04. Take A Chance With Me

10 0 0
                                    

Keesokannya, Ghea mengajak Melka bertemu kembali. Berniat menanyakan pertanyaan yang menganggu pikirannya selama ini. Sekaligus menemani Melka yang ingin membeli bunga. Katanya, karena melihat foto Ghea memegang bunga, Melka jadi ingin merawat bunga. Setelah menunggu hampir setengah jam, Melka akhirnya datang. Ia datang dengan atasan kemeja dan kaos hitam, juga kupluk yang menghiasi kepalanya. Menghindari panas, katanya. Kemudian, mereka pun langsung pergi berjalan-jalan.

Setelah pergi ke beberapa tempat, mereka menghampiri sebuah taman sebagai objek terakhir sebelum benar-benar pulang. Untuk berfoto dan membeli makanan ringan tentunya. Walau pun matahari sudah terbenam, tidak menghalangi kegiatan juga wajah tampan Melka yang sedang Ghea foto sekarang. Paksaan sebenarnya, karena Melka bukanlah orang yang terbiasa di foto atau memfoto dirinya sendiri. Hasil yang memuaskan, selalu baginya.

"Kamu gak mau foto juga?" tanyanya pada Ghea yang sedang sibuk memperhatikan hasil jepretannya.

"Gak, ah. Aku gak suka di foto."

"Tapi kamu kemarin selalu minta foto sama aku?" ia kebingungan, sebab sebelumnya Ghea sering meminta foto bersama atau bergantian memfoto diri masing-masing.

"Oh iya, itu biar kamu mau foto aja sih. Abis sayang banget kita pergi kemana-mana gak foto, gak mengabadikan sesuatu." Jelas Ghea sembari menatap Melka yang sedang diam.

Karena sadar Melka banyak melamun, Ghea pun berpikir untuk memberitahu isi pikirannya.

"Kamu selama ini gak apa-apa?"

"Aku?"

Ghea mengangguk sembari melihat Melka yang ada di sampingnya.

"Emang kalo aku kenapa-kenapa kamu mau apa?" ucapnya sembari membalas tatapan Ghea.

Ghea terdiam. Sedangkan, Melka menatap bulan dengan tatapan kosong yang ia lihat. Entah karena cahaya bulan atau memang bintang yang sedikit banyak menampakkan dirinya, Melka terlihat lebih indah dari biasanya. Padahal, bibirnya sedikit pucat karena cahaya malam.

Menyadarkan lamunan Ghea, ia berkata. "Aku punya banyak cerita yang gak bisa diceritakan. Entah memang pikiran yang menolak atau hati yang lelah memberontak. Kalo aku bilang gak bisa cerita. Gimana, Ghe?"

Mendengar itu Ghea menunduk, rasa kecewa mendatanginya. Usahanya gagal untuk mengetahui luka dibalik wajah baik-baik Melka. Namun, tiba-tiba ia membuka suara.

"Tapi kamu bisa tau semuanya setelah ini, setelah benar-benar ceritaku ku selesaikan. Dibuku, salah satu buku di tas aku. Kamu bisa mengetahui semuanya. Tentang siapa aku, tentang bagaimana aku menahan luka, serta kamu pendatang baru yang ada di dalam cerita."

Melka menatapnya. Tatapan itu lebih dalam dari biasanya, lebih indah dari sebelumnya. Di bawah sinar bulan yang indah, cerita seperti baru di mulai. Atau memang yang benar-benar diharapkan terjadi dan menjadi cerita. Hanya sang pemilik hati yang tahu, serta Melka yang menulis segala hal tentang dunia dan dirinya. Karena merasa cukup lama bertatapan dan rasa canggung mulai mendatangi mereka, Ghea bertindak dan memutus tatapan lebih dahulu.

"Kamu buat cerita baru?" tanya Ghea mengusir canggung.

Ia paham Ghea mengalihkan topik. Maka, Melka membalas dengan anggukan kecil, "Iya, sedikit lagi selesai."

"Serius? Kapan nulisnya?" tanyanya sekali lagi.

"Sebulan lalu," jawab Melka singkat sembari membenarkan kupluk dan kemejanya karena angin.

"Pas kamu sibuk?"

Ia mengangguk sekali lagi, serta tepuk tangan tiba-tiba yang Ghea layangkan sebab mendengar jawaban Melka.

"Keren! Wah gila sih, kamu pasti bakal jadi the most cool author i've ever met."

Melka tersenyum, "Bahasamu."

"Ih kenapa?! Bagus, kan'? Kamu nih yang ajarin!"

Lantas, tertawa mereka berdua dengan puas. Seperti tidak ada hari esok dan melupakan yang terjadi sebelumnya. Setelah asik dan melewati semuanya hari ini, mereka bersiap-siap untuk pulang.





Pemilik hati Ghea, memperindah objek senja di belakangnya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Pemilik hati Ghea, memperindah objek senja di belakangnya.

ASAMERTA | END. [MARK LEE]Where stories live. Discover now