x. kesepakatan

283 34 4
                                    

a.n chapter ini aku ambil dari sudut pandang samudra ^_____^

────

satu hari, dua hari, tiga, empat... lima.. hari. sudah lima hari tubuhnya aktif bergerak kesana-kemari, kampus, kantor, kampus, les private, kampus, rapat, kampus, les private, repeat.

pokoknya selama lima hari ini, bisa dihitung selama sehari samudra pasti harus ke kampus setidaknya sekali atau dua kali.

dia juga ga ngerti kenapa jadi kayak budak kampus banget, padahal dia masuk semester tiga otw empat juga belum ada tanda-tanda dia nyerah. mental dia masih aman, raga dia masih aman.

tapi kalau kata temennya—yemima, samudra udah kayak budak kampus aja kudu bolak-balik ke kampus. berasa orang penting aja.

anak sastra harusnya ga usah banyak komen, kayak ga sibuk tugas aja pikirnya.

pokoknya selama lima hari ini pikiran samudra cuma fokus ke kuliah tugas rapat terus repeat. dia juga ga lupa masih punya kewajiban untuk ngajar les, dia sudah mengurus semuanya dengan baik.

tapi, dia jadi takut, rencana yang udah dia susun selama seminggu ke depan ini dengan mudah ia lewati— tanpa gagal. ia jadi takut kalau rencana dia mulus begini. ia lebih memilih ada yang ganggu daripada harus merasakan rasa senang karena rencana yang sudah ia buat dengan matang berjalan mulus.

aneh ya? tapi kuharap kalian paham maksudku.

samudra kini baru selesai kelas, ia tidak berminat untuk ke kantin atau menghampiri teman-temannya. ia hanya ingin mampir ke makam papi juno, sebelum itu ia perlu jemput papa di kantor pamannya. tadi gantari bilang kalau dia sekarang lagi di kantor, dan minta samudra buat jemput.

tumben banget papanya tiba-tiba minta dijemput gini, dia kan bawa motor gede. ia terpaksa harus menelpon supirnya dan memintanya untuk menukar kendaraan.

supir membawa motornya, dan ia membawa mobil. walaupun samudra cuma punya sim c, mari berdoa supaya perjalanan dia lancar sampe tujuan.

────

mobil samudra sudah sampai di salah satu gedung pencakar langit di ibukota, ia memberi tahu gantari kalau sudah sampai. ia tidak berminat untuk masuk kedalam.

papa

| langsung masuk aja kak

damn it. samudra langsung membalas “oke” sebelum ia turun dari mobil. ia juga titip pesan ke salah satu satpam disana kalau dia cuma sebentar parkir mobilnya karena mau ketemu pamannya.

samudra berjalan masuk, memberi senyuman ramah kepada karyawan lewat yang mungkin dikenali olehnya. langkahnya terus berjalan sampai pada lift, ia menekan angka 12 dan setelahnya tubuhnya dibawa naik menuju tujuan.

sesekali samudra bergerak semakin menempel pada sisi lift, melihat saking banyaknya orang yang bolak-balik keluar masuk. ini lah mengapa ia lebih memilih duduk di mobil menunggu papa daripada harus menghampirinya. perjalannya tidak mudah.

ting!

pintu lift terbuka, samudra sudah sampai di lantai 12. lantai ini tidak terlalu lama seperti lantai-lantai sebelumnya, tapi tidak bisa dibilang sepi juga karena masih ada beberapa karyawan disini. namun, jabatan mereka lebih tinggi dibanding lantai-lantai sebelum ini.

jadi tidak ada acara orang-orang yang keluar masuk disini, setidaknya tidak sesering itu. suasana di lantai 12 ini cukup hening, dibandingkan dengan lantai sebelumnya.

samudra berjalan cuek menuju salah satu ruangan yang ada di ujung, tepat dimana sang papa berada. ia juga sudah memikirkan segala kemungkinan pertanyaan yang dilontarkan oleh sang paman, walaupun ia tidak yakin karena disana ada gantari, sudah pasti sang paman tidak ‘menyerangnya’

sebelum samudra menyadari, sekretaris yang sedang berjaga di depan ruangan pamannya itu berdiri, menatap ramah dirinya. dan samudra lebih memilih untuk menghampirinya terlebih dahulu.

“bu, di dalem ada papa saya gantari kan ya?” tanya samudra.

sekretaris itu mengangguk, “betul. langsung masuk aja ya, samudra.”

samudra mengangguk sembari mengucap terima kasih. setelah itu ia mengetuk pintu tersebut, kemudian membukanya perlahan, mengintip apakah ia menganggu obrolan keduanya.

“masuk aja kak,” suara gantari terdengar, lalu samudra bisa mendengar suara decakan disana.

“ini kantor gue,” pamannya agak ngedumel taktala gantari mempersilahkan anaknya masuk.

samudra pun masuk, ia menutup pintu tersebut lalu menatap kedua manusia yang sudah cukup umur ini bergantian. “duduk sini kak,” pinta gantari lagi.

tapi ia kembali dumelan pamannya yang kini terdengar lebih jelas dari sebelumnya, samudra langsung paham. ia menggeleng kepada gantari, “masih lama gak pah ngobrolnya? kenapa aku disuruh kesini?”

“sebentar lagi kok,” ungkap gantari santai.

pamannya di lain sisi memandangnya tidak terima ingin protes, “kita bahkan belum sampe inti, gantari,” suaranya terdengar serak.

“mau gue jelas kok, samudra bisa kerja disini asal di perlakukan sesuai prosedur. gue gak mau denger kalau samudra disuruh beli ini itu sama karyawan lo, bang.”

samudra yang namanya menjadi topik utama pembicaraan ini jadi bingung. ia menatap gantari dan pamannya bergantian.

“gue paham lo yang pegang kuasa disini, tapi perusahaan ini tetep punya keluarga, bukan punya lo seorang diri. jadi gue rasa, samudra berhak kalau mau kerja disini, asal job desk dia sesuai.” gantari menambahkan, suaranya tenang tapi ia tidak main-main dalam nadanya itu.

pamannya nampak terdiam, seolah sedang menimang untung rugi samudra jika bekerja di perusahaan ini. ia tidak bisa mengelak bahwa nama perusahaan ini atas milik keluarga, which mean keluarga gantari—adiknya juga masih ada hak.

“oke, deal. samudra bakal masuk ke perusahaan dan bakal kerja sesuai dengan job desk dia. gue gak bakal bikin anak lo itu jadi babu disini.”

“good, karena kalau sampe gue tau itu bakal terjadi, berarti lo menyia-nyiakan otak pintar samudra,” balas gantari.

pamannya mengangguk setuju, “jadi kapan samudra bisa mulai kerja?”

gantari kini menoleh kepada samudra yang masih berdiri kikuk di pintu masuk, enggan mendekat kepada mereka berdua. tatapan gantari menyiratkan untuk menjawab pertanyaan dari sang paman.

“kalau dimulai dari saya semester lima, apakah bisa? di semester 4 saya bisa bantu tapi tidak memungkinkan bisa stay di kantor.”

sang paman kini kembali menimang lagi, raut wajahnya lebih serius dari sebelumnya. raut wajahnya nampak tidak yakin dengan alasan samudra ini.

“saya masih ada kegiatan di kampus sampai semester 4 nanti, saya salah satu pengurus,” samudra menambahkan cepat-cepat.

“kamu mahasiswa aktif ya?” samudra lantas langsung mengangguk. “persis kayak lo ya,” lanjutnya sambil memandang gantari.

setelah itu, tanpa pikir panjang lagi, sang paman mengangguk setuju. “oke kalau gitu, kalau udah masuk semester 5, langsung dateng kesini.”




tbc.

a.n loh chapter ini apa hubungannya sama juno????? ada hubungannya. ada. malah, jadi jembatan biar nyambung ke juno lagi :DD

see you next chapter pals! anw, thank you for voting & comment this story <3

everything has changed ★ hwanbbyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang