08. Karsa Tuhan

12 0 0
                                    

Kehidupan Melka berangsur-angsur membaik, ia lebih suka menyendiri tanpa di pukuli. Jauh lebih tenang walau masih saja hatinya di sayati. Serta, kesibukannya yang menjadi-jadi setelah bergabung di organisasi. Ia menyibukkan diri. Pulang ke rumah hanya untuk tidur dan mandi. Makan pun kalau ingat. Mengejar waktu belajar dan kegiatan organisasinya.

Sampai pada suatu malam, Melka jatuh tergeletak di dapur seorang diri dan untungnya terlihat oleh sang adik. Dibopongnya badan kurus Melka ke kamar. Berisik pikirannya. Bertanya-tanya apa yang terjadi di sana atau hanya karena sakit yang menyerang Melka? Yang Adiknya lakukan sekarang hanya menunggu Melka sadar. Pada malamnya, ia sadar dan keluar kamar. Meninggalkan Adiknya yang tertidur di sisi ranjang.

Keesokannya, yang dilakukan Melka ialah pergi ke rumah sakit. Hanya berniat mengecek apa yang terjadi padanya. Dengan perasaan takut ia memasuki ruangan dingin beraroma obat itu. Kemudian, tanpa di sangka mendapati fakta baru bahwa terdapat tumor otak yang bersarang di kepalanya. Ia terdiam, tenggorokannya panas tak mampu bersuara. Menolak takdir pun tak ada gunanya. Jadi, ia hanya ber-oh ria dan meninggalkan ruangan itu. Membawa kakinya ke rooftop gedung, serta nasihat dan saran dokter di kepalanya.

Entah karena cuacanya yang mendung atau kehidupannya yang semakin gelap. Sepi rasanya. Serta, keinginan ingin hidup Melka yang kembali datang. Ia baru menyadari bahwa selama ini ia tidak ingin mati, ia hanya ingin hidup tenang. Bumi terlalu sesak untuknya. Serta, Melka yang baru saja menyadari bahwa dirinya benar-benar perlu pertolongan. Walau tidak tahu siapa yang bisa menolongnya. Selama ini ia hidup sendiri walau rumahnya penuh canda tawa. Ia kepalang pusing dengan kehidupannya. Rasanya kalau saja pikirannya sekarang kosong dan di rasuki setan, bisa-bisa ia terjun dari rooftop lantai 15 atau setidaknya di kasihani oleh penunggu rooftop ini.

Tidak ingin berlarut dengan kesedihan, ia memilih untuk pulang. Tak ada gunanya menangisi takdir yang sudah di beri. Ia membuang jauh-jauh sifat pemberontaknya, Melka menerima semua yang terjadi di dalam hidupnya. Entah adil atau tidak. Berjalan pulang luntang-lantung tanpa semangat. Raganya gerak tetapi pikirannya melanglang buana entah ke mana.

Sesampainya di rumah, ia mendapati adiknya yang menunggu di ruang tamu.

"Lo kenapa?"

Ia diabaikan.

"Kayaknya gue gak ada kesempatan untuk tau kehidupan lo, ya?"

Melka masih saja tidak menjawab, ia berjalan menaiki tangga ke kamar mengabaikan pertanyaan yang di lontarkan adiknya. Sedangkan, adiknya itu terlihat gengsi untuk menghampiri dan memastikan kadaan sang Kakak.

ASAMERTA | END. [MARK LEE]Where stories live. Discover now