19. Babak Baru

16 7 1
                                    

Kini sesi foto bersama tengah berlangsung, Binta dan Bama yang beberapa jam lalu masih berstatus single kini telah menjadi sepasang  suami istri, pernikahan mereka sah secara agama meski tidak memiliki buku nikah.

Hubungan keduanya yang sebelumnya begitu akrab selayaknya adik dan kakak, kini menjadi sedikit kaku karena masih tak percaya akan kejadian yang tengah mereka alami pada malam ini.

"Pak Bama, kalau bisa lebih dekat lagi posisinya sama, non Binta." pinta salah satu ajudan Baskara yang mengatur pose sesi foto mereka karena memang terlihat posisi Bama yang sedikit menjaga jarak dengan Binta padahal foto ini di ambil sebagai dokumentasi kalau keduanya sudah melangsungkan pernikahan.

Bama berdehem sebelum akhirnya menggeser tubuhnya agar mendekat ke posisi Binta. Ia tak lagi kaku seperti tadi, lelaki itu pun membelit pinggang ramping Binta, perlakuannya sontak membuat Binta terkejut namun gadis itu membiarkannya saja karena dengan begitu sesi foto akan cepat selesai.

Ceklek...

Ceklek...

Ceklek...

Beberapa foto pun di ambil, dari semua wajah hanya wajah Baskara yang menampakan aura kebahagiaan, Semetara yang paling menampakan guratan kesedihan adalah Prasetya Danadyaksa.

Tangan lelaki paruh baya itu harus kembali di borgol, polisi tengah siap membawanya ke lapas penjara kembali. Dan lagi, suasana dramatis antara ayah dan anak itu kembali terjadi.

"Yah." panggil Binta sambil memegangi lengan ayahnya.

"Sabar ya, nanti kita ketemu lagi."

Binta mengangguk, seperti kemarin-kemarin ia kembali mengikhlaskan ayahnya pergi.

Bama hendak maju ingin menenangkan Binta, namun mamanya malah yang terlebih dulu melangkah dan memeluk gadis itu.

"Kamu Tante anter pulang ya, Kamu dari tadi pasti belum istirahat."

Kali ini Binta merasa sikap Fara sedikit hangat, sebelumnya padahal terlihat dingin dan enggan mengakrabkan diri dengan Binta. Mungkin saja karena semua rencananya sesuai target.

"Binta pulang sama kak Bama aja Tante. Ada yang mau Binta bicarakan juga."

Bama tak memberikan reaksi apa-apa saat istrinya memintanya untuk diantar pulang, bukan tidak mau mengantar tapi sesuai kata-katanya saat di toilet tadi lelaki itu akan menjaga jarak untuk sementara waktu dengan Binta.

"Bama pulangnya masih nanti, kebetulan kakek kamu masih ada hal yang mau di bicarakan juga."

"Iya."  Bama mengerjap, membenarkan apa yang Fara ucapkan. "Pulang bareng mama aja, kebetulan mama juga mau pulang untuk packing keperluan yang akan di bawa ke Singapura."

Binta mengangguk sekilas, lalu mendongakkan kepala dan menatap ke arah Bama. Kalau memang itu kemauan Bama, Binta tidak akan memaksa walau sejujurnya ia ingin Bama yang mengantarnya pulang, padahal banyak hal-hal yang ingin ia bicarakan pada laki-laki yang kini berstatus sebagai suaminya.

"Ka..lian hati-hati di jalan." ujar Baskara saat Binta berpamitan, gadis itu mencium punggung tangan lelaki itu.

"Binta." sahut Baskara saat tubuhnya hendak melewati Bama.

"Kenapa, kek?"

"Pa..mitan juga sama suami ka..mu." perintah Baskara tegas namun masih agak tersengal-sengal.

Binta menyetujui, ini kali pertamanya ia mencium punggung tangan lelaki selain ayahnya ataupun kakek kandungnya.

"Aku pulang, ya ka."

Bama kehabisan kata-kata dan jantungnya bertalu-talu, ini juga kali pertama ada perempuan yang mencium punggung tangannya selain adik-adik kandungnya.

"Cium keningnya, Bam."

"Ma." Bama menegur mamanya yang asal berbicara.

Teguran Bama Sontak saja  membuat Fara tertawa penuh cemooh. "Biasa mas, malu-malu kalo di depan kita. Padahal tadi di toilet kayanya-"

Belum sempat melanjutkan ucapan,  pintu kamar terketuk dan karena Bama enggan mendengar kelanjutan ucapan mamanya, maka ia menyuruh siapapun orang yang berada di balik pintu itu untuk masuk.

Seorang ajudan wanita dengan bersetelan jas hitam rapi itu masuk, ia adalah Meira ajudan pribadi Fara yang umurnya seumuran dengan Bama.

"Maaf, bu. Saya hanya ingin mengatakan kalau mobil sudah siap."

Fara tersenyum tipis, niat ingin me roasting anaknya gagal.

"Yaudah, mas. Aku sama Binta pulang dulu ya, malam ini Bama yang menemani kamu." pamit Fara.

Baskara mengerjapkan mata dan bibirnya menyunggingkan senyuman lebar. Meski tak bisa jauh-jauh dari Fara, lelaki itu harus melepas istrinya untuk pulang karena ia juga kasihan karena Fara sudah beberapa hari selalu di rumah sakit menjaga dirinya.

***

Di ruang rawat, hanya tersisa Bama dan Baskara di sana. Prasetya sudah di bawa kembali ke lapas penjara, Fara mengantar Binta pulang dan setelah itu ia juga ingin packing barang-barang yang akan di butuhkan nanti saat mengantar Baskara berobat selama di singapur nanti.

"Bapak akan mengundurkan diri dari perusahaan." Bama yang tengah memotong-motong buah untuk di sajikan ke Baskara seketika menghentikan aktivitasnya, pria tua itu tiba-tiba saja lancar berbicara padahal sebelumnya napasnya tersengal-sengal, mungkinkah efek pernikahannya dengan Binta bisa membuat kesehatan lelaki itu sedikit membaik. Semoga saja, itu harapnya.

"Posisi CEO akan Bapak berikan kepada Prasetya."

Bama menarik napas panjang mencerna kata-kata Baskara,

"Tapi karena Prasetya harus mengikuti proses pengadilan sampai dia dinyatakan bebas nanti, kamulah yang harus menggantikan kakek menjadi CEO sekaligus direktur utama."

Bama menutup matanya, menjadi direktur utama saja sudah membuatnya frustasi dengan banyaknya pekerjaan yang harus ia tangani dan sekarang ia harus merangkap menjadi CEO. Lelaki itu amat bersyukur telah di berikan kepercayaan di usianya yang terbilang masih sangat muda, namun apakan ia mampu menopang semuanya sendirian?

"Kamu tenang saja, kamu pasti bisa menjalaninya. Bapak percaya itu." kata Baskara seakan tau apa yang sedang dipikirkan Bama "Hanya beberapa bulan, bapak pastikan Prasetya secepatnya akan keluar dari penjara dan dia akan di nyatakan bersih dari tuduhan korupsi dan bisa membantu kamu dalam mengurus perusahaan."

Bama menegakan punggung. "Apa Bapak yakin komisaris perusahaan dan para pemegang saham akan menerima pak Prasetya?"

"Bapak sudah mengurus semuanya,  yang jelas bapak hanya ingin kamu fokus ke perusahaan dan setelah Binta lulus SMA nanti, kamu juga harus fokus pada pernikahan kamu dan Binta, secepatnya bapak berharap akan ada anggota baru di keluarga kita."

Bayangan tak senonoh tiba-tiba saja ada di pikiran Bama ketika Baskara berkata "berharap akan ada anggota baru."
Nalurinya sebagai lelaki dewasa seakan tersetrum ketika mamanya maupun Baskara berharap ia bisa  menghamili Binta secepatnya.

"Di Singapura nanti bapak tidak tau apa yang akan terjadi. Entah  penyakit bapak akan membaik atau malah memburuk setidaknya bapak sudah tenang karena kamu sudah benar-benar sah menjadi anggota keluarga Wiryotomo."

Bama menautkan kelima jemari di antara ruas-ruas jemari, matanya menatap wajah yang sudah dipenuhi keriput. "Bapak jangan bilang begitu, kita semua akan tunggu bapak pulang kembali. Yang penting bapak harus semangat, katanya mau ketemu dengan anggota keluarga baru kita nanti."

Baskara tersenyum lebar, sikap Bama sudah tak lagi dingin padanya, sepertinya anak tirinya itu sudah menerima dengan lapang dada atas pernikahan mendadak yang ia perintahkan. Dada Baskara yang sesak pun perlahan merasa enakan, keinginan nya yang sudah terpenuhi rasanya sangat membuatnya lega. Jikapun tuhan mengambil nyawanya sekarang pun baskara sudah tenang dan tak perlu khawatir apapun lagi.

***

Lagi giat banget nulis, walaupun narasinya masih belum bagus-bagus banget tapi aku lagi semangat-semangatnya buat nulis. Karena sayang Punya ide cerita kalo ga di salurkan. Pokonya aku revisi pas udah selesai.

BAMA BINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang