Jakarta, Indonesia
End of November 2026Dengan perasaan frustasinya, Daniel hanya bisa menatap Bimo yang mengendarai mobil dari kursi samping. Sura dan kembaran rangkap adik bungsunya Daniel, Hana, menyadari bahwa mobil berjalan begitu pelan saat melewati Jalan Gatot Subroto.
"Bim, kita jadi ke Blok M, 'kan? Bukan ke Kowloon, Hong Kong? Kok enggak sampai-sampai?" Hana bertanya secara sarkastik dari bangku belakang.
"Akhirnya Hana buka suara. Bim, bahkan orang yang SIM-nya nembak pun kalau nyetir enggak sepelan ini." Daniel menyahuti kalimat Hana yang ditujukan kepada Bimo. "Sebenarnya kamu enggak ada masalah di perpanjangan SIM-nya, 'kan?"
"Enggak."
"Ini apa? Tampaknya tidak ada peningkatan."
"Sabar," ucap Bimo sembari menyetir dengan tenang.
"Enggak bisa gitu, Bim. Masalahnya kalau kamu masih menyetir sepelan ini, nanti kita bisa kena macet di GBK," gumam Sura yang berusaha menahan perasaan jengkelnya terhadap cara menyetirnya Bimo. Padahal waktu masih menunjukkan pukul tiga sore, "aku tidak mau berargumen, sekarang aku yang menyetir."
"Tidak."
"Aku saja, Bim," tawar Hana dengan pasrah.
"Tidak."
"Demi Tuhan, cara menyetirmu benar-benar membuatku frustasi, Bimo. Tolong pinggirkan mobilnya dan biarkan aku yang menyetir." Daniel mengutarakan perasaannya yang membuat Bimo mengarahkan mobilnya menuju pinggir jalan. Akhirnya Bimo dan Daniel pun bertukar posisi dibandingkan memperpanjang perdebatan.
Daniel pun mulai mengendarai mobilnya dengan cepat dan menyesuaikan dengan kepadatan ruas jalan. Hingga beberapa menit kemudian, mereka berhasil sampai di kawasan Blok M. Sebenarnya tujuan mereka pergi ke Blok M bukanlah untuk berkuliner, namun mereka berencana untuk mendatangi seorang pembaca tarot di salah satu sudut yang berada di Taman Literasi Martha Christina Tiahahu. Bimo telah mengenal pembaca tarot ini melalui koneksi influencer-nya dan memberikan harga bagus karena Bimo membawa beberapa temannya.
"Siapa duluan?" tanya Daniel sesaat mereka sudah bertemu dengan pembaca tarot kenalannya Bimo.
"Sura saja," usul Bimo sesaat melihat Sura yang baru saja membuka ponselnya dengan santai.
"Apa-apaan???"
Hana langsung menarik bahu Sura dan membuatnya duduk di kursi yang berhadapan dengan Si Pembaca Tarot tersebut. Pandangannya kepada Sura tampak seperti mengintrograsi wajahnya yang tampak familiar.
"Haii, siapa namamu dan kamu lahir tanggal berapa?"
"Hai, aku Nayantara Sura."
"Nama panjang," potong Bimo sembari menyenggol kaki Sura yang mengenakan Repetto berwarna merah dengan sepatu Nike Air Force One berwarna putih yang ia kenakan secara sengaja.
"Nayantara Sura Ramadhanty Wiradikarta, 25 Desember 2000."
"Pantas saja aku familiar saat melihatmu, kamu putri Pak Menlu, kah?"
"Iyaaa, Menlu dari kabinet sebelumnya."
"Aku pernah menjadi moderator saat ayahmu datang ke Universitas Indonesia beberapa tahun yang lalu."
"Masya Allah, pantas aku menyadari intonasi nadamu yang bagus. Tampak seperti seseorang yang terbiasa public speaking."
"Aku tersanjung, Sura. Terima kasih untuk pujiannya," ucapnya sembari mengambil tumpukkan kartu dan mengocok semua kartu dengan tangannya, "baik aku akan membacakan untukmu terlebih dahulu. Sebelumnya aku kasih disclaimer terlebih dahulu, ya, untuk semuanya. Jadi aku hanya membacakan apa yang aku lihat dan tasfir dari kartu dan kemampuanku ini. Aku tidak tahu akankan yang kulihat ini akan terjadi pada kalian atau sebaliknya karena alangkah baiknya jika kalian mempercayai semua rencana Allah yang disertai dengan kerja keras kalian. Sura, tolong ambil tiga kartu."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Great Chances [COMPLETE]
Storie d'amore[SUDAH SELESAI. VERSI FULL DENGAN CHAT, TWITTER, DAN DESAIN ADA DI TWITTER/X] A German-Indonesian conglomerate heir, Fabian Hamish Hafiyyan, should encourage his parents to support his dream of being a pediatric surgeon, like his father and grandfat...