Jisoo masih tertidur di ruang perawatan. Jennie menungguinya. Sementara Seokjin yang baru terbangun, dua jam setelah kecelakaan itu berjalan pelan, menuju ruang tunggu, dia sudah mencuci muka dan agak segar, tapi mau tak mau nyeri di kepala dan bahunya membuatnya mengernyit ketika berjalan.Jinyoung sedang duduk membelakanginya di kursi roda. Menatap ke luar, ke arah jendela lebar yang ada di ruang duduk itu, hujan sedang turun deras di luar membuat suasana ruangan itu begitu suram.
"Bagaimana keadaan Jisoo?" Tanya Jinyoung, menyadari kehadiran Seokjin tetapi tidak menoleh untuk menatapnya.
"Baik, Jennie sudah mengatur perawatan dan obatnya, sekarang dia masih tertidur." Seokjin berdiri, bersandar di tembok dekat Jinyoung, ikut menatap hujan yang mengalir deras di luar yang gelap, hanya menyisakan tetes air yang berkilauan terkena cahaya lampu.
"Kau pasti tahu kenapa aku ingin berbicara denganmu." Seokjin mengangguk meski tahu Jinyoung tidak menoleh untuk melihatnya. Hening sejenak, terasa begitu lama sampai kemudian terdengar Jinyoung menghela nafas panjang. "Apakah kau mencintainya?" tanyanya pelan.
"Sangat." jawab Seokjin cepat, tulus.
Jinyoung memejamkan mata ketika rasa perih menyengat di dadanya mendengar ketulusan Seokjin kepada Jisoo. Mengetahui bahwa ada lelaki lain yang mencintai Jisoo dengan intensitas begitu besar kepada Jisoo ternyata menyakitinya, membuatnya terasa terpuruk dan di kalahkan. Tapi Jinyoung menguatkan hatinya, semua demi Jisoo, demi kebahagiaan Jisoonya.
"Apakah kau akan membahagiakannya?"
"Kebahagiaannya akan menjadi tujuan hidupku." gumam Seokjin jujur, dia lalu menoleh menatap Jinyoung yang sedang menatapnya, mereka saling bertatapan. "Maafkan aku..." Seokjin mengehela nafas. "Aku tidak pernah bermaksud mencuri Jisoo darimu, aku tidak mengetahui keberadaanmu sampai saat terakhir, kau tahu."
Jinyoung mengernyit mendengar informasi yang baru didapatnya itu, Jennie belum menceritakan semua ini padanya, mungkin Jennie ingin Jinyoung mendengar sendiri dari mulut Seokjin. "Jisoo tidak menceritakan alasan kenapa dia menjual diri padamu?"
"Tidak, mungkin semua akan berbeda jika dia menceritakan semuanya dari awal," gumam Seokjin penuh penyesalan. "Aku memang jahat dan selalu mengambil apa yang kuinginkan tanpa tanggung-tanggung, tapi aku tidak pernah mengambil keuntungan dari penderitaan seseorang. Saat itu dia datang padaku, menjual dirinya padaku...kau tahu apa yang kupikirkan waktu itu?" Seokjin menatap Jinyoung dengan sedih. "Kupikir dia pelacur yang putus asa membutuhkan uang untuk memenuhi hasratnya akan kemewahan."
"Jisoo tidak seperti itu." geram Jinyoung marah.
"Ya, dia tidak seperti itu," Seokjin setuju. "Tapi waktu itu apa yang bisa dipikirkan lelaki seperti aku? Lelaki dengan kekayaan yang selalu mendapatkan apa yang dia mau karena uang? aku memang salah waktu itu, aku menginginkan Jisoo dan aku punya uang yang diinginkannya, jadi kuterima tawarannya."
"Tapi pada akhirnya kau tetap jatuh cinta padanya meskipun kau menganggap dia pelacur murahan." Jinyoung merenung.
Sekali lagi Seokjin menganggukkan kepalanya. "Ya, aku jatuh cinta kepadanya, bahkan aku mulai tidak peduli kalau ternyata memang hanya menginginkan uangku, aku berpikir, tidak apa-apa, toh aku punya uang banyak, tidak apa-apa selama dia ada di sisiku." Seokjin menghela nafas panjang. "Kenyataan tentang keberadaanmu pada akhirnya menghantamku... Bahwa dia melakukan semua ini demi cintanya kepadamu."
Jinyoung memejamkan matanya. "Dia sudah tidak mencintaiku lagi, dia hanya kasihan dan merasa bertanggung jawab."
"Dia tetap mencintaimu," Seokjin tersenyum sayang ketika membayangkan Jisoo. "Hatinya selalu dipenuhi cinta tanpa pandang bulu, mungkin karena itulah dia berhasil menyentuh hatiku yang gelap."
KAMU SEDANG MEMBACA
A Romantic Story About Kim Jisoo (Jinsoo) Complete
Romance"Dalam hidupnya, impian Kim Jisoo hanyalah ingin menjadi wanita yang biasa-biasa saja. Dia ingin menikah dengan Park Jinyong kekasihnya, membentuk keluarga kecil yang bahagai lalu seperti akhir kisah klise lainya: bergandeng tangan diusia senja, mel...