5. Penyesalan Abel

1.4K 53 11
                                    

JANGAN LUPA VOTE, KOMEN, FOLLOW
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

pastiin kamu udah tinggalin jejak yaa...

Anjirrrr !!! Gue merasa berdosa banget. Semalam gue ngapain sih godain Om Ganteng begitu? Hancur sudah harga diri gue. Om Ganteng pasti berpikir gue adalah perempuan murahan. Nggak ada muka lagi buat gue ketemu sama Om Ganteng.

Setelah kejadian itu gue nggak masuk kampus selama beberapa hari dengan alasan sakit. Untungnya nyokap dan kakak gue nggak curiga. Mereka pikir gue hanya sakit biasa. Padahal mental gue yang sakit banget.

"Syabel, lo nggak papa kan?" Tanya Jordan begitu gue masuk kelas.

"Nggak papa gimana maksud lo? Gue baik-baik aja kali." Jawab gue mencoba biasa aja.

"Malam itu lo tiba-tiba ngilang. Kita semua takut lo diculik." Lizzie menambahi.

"Minuman yang harusnya buat Sarah justru lo minum." Ungkapan Jordan membuat alis gue berkerut. Minuman mana yang dia maksud? Seolah paham dengan kebingungan gue, Jordan menarik gue menjauh ke tempat yang agak sepi.

"Kenapa sih?" Kesal gue karena ditarik.

"Minuman yang lo minum harusnya buat Sarah." Ucapannya masih tidak gue pahami. "Sebelum lo minum, Billy kan udah bilang mana punya lo, mana punya Sarah." Gue sedikit mengingat kejadian malam itu.

"Emangnya beda minuman gue sama Sarah apa? Persaan sama aja. Sama-sama margarita." Tanya gue bingung.

"Minumannya Sarah dicampur aprodisiak." Gue ingat banget Om Ganteng pernah menyebutkan kata itu. Tapi gue nggak tau apa artinya. "Emang itu apaan sih?"

"Anjir.." Jordan mengusap wajahnya gusar. "Itu obat perangsang Bel. Siapapun yang minum itu gejolak seksualnya akan naik drastis. Semacam berhasrat untuk berhubungan seks."

"Anjing lo!" Gue langsung memukul lengan Jordan dengan kuat. Pantas saja gue sebernapsu itu tempo hari.

"Sakit Bel.." ringisnya.

"Makanya jangan jahat jadi orang." Kesal gue.

"Lo aja yang nggak hati-hati. Udah dibilang mana punya lo, mana punya Sarah, eh lo malah nyabet punya Sarah." Pembelaan Jordan ada benarnya. Hanya saja gue nggak mau menerima itu. Menurut gue, Jordan tetap salah. Dia adalah dalang dari semua ini.

"Lo tau nggak, gara-gara obat perangsang sialan itu gue jadi kayak gini." Pengen nangis aja.

"Begitu sadar lo salah minum, gue dan Billy langsung cariin lo. Tapi kita nggak ketemu lo. Sebenarnya lo ke mana? Lo dibungkus om-om kah?"

"Iya, anjing lo!" Nggak bisa lagi gue menggubris. Terlalu stres untuk sekedar memikirkan kebohongan.

"Njir, lo dibobol?" Mata Jordan melebar. Ia masih syok dengan pengakuan gue.

"Gara-gara lo ya gue kayak gini." Hantam gue dengan tangan yang nggak bisa diam buat terus memukulnya.

"Arrgghh, Bel sakit." Ringisannya tidak gue pedulikan. Ingin rasanya gue menjambak rambut manusia sialan ini.

"Gue kesal banget sama lo ya!" Pengen maki-maki aja nih orang. "Gara-gara lo keperawanan gue diambil om-om."

"Lo dibungkus sama om-om perut gede, kumis tebel, bau asem kah?" Tebakan Jordan membuat gue menghentikan aksi memukul. "Enak aja! Sama Om Ganteng, otot gede, dada bidang, bau harum." Mana terima Om Ganteng gue disebut seperti itu. Asal tau aja, Om Ganteng itu harum banget.

Into YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang