jenguk Pak Baskara di rumah sakit, terus aku akan bawa kamu tinggal bersama aku dan mama di rumah pak Baskara, ya." Kata Bama dengan nada bicara yang sudah semakin akrab.

"Rumah pak baskara? Itu artinya rumah yang sekarang aku tempati?"

"Bukan. Sebenarnya rumah yang kamu tempati itu adalah rumah yang aku dan keluarga aku tinggali dulu. Maaf ya aku suruh ajudan pak Baskara untuk bawa kamu kerumah  jelek itu.
karena bagaimanapun atas kasus yang terjadi, kamu juga pasti ikut terseret dalam pemberitaan dan untuk melindungi kamu dari para awak media makanya aku sengaja sembunyikan kamu di rumah itu."

Tubuh Binta ia sandarkan pada kepala kursi. Pantas saja rumahnya terlihat kumuh, apalagi melihat dari penampilan Bama ia yakin kakeknya bukanlah orang sembarangan.

"Tapi kenapa ada foto Kakek dan dan keluarga aku di rumah itu?"

"Aku sengaja taruh foto keluarga kamu di rumah itu, supaya meyakini kamu kalau itu memang benar rumah Pak Baskara jadi kamu bisa merasa aman di sana."

Meski Bama menceritakan segalanya terlihat meyakinkan. namun sesuai dengan apa yang di katakan ayahnya, Binta harus tetap waspada. Ia tidak boleh percaya begitu saja pada pria di hadapannya itu.

"Kalau kamu masih tidak percaya juga, kamu bisa habiskan makanan kamu. Setelah itu aku akan bawa kamu ke rumah sakit melihat keadaan pak Baskara."

Binta kembali mengalihkan pandangannya ke makanan yang tersedia di atas meja, rasa laparnya kembali hadir ketika menatap makanan favoritnya itu. Namun rasa penasarannya jauh lebih besar, ia pun memilih berdiri dan menarik paksa tangan Bama agar segera mengantarnya kerumah sakit melihat kakeknya, karena untuk sekarang mengkroscek kebenaran yang Bama katakan lebih penting dari apapun. 

***

Bama dan Binta di pertemukan semesta. Akankah Binta bertemu dengan kakeknya ? Next di part selanjutnya akan terjawab.

BAMA BINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang