JANGAN LUPA VOTE, KOMEN, FOLLOW !!
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.dikomen yaaa..
Bukan main, Ardi pusing tujuh keliling karena ulah Abel yang tiba-tiba melarikan diri darinya. Bisa saja ia mengejar sang wanita, akan tetapi ia khawatir dengan tanggapan orang-orang yang melihat mereka. Apalagi Abel dalam kondisi sedang menangis. Bisa-bisa ia dikira sudah berbuat jahat.
Ardi mengusar rambutnya frustasi. Apa yang harus dia lakukan sekarang?
Kenapa sifat Abel bisa berubah seratus delapan puluh derajat seperti itu?
Memikirkan Abel membuatnya tidak bisa tidur dengan nyeyak. Setiap melewati unit tetangganya, ia selalu berharap akan berpapasan dengan Abel. Namun, kenyataannya nihil. Sudah seminggu sejak kejadian itu Abel tidak lagi terlihat.
Justru yang selalu kelihatan sekarang adalah Sasi. Ardi sudah terang-terangan menolak semua ajakan Sasi, akan tetapi perempuan itu tidak pernah menyerah. Seperti hari ini, ia hendak ke kantor dan berpapasan dengan Sasi. Ardi tidak bisa menyebutnya kebetulan, sebab setiap pagi Sasi selalu dengan sengaja menunggunya di loby.
"Mas Ardi.." mendengar namanya dipanggil tidak membuat Ardi lantas berhenti berjalan. Pria itu seolah menulikan telinganya.
"Mas yaa ampun..." dengan sepatu hak tingginya, Sasi berusaha mengejar Ardi.
"Ishhh.. pantas aja Abel udah nyerah ngejar kamu Mas." Mendengar nama Abel disebut, Ardi spontan menghentikan langkahnya. Agar tidak terkesan menantikannya, Ardi berpura-pura mengecek ponselnya.
"Duh Mas Ardi, masih pagi udah buru-buru aja sih." Sasi memamerkan senyum manisnya.
"Kamu kenal Abel?" Ardi tidak suka berbasa-basi, sehingga ia langsung blak-blakan saja bertanya.
"Kenal dong Mas. Dia kan sama aku adalah penggemarnya Mas Ardi. Cuman dia penggemar abal-abal, udah berhenti dia jadi penggemarnya Mas. Emang yaa, yang paling setia itu cuman aku aja Mas." Cerocos Sasi panjang lebar.
"Kamu punya kontaknya?"
"Punya dong Mas. Mau ya Mas?" Tawar Sasi.
"Tolong berikan kontaknya Abel." Ardi sudah mempersiapkan ponselnya untuk mengetik nomor ponsel Abel.
Sasi tertawa kecil. Dipikirnya memberikan nomor semudah itu? Otaknya tentu saja sudah merencanakan ide brilian. "Aku bakalan kasih nomornya Abel, kalau Mas Ardi mau temanin aku belanja."
Ardi melotot. Belanja katanya? Menemani perempuan belanja itu akan membuat kakinya sakit. Berjalan mengelilingi mall hanya untuk melihat dan membandingkan harga serta kualitas sebuah barang. Lebih baik Ardi berlari 2 jam di atas treadmill daripada melakukan hal itu. Membayangkan saja sudah membuatnya ngeri.
"Gimana? Mau nggak?" Tanya Sasi.
"Ada pilihan lain?" Ardi berharap Sasi memberikan pilihan yang lebih mudah.
Otak Sasi berpikir. "Ngedate romantis di pantai sambil menunggu matahari terbenam?"
Apa-apaan itu? Kenapa ia harus dihadapkan dengan pilihan seperti itu?
"Kalau nggak mau ya udah. Aku nggak bakalan kasih nomornya Abel." Sasi sok jual mahal. Perempuan itu bahkan sudah melangkah menjauh.
Tidak boleh dibiarkan pergi. Ardi mengejar Sasi. "Kamu mau belanja? Yasudah kalau begitu saat pulang kantor nanti kita akan belanja."
KAMU SEDANG MEMBACA
Into You
Romansa🔞 "Mau nikah sama om-om kaya raya aja, biar hidup gue terjamin."