Chapter 2

573 35 3
                                    




Kenapa dia harus repot-repot menyuruhku menemuinya sendiri hanya untuk mengambil payung? Dia kan bisa menyuruh office boy untuk mengembalikannya, atau jika dia tak sempat, dia kan bisa menyuruh sekertarisnya untuk mengurus payung itu. Apalagi Jisoo tahu bosnya itu sangat sibuk.

Gosip yang terdengar mengatakan sangjanim adalah workaholic sejati yang menghabiskan waktu 20 jam sehari untuk bekerja.

Atau, kenapa tidak dia buang saja payung itu? Toh aku juga tak akan berani menagihnya, pikir Jisoo sambil mengerutkan kening di dalam lift yang mengarah ke lantai 12, lantai khusus CEO mereka. Ini kali kedua dia ke ruangan ini, sungguh tak disangka, dua tahun bekerja disini dia hampir tak pernah bertatapan langsung dengan sang pemimpin tertinggi yang diagung-agungkan itu, tetapi sekarang, dua hari berturut-turut dia dipanggil menghadap sangjanim.

Lift terbuka dan dia dihadapkan pada ruang tunggu yang nyaman dan mewah. Sekertaris yang sama, wanita setengah baya yang terlihat kaku dan efisien itu menatap Jisoo dengan skeptis, sepertinya dia juga bertanya-tanya kenapa pegawai rendahan macam ini sampai dua kali dipanggil menghadap langsung ke sang CEO, padahal setahunya sangjanim hanya berkomunikasi dengan anggota direksi, manajer dan kepala bagian unit perusahaannya, itupun lewat meeting resmi perusahaan dan melalui seleksi janji temu yang rumit.

"Sangjamim sudah ada di dalam, beliau sudah menunggu anda, saya sudah menginformasikan kedatangan anda lewat intercom dan beliau mempersilahkan anda langsung masuk", gumam sekertaris itu dingin.

Seokjin baru saja menyelesaikan meeting penting dan dengan segera kembali ke ruangannya. Mengingat alasan yang membuat dia begitu terburu-buru kembali, membuatnya mengerutkan dahi, dia sudah menelpon atasan Jisoo tadi pagi, menjelaskan alasan keterlambatan pria itu. Dan atasan Jisoo begitu kegirangan karena teleponnya, hingga seolah-olah tak peduli lagi kenapa Jisoo sampai terlambat.

Yah mungkin setidaknya wanita itu akan berterimakasih padaku, atau malah jengkel? Seokjin tersenyum sinis, menilik sifat wanita itu, sepertinya Jisoo akan tambah jengkel dengannya.

Setelah dengan serius mempelajari berkas-berkas yang diantarkan bagian personalia padanya, Seokjin termenung.

Wanita itu tidak bohong, kedua orang tuanya memang telah meninggal, dan alamat tempat tinggalnya memang terdaftar sebagai rumah kost, bahkan wanita itu tidak mengisi nama saudara atau kerabat dekat yang bisa dihubungi.

'Saya tinggal sendirian', begitu ucapnya tadi. Apakah wanitaitu benar-benar sebatang kara seperti ceritanya. Kalau dia tanpa keluarga dan hanya tinggal di flat kecil, untuk apa dia meminjam uang sebesar 40 juta ke perusahaan yang harus dilunasi dengan memotong gajinya selama bertahun-tahun?

Apakah dia sakit? Memikirkan kemungkinan itu, Dada Seokjin langsung merasa nyeri.

Tidak! Putusnya setelah termenung sejenak, wanita itu sehat, kalau tidak dia pasti tidak akan lolos seleksi test kesehatan yang sangat ketat untuk masuk ke perusahaan ini.

Kalau begitu, dia pasti wanita yang suka menghamburkan uangnya atau mungkin dia terlibat hutang yang sangat banyak? Seokjin menyimpulkan. Yeah, segalanya akan menjadi lebih mudah. Seokjin rela memberikan uang sebanyak yang Jisoo mau asal Jisoo mau melayaninya.

Ia sangat kaya, dan memiliki wanita seperti Jisoo yang benar-benar memacu hasratnya memang layak diberi sedikit pengorbanan.

Lamunannya terhenti ketika intercom berbunyi memberitahukan kedatangan Jisoo.

Seokjin menunggu penuh antisipasi, seperti seekor serigala yang menanti mangsanya, Dia punya penawaran bagus, dan jika wanitaitu seperti yang diduganya, Jisoo pasti tak akan mampu menolaknya.

A Romantic Story About Kim Jisoo (Jinsoo) CompleteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang